Lelang Impor Beras Bulog Naik, Vietnam Berpesta

Indonesia terus membuka keran impor beras untuk mengisi gudang-gudang Bulog. Bahkan, Bulog diketahui menaikkan volume impor berasnya di tengah ketidakpastian pasar beras global dan tidak terpenuhinya volume beras lelang yang diminta.

Untuk Agustus ini, Bulog menaikkan permintaan impor beras sebanyak 30.000 ton dibandingkan bulan sebelumnya, sehingga total impor beras yang diminta dalam lelang terbaru Bulog menjadi 350.000 ton.

Dalam pengumuman lelangnya bernomor PU-5/DP000/PD.04.01/08/2024 tertanggal 23 Agustus 2024, Bulog akan membeli beras dengan kualitas butir patah (broken) 5% sebanyak 350.000 ton. Beras yang diminta adalah dari Vietnam, Thailand, Kamboja, Myanmar dan Pakistan dengan kedatangan pada bulan September-Oktober 2024.

Selama semester I/2024, Bulog rata-rata melelang impor beras sekitar 300.000 ton setiap bulan. Namun sejak Juli, Bulog menaikkan volume impor sebanyak 20.000 ton menjadi 320.000 ton.

Namun, hasil tender beras itu selalu di bawah permintaan Bulog, di mana Indonesia hanya mampu membeli 200.000 ton. Untuk memenuhi permintaan, Bulog secara tak terduga menaikkan target impornya untuk tender Agustus ini.

Naiknya permintaan beras impor ini jelas menjadi peluang besar buat produsen beras dunia, terutama Vietnam, mengingat saat ini ada ketidakpastian di pasar beras global.

“Kenaikan volume tender beras yang dilakukan Indonesia jelas sinyal positif buat industri beras Vietnam. Dalam tender terakhir pada Juli, perusahaan-perusahaan beras Vietnam memenangkan sebagian besar lelang Bulog, yakni 7 dari 12 lot, yang jumlahnya mencapai 185.000 ton,” ujar Direktur Can Tho Rice Export Joint Stock Company, Nguyen Van Nhat seperti dikutip vietnamplus.vn.

Hal itu menunjukkan bahwa daya saing beras Vietnam masih bertahan kuat dibandingkan dengan beras-beras dari negara lain.

“Meskipun harga beras Vietnam saat ini tercatat sebagai harga tertinggi di dunia, yang mencapai 578 dolar AS/ton, tapi kami yakin dengan naiknya permintaan dari Indonesia akan menciptakan peluang buat kita untuk terus memanfaatkan pasar ini,” katanya.

Dia menambahkan bahwa pasok beras Vietnam saat ini memang makin ketat karena menjelang usainya panen tanaman musim panas-gugur, sementara hasil panen tanaman musim gugur-dingin jumlahnya tidak besar.

Akibatnya, harga beras pun tetap tinggi, yang akan menggerus daya saing. Namun, permintan beras dalam jumlah besar dari negara-negara seperti Filipina bisa meredam tekanan harga tersebut.

Mengingat kondisi pasar saat ini, para eksportir beras Vietnam juga berhati-hati dalam berbagai tender yang diminta guna menghindari “kebanyakan menjual dan rugi lebih banyak,” katanya.

“Kami mempertimbangkan dengan cermat pro-kontra yang ada sebelum lelang, terutama mempertimbangkan harga premium beras kami di pasar global,” tambahnya.

Di pasar internasional, harga beras untuk kualitas 5% memang cenderung tinggi dan beras Thailand tercatat paling mahal. Per 28 Agustus, harga beras Thailand untuk kualitas 5% tercatat 589 dolar AS/ton, disusul beras Vietnam di kisaran 578-582 dolar AS/ton. Sementara beras dari Pakistan tercatat 542-546 dolar AS/ton.

Dalam 7 bulan pertama 2024, Vietnam telah mengekspor beras hampir 5,3 juta ton, dengan raupan devisa mencapai 3,34 miliar dollar AS (sekitar Rp50 triliun lebih dengan kurs Rp15.000/dollar AS). Jumlah itu merupakan rekor baru buat industri beras Vietnam dibandingkan raihan pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, termasuk tahun 2023.

Menurut perkiraan Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Vietnam diperkirakan akan meraih tahun keberuntungan lainnya dari ekspor beras, di mana target ekspor sekitar 7,5-8 juta ton dan Raihan devisa melampaui 5 miliar dolar AS. AI