Indonesia merupakan lahan subur bagi banyak tanaman, termasuk tanaman yang bisa digunakan untuk pengobatan penyakit atau tanaman herbal. Sebuah hasil penelitian menyebutkan Indonesia saat ini memiliki sekitar 30.000 tanaman herbal.
Dari jumlah tersebut, baru sekitar 13.000 jenis tanaman saja yang telah dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan pengobatan pencegahan ataupun penyembuhan penyakit. Sedangkan 17.000 jenis tanaman lainnya dimanfaatkan dengan baik.
Selain itu, dari sekitar 13.000 tanaman yang sudah dimanfaatkan itu, penggunaannya juga baru dalam bentuk jamu yang sifatnya hanya preventif dan promotif. Tanaman-tanaman itu belum benar-benar digunakan untuk pengobatan atau herbal.
Di Indonesia, saat ini penggunaan untuk produksi obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka atau OHT yang sudah diuji klinis pada manusia baru sekira 500 tanaman herbal yang dimanfaatkan. Kategori obat herbal terstandar dan fitofarmaka tersebut merupakan obat yang levelnya kuratif atau bisa menyembuhkan.
Sampai saat ini di Indonesia baru memiliki delapan obat fitofarmaka yang sudah memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kondisi di atas tentunya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Apa yang terjadi di lapangan saat ini menunjukkan kalau sumber bahan baku untuk pengobatan banyak terdapat di Indonesia. Namun hal itu belum dimanfaatkan dengan baik.
Padhal, pengobatan dengan menggunakan bahan tanaman jauh lebih murah dibandingkan pengobatan dengan menggunakan baha-bahan kimiawi yang harganya mahal dan sebagian besar masih diimpor dari luar negeri.
Kita perlu mencontoh negara China yang pengobatan tradisionalnya dengan menggunakan berbagai macam jenis tanaman begitu berkembang dengan pesat. Pengobatan herbal itu tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat China saja, tetapi juga oleh masyarakat dari luar China.
Masih sedikitnya pemanfaatan tanaman herbal untuk OHT atau fitofarmaka di Indonesia antara lain dikarenakan investasi riset yang cukup besar dalam biaya dan memakan waktu yang lama. Untuk bisa mendapatkan satu fitofarmaka saja dibutuhkan penelitian sekitar delapan tahun.
Selain itu pihak industri belum banyak yang tertarik mengembangkan obat fitofarmaka karena belum masuk dalam Formularium Nasional (Fornas) sebagai syarat obat bisa digunakan pada pengobatan di Jaminan Kesehatan Nasional.
Untuk itu, semua pihak, baik dari sisi pemerintah, swasta maupun kalangan akademisi perlu mendorong peningkataan produksi dan penggunaan obat herbal di Indonesia.
Pemerintah perlu menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung kemudahan produksi dan peredaran obat herbal itu. Sementara kalangan akademisi diharapkan dapat terus menghasilkan teknologi atau penemuan baru dalam pembuatan obat herbal tersebut.
Dengan potensi pasar yang besar serta ketersediaan bahan baku yang menimpah di alam negeri, industri obat herbal di Indonesia diyakini akan dapat berkembang pesat.
Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) menyebutkan pertumbuhan kinerja produk herbal over the counter (OTC) bertumbuh subur atau sebesar 14% akibat permintaan konsumen akan produk yang hadir dari alam.produk herbal over the counter (OTC) mengalami pertumbuhan pasar yang pesat sejak 2011, yang rata-ratanya berkisar 13%-15%.