Kolaborasi Aktor di Tapak Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

(Dari kiri) Kepala Dewan Perubahan Iklim Daerah Kaltim Profesor Daddy Ruhiyat, Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie, Staf Ahli Menteri LHk Winarni Monoarfa, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Senior Expert Program and Partnership on Sustainability Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas Trisia Megawati KD, tokoh adat Wehea Siang Geah, dan pengiat lingkungan Stepi Hakim, usai sesi panel tentang 'Kolaborasi Aktor di Tapak Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca' di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP25 UNFCCC di Madrdi, Spanyol, Rabu (11/12/2019) sore waktu setempat.

Upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat. Kolaborasi aktor-aktor di tingkat tapak yang melibatkan pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat, seperti yang terjadi di Kalimantan, berkontribusi besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi kunci dalam pengendalian perubahan iklim.

Demikian terungkap saat sesi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim UNFCCC COP25  di Madrid, Spanyol, Rabu (11/12/2019) sore waktu setempat.

Dalam sesi tersebut Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Irianto Lambrie menuturkan, sebagai provinsi yang baru terbentuk dan sedang membutuhkan pembangunan, salah satu tantangan yang dihadapi adalah kondisi tutupan hutan Kaltara yang 80% berupa hutan. “Kami berkomitmen mengimplementasikan pembangunan rendah karbon dengan mempertahankan kelestarian hutan,” katanya.

Untuk mendukung kebijakan tersebut Kaltara telah menerbitkan peraturan gubernur yang mengatur dana alokasi dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota berbasis ekologis.  Pada tahun 2019, juga telah diterbitkan peraturan gubernur tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK.

Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor menyatakan sebagai ‘tuan rumah’ ibu kota negara yang baru, Kaltim juga berkomitmen untuk mengimplementasikan pembangunan rendah karbon demi mendukung kesejahteraan masyarakat. “Pada periode 2020-2024, Kaltim menargetkan pengurangan emisi GRK sebanyak 86,3 juta ton setara CO2,” katanya.

Pengurangan emisi GRK itu berasal dari sektor penggunaan dan perubahan penggunaan lahan (LULUCF). Menurut Isran, untuk mencapai target tersebut, Kaltim terus memperkuat tata kelola hutan dan lahan, memperbaiki administrasi pengelolaan hutan, mendorong pengurangan deforestasi dan degradasi hutan di areal yang sudah dibebani izin serta menumbuhkan mata pencaharian alternatif yang tidak merusak hutan bagi masyarakat.

Kepala Dewan Perubahan Iklim Daerah Kaltim Profesor Daddy Ruhiyat menyatakan ada peluang untuk hutan di lahan yang sudah dibebani berbagai izin perkebunan. Tercatat ada 3,09 juta hektar lahan yang telah dibebani perizinan berbagai komoditas di Kaltim. Dari luas tersebut, baru 1,35 juta hektar yang telah ditanami komoditas perkebunan.

Untuk mempertahankan hutan yang ada di areal perkebunan, telah diterbitkan peraturan Gubernur Kaltim untuk mengelola areal bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value of Forest / HCV). Juga telah dibentuk forum komunikasi di tingkat provinsi yang melibatkan pihak swasta pemegang izin perkebunan. “Berdasarkan analisis, terdapat areal terindikasi HCV seluas 417.507 hektare dan telah disepakati untuk dikelola dan dilindungi oleh para pihak,” kata Daddy

Sementara itu, Senior Expert Program and Partnership on Sustainability Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas Trisia Megawati KD menyatakan sebagai bagian dari kebijakan perlindungan hutan (Forest Conservation Policy/FCP) APP Sinar Mas, pihaknya mendukung kebijakan pembangunan rendah karbon di  Kalimantan Timur. Dia menjelaskan, secara nasional, APP Sinar Mas mengalokasikan hingga 600.000 hektar, sekitar 21% dari total luas konsesi pemasok bahan baku,  sebagai areal konservasi.  Di Kaltim, areal konservasi yang dialokasikan APP Sinar Mas mencapai 105.638 hektar. “Setara dengan 34% dari total konsesi pemasok APP Sinar Mas di Kaltim,” katanya.

Trisia menuturkan, pihaknya melakukan penanaman berbagai jenis pohon langka, seperti gaharu. Untuk mendukung konservasi satwa, pihaknya juga membuat koridor satwa liar di konsesi pemasok bahan baku. “Untuk perlindungan orangutan, APP SInar Mas bekerja sama dengan LSM ECOSITROP melaksanakan patroli dan memantau pergerakan orangutan demi memitigasi risiko dan konflik,” katanya.

APP Sinar Mas juga mengembangkan program Desa Mandiri Peduli Api (DMPA) untuk mengembangkan alternatif mata pencaharian dan meningkatkan jiwa kewirausahaan masyarakat sehingga bisa bekerja sama untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.

Tokoh masyarakat adat Wehea Siang Geah menyatakan pihaknya siapa menjaga hutan Wehea yang memiliki luas hingga 94.000 hektar. “Bagi kami, hutan bukan sekadar rumah bagi flora dan fauna. Tapi juga pasar yang menyediakan bahan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan untuk upacara adat,” katanya. Sugiharto