Petani diminta menjaga dan memaksimalkan saluran irigasi yang ada untuk mengantisipasi tanaman agar tidak terdampak kekeringan, mengingat musim kemarau sudah mulai dirasakan di beberapa daerah.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengapresiasi usaha petani Desa Kertosono, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo dalam menjaga lahan pertaniannya. “Dengan memaksimalkan saluran irigasi, para petani juga telah melakukan antisipasi terhadap ancaman musim kemarau,” katanya.
Menteri yang akrab disapa SYL ini mengatakan, para petani Purworejo tidak hanya memastikan produksi pertanian tetap berlangsung, tetapi mereka juga sudah turut menjaga ketahanan pangan.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy juga mengapresiasi langkah-langkah petani Purworejo. Menurut dia, salah satu cara terbaik untuk menghadapi musim kemarau adalah dengan memanfaatkan aliran irigasi. Namun, harus dipastikan juga sumber air untuk irigasi tidak bermasalah.
“Dengan demikian, pertanian tidak akan terganggu sepanjang kemarau dan produktivitas ikut terjaga,” katanya di Jakarta, Jumat (7/8/2020).
Selain irigasi, alternatif lain yang bisa dilakukan petani agar produktivitas pertanian tidak terganggu selama kemarau adalah membangun embung.
“Pilihan ini bisa dilakukan jika sumber air benar-benar sudah tidak mampu mengairi lahan pertanian,” tegasnya. Cara mengisi embung bisa dilakukan dengan memanfaatkan sisa air hujan atau sumber air lain.
Di Purworejo, Kelompok Tani Kertosari Desa Kertosono mengawal aliran air dari irigasi Kedung Putri. Dibantu Pemerintah Desa Kertosono, jaringan irigasi ini dibuat dengan aliran khusus dan menggilir air.
Hal ini dilakukan mengingat tanah sawah pun sudah mulai mengering dan pecah-pecah akibat semakin jarangnya hujan.
Kepala Desa Kertosono, Puji Upeni mengimbau warga betul-betul mengawal air agar semua areal sawah mendapatkan air. “Jangan berebut sehingga semua bisa panen dengan baik,” pesan Puji.
Waspada Kekeringan
Sarwo Edhy menambahkan, petani harus bisa memanfaatkan sumber air yang tersedia. Buat daerah yang masih musim hujan, manfaatkan airnya untuk pertanian.
Membangun embung, katanya, bisa menjadi solusi terbaik untuk daerah yang dilanda kemarau. “Prinsipnya, kita harus memastikan ketersediaan air untuk menghadapi musim kemarau. Embung bisa solusi yang tepat agar air tetap terjaga selama kemarau,” tegasnya.
Sementara itu, untuk daerah yang sumber airnya masih aman, dia menyarankan untuk bisa memaksimalkan saluran irigasi.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya menyebut bahwa 64% wilayah di Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Indra Gustari mengatakan, awal musim kemarau tahun ini tidak merata di beberapa wilayah Indonesia.
Hal ini terlihat dari pemantauan citra satelit sekitar 35% wilayah masih kerap diguyur hujan sampai memasuki bulan Juli. Daerah-daerah di Jawa, Bali, Nusa Tenggara sebagian besar sudah hampir 21 hari atau 1 bulan tidak mengalami hujan.
Bahkan, ada satu titik di Kupang itu sudah 70 hari tidak ada hujan.
Sebaliknya, lanjut Indra Gustari, beberapa wilayah justru menunjukkan anomali cuaca berkebalikan.
Indra mengatakan, hal itu berarti tidak semua daerah di Indonesia berada dalam periode kemarau. Daerah yang memasuki musim hujan di bulan Juli antara lain Maluku dan Papua bagian barat
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan hasil monitoring kejadian hari kering berturut-turut dan prediksi probabilistik curah hujan dasarian.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal, dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan, terdapat indikasi potensi kekeringan meteorologis hingga dua dasarian ke depan dengan status waspada hingga awas.
Untuk diketahui, per dasarian adalah 10 hari dalam waktu per bulan.
Dalam hasil monitoring tersebut, wilayah di Indonesia yang berpotensi mengalami kekeringan meteorologis dengan berbagai kategori di antaranya adalah sebagai berikut.
Kategori Wilayah Waspada Kekeringan
1. Bali: Kota Denpasar
2. Jawa Barat: Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Cirebon
3. Jawa Tengah: Kabupaten Demak dan Kabupaten Karanganyar
4. Jawa Timur: Kabupaten Blitar, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jember, Kota Surabaya,
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Probolinggo, dan Kabupaten Trenggalek
5. Maluku: Kabupaten Maluku Barat Daya, dan Kepulauan Tanimbar
6. Nusa Tenggara Barat: Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Utara
7. Nusa Tenggara Timur: Kabupaten Alor, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten
Manggarai Timur, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Ngada, Kabupaten Sumba Barat,
Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Timor Tengah Utara
Kategori Wilayah Siaga Kekeringan
- Bali: Kabupaten Buleleng
- DI Yogyakarta: Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Sleman
- Jawa Tengah: Kabupaten Jepara, Kabupaten Klaten, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Wonogiri
- Jawa Timur: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Situbondo
- Nusa Tenggara Barat: Kabupaten Dompu, Kabupaten Kabupaten Bima, Kota Bima, Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat
- Nusa Tenggara Timur: Kabupaten Belu, Kabupaten Ende, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Kupang, Kabupaten Lembata, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Sedangkan kategori wilayah awas kekeringan di Indonesia diperkirakan akan terjadi di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kota Kupang.
BMKG mengimbau masyarakat serta pemerintah daerah yang wilayahnya telah disebutkan tersebut untuk segera melakukan antisipasi dampak kekeringan yang bisa terjadi pada beragam sektor. Di antaranya sektor pertanian, dampak kekeringan dapat menyebabkan berkurangnya pasokan air pada lahan pertanian dan sektor lingkungan yang bisa meningkatkan potensi kebakaran hutan dan lahan, serta berkurangnya sumber air untuk kebutuhan rumah tangga. PSP