Kata orang, kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Itu mungkin kata yang tepat untuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Cibulao Hijau. Saat menanam kopi robusta (Coffea canephora L.), mereka hanya bermodal semangat. Namun, semangat saja ternyata tidak cukup untuk mewujudkan impian.
Hanya saja, kegagalan tidak memupuskan harapan dan semangat pantang menyerah terus dikumandangkan. Sampai kemudian keluhan-keluhan petani anggota KTH itu terdengar pihak perguruan tinggi ternama di Bogor, yang kemudian memberi bantuan.
Tahun 2009, perguruan tinggi itu menjadi mitra kerja KTH. Mereka juga melakukan kajian, sekaligus memberian pelatihan. Jumpono yang juga anggota Kelompok Tani Hutan Cibulao Hijau makin giat mendalami aturan main tentang perkopian.
Alhasil, usaha dan semangat kelompok Jumpono berbuah. Bibit kopi yang ditanamnya bisa tumbuh subur di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Pohon-pohon kopinya juga berbuah lebat. Dan yang sangat penting adalah usahanya menjaga lingkungan terlaksananya, dan krisis air di kampung tidak terjadi lagi.
“Panen kopi juga selalu baik hasilnya. Sebagian besar kopi sudah ludes dipesan pembeli, sisanya masih diolah untuk dijual. Kopi ini untuk pesanan ke Jakarta,” papar Jumpono.
Sejak kopinya terkenal menjadi pemenang ajang kontes kopi se-Nusantara, pesanan pun mengalir. Bahkan, ada pembeli yang datang langsung ke rumahnya. Rumahnya pun tak pernah sepi dari tamu, termasuk mahasiswa dan pihak lain yang ingin berguru perihal kopi.
Diakui Jumpono, kunci suksesnya selalu menjual kopi berkualitas. Itu sebabnya, anggota KTH Cibulao Hijau selalu mempertahankan kualitas ketimbang kuantitas.

Dengan komoditi kopi Cibulao, kini banyak warga desa mengikuti jejaknya. Jika awal pembentukan KTH Cibulao Hijau hanya 4 orang, kini anggotanya pun bertambah banyak.
Ke depannya, warga Cibulao punya harapan dan keinginan agar kampungnya menjadi kampung wisata kopi. Rencananya, mulai dari pembibitan pohon kopi, panen, dan pasca panen kopi di Cibulao akan dijadikan wisata edukatif.
Tidak hanya itu, warga juga akan mengembangkan ekoturisme bekerja sama dengan pemerintah.
Di awal 2019, atas ajuan dari KTH, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK) melalui skema Perhutanan Sosial kepada masyarakat Kampung Cibulao. SK itu menyetujui kelompok ini bisa mengelola kawasan hutan seluas 610,64 hektare bagi 75 kepala keluarga (KK).
Melalui SK itu, masyarakat diberi hak atau izin pengakuan dan perlindungan pengelolaan lahan hutan selama 35 tahun. Di samping meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, tujuan lain adalah peningkatan tutupan lahan hutan dengan konsep agroforestri. AI