Menembak Burung Liar Tak Sesuai Ajaran Agama

dara-laut china (foto: burung indonesia)

Terus menurunnya populasi burung dan satwa liar di Indonesia sejatinya adalah kontradiktif di tengah masyarakat yang secara umum mengaku religius.

Menurut cendekiawan muslim Azyumardi Azra, masyarakat Indonesia kerap megaku paling relijius. Namun hal itu tidak terlihat pada praktik sehari-hari di lapangan. “Kalau sore di kampus, burung malah ditembaki,” kata Profesor di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu, di Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Azyumardi melanjutkan, di banyak Negara yang dikenal kurang relijius, satwa liar termasuk burung dan tupai malah bisa bebas berkeliaran di taman.

Azyumardi menyatakan hal itu saat menjadi pembahas pada bedah buku bertajuk “Konservasi Burung Air” karya Profesor Hadi S Alikodra.

Dia mengingatkan, Islam mengajarkan untuk menjaga kelestarian lingkungan, termasuk satwa liar dan berbagai keanekaragaman hayati. Hal itu harus benar-benar dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari.

Azyumardi mengingatkan soal ancaman kepunahan burung liar. Menurut dia, perlu dihidupkan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari untuk tetap menjaga kelestarian burung dan satwa liar lainnya.

Dalam bukunya Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Profesor Hadi S Alikodra mengungkapkan keberlanjutan burung air di Indonesia semakin terancam karena menjadi objek buruan para penangkap burung, habitat yang berubah atau tercemar sampah rumah tangga dan industri, dan akibat perubahan iklim.

Menurut Alikodra, untuk menjamin kelestarian burung pantai dan burung rawa perlu implementasi konservasi secara tepat dan dan rasional untuk melindungi lahan basah secara keseluruhan. Dia mengingatkan lahan basah yang merupakan habitat burung air memberi jasa lingkungan yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia dan pembangunan berkelanjutan. Sugiharto