Transtoto: Pembuatan ‘Kebun hutan’ Perlu Dilakukan Massal di Jawa

Transtoto Handadhari

Setelah mengalami musim panas dan kering yang panjang di tahun 2022-2023 lalu dimana suhu memuncak mencapai 45 derajad Celcius di wilayah penghasil terbesar kayu jati di Cepu, Blora, Jawa Tengah, dan terjadi juga di hampir semua lokasi termasuk dampak pengapnya udara yang masih terasa sampai di daerah perbukitan wisata omah elabu, Gunung Kidul, Yogyakarta yang aslinya sangat sejuk, kita selayaknya tanggap dengan aksi nyata.

Musim hujan yg telah datang menggantikan musim panas dan kekeringan yang panjang dan ditandai dengan banyaknya kebakaran semak, hutan jati dan lahan khususnya di Jawa membawa dampak temperatur bumi yang tinggi.

Ini juga bukan efek pemanasan global, atau karena kebijakan KHDPK yang konon khusus itu, yang banyak mengurangi hutan lindung. Tetapi adalah fenomena alam yang memang sulit dilawan.

Hamparan lahan ribuan hektar di daerah Cepu, Sambong, Cabak sampai Jepon, bahkan di sekitar areal wisata Bukit Serut nampak menyolok. Bahkan di sekitar Desa Karang Boyo tanah-tanah kering sangat luas mendorong suhu yang tinggi.

Dari penampakan tumbuhan buah yang tetap menghijau seperti mangga, klengkeng, jeruk, adpokat, rambutan, disamping rumput gajah dan pepohonan hutan, sangat dimungkinkan penghijauan “Kebun Hutan” yang produktif menghasilkan uang, oksigen dan kerindangan alam.

“Perlu dilakukanya pembuatan plot “Kebun Hutan” di lahan2 kosong khususnya di daerah perbatasan Jawa Tengah-Timur seperti Bojonegoro, dan sangat mungkin di luar Jawa terutama di lokasi2 langganan kebakaran hutan di daerah gambut, di Sumatera dan Kalimantan”, jelas Dr. Transtoto Handadhari, rimbawan KAGAMA yang mantan Dirut Perum Perhutani itu.

Menurutnya tanah merah disitu memberikan indikasi kesuburan yang cukup untuk membangun perkebunan kayu keras dan kedelai. Sedang di lahan-lahan krecuk seperti jenis grumusol sangat cocok untuk tumbuhan jati, pohon getah jaranan, glirisidia dan rumput gajah.

“Hanya di daerah minyak tersebut masih ada konflik peruntukan antara kepentingan penambangan minyak atau pengembangan hutan dan kebun”, tambahnya.

Tentu tidak mudah memutuskan kebijakannya. Namun pertimbangan terbaik selayaknya objektif tanpa melibatkan kepolitikan.

“Kesejahteraan masyarakat perlu didahulukan yang tetap berwawasan lingkungan hidup”, tegas Rimbawan ahli yang juga Caleg DPR-RI tersebut. ***