Menteri BUMN Rini Soemarno memicu kontroversi baru. Bukannya memperbaiki kinerja pabrik gula BUMN yang ada, Rini malah meminta izin impor raw sugar 381.000 ton yang akan dilakukan PTPN X. Padahal, produksi gula tahun ini belum diketahui dan musim giling juga baru dimulai. Dengan dalih “aneh”, impor untuk meningkatkan rendemen, petani tebu pun terpecah-belah.
Petani tebu benar-benar terkejut. Di saat musim giling baru dimulai pada bulan Mei, mendadak Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno mengirim surat bernomor S-288/MBU/2016 tanggal 12 Mei 2016 yang ditujukan ke Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian. Isinya? Ketiga kementerian diminta mengizinkan impor gula mentah (raw sugar) sebanyak 381.000 ton kepada PTPN X, yang nantinya akan dibagi ke PTPN IX, PTPN XI, PTPN XII, PG Rajawali I dan II.
“Ini benar-benar pembodohan. Impor itu dilakukan untuk menutup kebutuhan yang tidak terpenuhi, bukan untuk menambah rendemen. Sementara sampai sekarang neraca produksi gula 2016 (taksasi) saja belum ada, kok bisa-bisanya BUMN diminta impor raw sugar,” ujar Ketua Umum Andalan Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, akhir pekan lalu.
Aneh, memang. Bagaimana pemerintah bisa mengusulkan izin impor jika neraca produksi dan konsumsi gula saja belum disetujui? Pelaksana Harian Direktur Tanaman Semusim dan Rempah, Ditjen Perkebunan Gde Wirasuta, mengakui sampai sekarang belum ada kesepakatan dari instansi terkait mengenai taksasi produksi gula tahun 2016. Padahal, dari taksasi produksi ini akan diketahui impor atau tidak, dan kalau impor berapa jumlahnya.
“Taksasi awal saja belum disepakati. Dalam pembahasan di Yogyakarta, kita minta produksi gula dirasionalkan. Masa produksi 2016 ini naik jadi 2,6 juta ton dibanding 2,5 juta ton pada 2015. Padahal tahun 2015 kan ada El Nino,” ujarnya. Untuk menentukan neraca produksi gula, pemerintah melakukan dua kali taksasi, di mana taksasi final dilakukan pada Agustus.
Yang menarik, suara petani tebu ternyata pecah. Arum Sabil, yang mengaku sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI), menyebut kebijakan impor raw sugar wajar untuk mengatasi kapasitas tak terpakai (idle capacity) pabrik gula BUMN. Bahkan, Ketua Umum DPP APTRI, Abdul Wachid menyebut impor itu untuk mensubsidi petani tebu. “Tujuan utamanya jelas, untuk meningkatkan pendapatan petani dengan pola subsidi, sebagai konsekuensi dari program pemberian jaminan pendapatan petani setara dengan rendemen 8,5%. Ini terobosan baru dari Menteri BUMN yang patut didukung,” katanya.
Soemitro pun dengan sinis mempertanyakan siapa dan petani tebu mana yang dibela Arum Sabil dan Abdul Wachid. “Bagaimana PTPN II, PTPN VII, Lampung, Gorontalo, Kebon Agung yang juga ada petaninya? Bagaimana kalau mereka juga minta?” sergahnya. Soemitro pun menegaskan, jika para menteri tidak mau diingatkan terkait kebijakan impor ini, “kami akan ke Istana menghadap Presiden Jokowi, dengan cara apapun.” AI