Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr Dolly Priatna menyatakan pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam pelestarian biodiversitas Indonesia.
“Tidak hanya tugas pemerintah, pelestarian keanekaragaman hayati merupakan tanggung jawab bersama. Kolaborasi multipihak mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi, industri, media bahkan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelestarian biodiversitas Indonesia untuk generasi kini dan yang akan datang,” tegas Dolly yang juga anggota Commission on Ecosystem Management IUCN saat pembukaan seminar dan pelatihan dengan tema “Peran Multipihak dalam Pelestarian Biodiversitas Indonesia”, Selasa, 14 Mei 2024.
Seminar diselenggarakan oleh Belantara Foundation bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi Fakultas MIPA, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pakuan. Lebih dari 1.220 peserta berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang digelar secara hybrid tersebut. Acara ini dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Eps.10 (BLS Eps.10).
Menurut Dolly, tujuan utama seminar nasional ini untuk meningkatkan pemahaman stakeholders mengenai strategi dan rencana aksi serta peran penting sektor akademisi, industri dan masyarakat dalam pengelolaan biodiversitas Indonesia.
Tujuan lain yaitu untuk meningkatkan kepedulian semua pihak, agar dapat ikut mengambil peran masing-masing dalam upaya pelestarian khususnya jenis-jenis yang terancam kepunahan.
Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan menyebutkan telah dikeluarkan Instruksi Presiden No.1 tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan.
Inpres ini diterbitkan untuk memastikan adanya keseimbangan pemanfaatan ruang untuk kepentingan ekonomi dan konservasi keanekaragaman hayati dalam kebijakan setiap sektor. Pelaksanaan kebijakan ini diarahkan melalui pengambilan langkah-langkah kebijakan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan setiap lembaga yang disasar dalam kebijakan ini.
Isi inpres ini menyasar ke 19 kementerian dan lembaga pemerintahan dengan tujuan untuk mengarusutamakan keanekaragaman hayati dalam kebijakan pembangunan.
Sementara itu, Ketua I-SER (Institute of Sustainable Earth and Resources) FMIPA Universitas Indonesia, Prof. Jatna Supriatna, Ph.D sebagai salah satu pembicara kunci mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat besar dan memiliki perputaran energi yang tidak terputus sejak ratusan juta tahun, sehingga melewati fenomena-fenomena geologi yang sangat berhubungan dengan keanekaragaman hayati.
Indonesia memiliki banyak akademisi di kampus-kampus dan pusat penelitian. “Penelitian biodiversitas perlu lebih menekankan pada tahap pemanfaatan. Misalnya, tentang pemanfaatan biodiversitas untuk pangan yang seharusnya berasal dari biodiversitas Indonesia. Kita bisa memperbanyak riset yang lebih mendalam tentang pemanfaatan hayati karena kita punya lebih dari 30,000 spesies,” ujar Jatna.
Jatna juga menambahkan upaya-upaya dari akademisi yang bisa dilakukan adalah terkait valuasi biodiversitas dan ekosistem, degradasi lahan yang menyebabkan defaunasi, serta dampak perubahan iklim pada biodiversitas. Pelestarian biodiversitas perlu menekankan kolaborasi tri-sektor dari akademisi, pemerintah, dan sektor privat. Salah satunya bisa melalui pengembangan ekowisata, seperti pengamatan burung atau wisata-wisata yang terkait spesies kharismatik. ***