Pengadaan alat dan mesin pertanian (Alsintan) melalui digitalisasi e-catalog (katalog elektronik), yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) selama empat tahun terakhir ini ternyata mampu menghemat anggaran sekitar Rp1,2 triliun.
Selain itu, e-catalog juga berdampak pada peningkatan penggunaan Alsintan di petani. Jika tahun 2014 level mekanikasi pertanian hanya 0,14%, maka tahun 2018 meningkat menjadi 1,68%.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sarwo Edhy memyampaikan, e-catalog merupakan bentuk komitmen Kementan dalam melakukan digitalisasi pengadaan.
“Jadi, pembelian apapun langsung ke pabrik, harga murah, dan datang tepat waktu. Semuanya karena e-catalog. Dengan cara ini harga juga turun. Kemudian saat saya akumulasi per tahun, penghematan anggaran sangat drastis,” kata Sarwo Edhy di Jakarta, Jumat, (5/7/2019).
Dia menyebutkan, pengadaan barang dan jasa untuk Alsintan pra-panen dan pasca-panen dalam 4 tahun terakhir melalui e-catalog telah menghemat anggaran negara hingga Rp1,2 triliun.
Rinciannya, penghematan terhadap pengadaan Alsintan pra-panen, yaitu traktor roda 2, traktor roda 4 sebesar dan rice transplanter sebesar Rp1,096 triliun, serta penghematan pengadaan Alsintan pasca-panen, yaitu combine harvester sebesar Rp120 miliar.
Sebagai gambaran, pada tahun 2015 pengadaan traktor roda dua jika melalui lelang biasa harga mencampai Rp26 juta/unit, namun setelah menggunakan e-catalog harga alat tersebut hanya Rp23 juta/unit.
Begitu pula dengan traktor roda empat (35-50hp) pada pengadaan melalui lelang biasa, tahun 2015 harga mencapai Rp367 juta. Namun, setelah melalui e-catalog harga menjadi Rp326 juta. Penghematan ini juga terjadi pada pengadaan rice transplanter dan combine harvester.
“Harga rice transplanter sebelum implementasi e-catalog senilai Rp76 juta, sementara pada saat pemberlakuan e-catalog tahun 2015, harganya menjadi lebih murah, yaitu senilai Rp63 juta. Begitupun untuk combine harvester besar, dari Rp380 juta menjadi Rp337 juta,” tegasnya.
Dalam proses e-catalog, ungkap Edhy, terjadi negosiasi harga yang terekam jelas secara elektronik dan transparansi serta akuntabel. Semua pihak dapat mengawasi pengadaan dengan sistem e-catalog, karena sistem tersebut melalui Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Pertanian Presisi
Pengadaan Alsintan melalui e-catalog hal yang tepat dilakukan Kementan. Namun, diakui belum semua layanan mampu ter-cover dengan baik dalam sistem digital yang ada saat ini. Sistem e-catalog yang diterapkan Kementan ini telah membuktikan penghematan biaya belanja pemerintah hingga 40%.
Menurut Edhy, sistem tender elektronik yang telah dilaksanakan sejak tahun 2015 ini telah memberikan kinerja yang cukup baik dalam hal penghematan.
Kebijakan digitalisasi dalam pengadaan Alsintan ini turut berpengaruh terhadap peningkatan level mekanisasi pertanian di Indonesia. “Pada tahun 2014, level mekanisasi pertanian hanya 0,14. Pada tahun 2018 kemarin meningkat signifikan menjadi 1,68,” jelas Edhy.
Kementan telah menguji efisiensi lima Alsintan yang berbasis teknologi 4.0, yaitu autonomous tractor, robot tanam, drone sebar pupil, autonomous combine, dan panen olah tanah terintegrasi.
“Kelima, Alsintan berbasis teknologi 4.0 ini bila dibandingkan Alsintan konvensional meningkatkan efisiensi waktu kerja berkisar 51%-82%. Sementara efisiensi biaya berkisar 30%-75%,” tegasnya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, pemanfaatan Pertanian 4.0 dapat meningkatkan efisiensi waktu kerja dan efisiensi biaya secara signifikan, serta memberikan keuntungan bagi petani.
Amran mengatakan, mesin pertanian sudah bisa bergerak tanpa awak. Alsintan ini sudah memanfaatkan IT, mulai dari mesin pengolah lahan, drone penebar benih dan pupuk serta alat panen. “Dengan begitu, semua biaya menjadi lebih efisien, efektif, transparansi dan akuntabel,” katanya.
Amran menyebutkan kehilangan atau losses saat panen biasanya terjadi saat pemotongan, perontokan, pengeringan, dan diperhitungkan bisa mencapai 10%. Namun, panen dengan menggunakan combine harvester hanya 1% – 3%.
“Jauh sangat efisien dan menguntungkan petani. Efisiensi kerja dengan menggunakan Alsintan dapat terlihat dalam waktu kerja olah tanah yang biasanya bila manual butuh 320-400 jam/hektare (ha), kini dengan Alsintan hanya butuh 4-6 jam/ha atau 97,4% lebih efisien dan menghemat biaya kerja hingga 40% (hanya Rp1,2 juta/ha bila sebelumnya Rp2 juta/ha),” terang Amran.
Efisiensi waktu juga berpengaruh terhadap alokasi tenaga kerja yang akhirnya akan mempengaruhi efisiensi biaya. Berdasarkan uji yang dilakukan oleh Kementan, mekanisasi telah mampu menurunkan biaya produksi sekitar 30% dan disisi lain mampu meningkatkan produktivitas lahan 33,83%.
Dukungan terhadap upaya pemerintah mewujudkan Pertanian 4.0 datang dari Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Imam Santoso — yang juga sebagai Ketua Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Teknologi Pertanian Indonesia (FKPT-TPI). Dia menyebutkan, sektor pertanian harus sudah mengimplementasikan teknologi dalam proses pertanian dari hulu sampai hilir.
“Di era serba digital ini, sektor pertanian harus mulai menggunakan teknologi. Dengan teknologi semua akan menjadi efektif dan efisien,” katanya.
Begitu pula target yang dicapai akan lebih realistis, karena teknologi itu identik dengan presisi tinggi. Selain itu, untuk meningkatkan keberhasilan pertanian presisi ini perlu didukung juga oleh pengembangan agroindustri 4.0, yang mengintegrasikan hulu hilir secara efektif dan efisien.
Imam menyampaikan, pertanian presisi (precision agriculture) atau yang dikenal dengan precision farming, merupakan konsep pertanian berbasis teknologi yang kelak akan menghasilkan data untuk menentukan kegiatan kerja bercocok tanam yang efektif dan efisien. PSP