Mewaspadai Penurunan Nilai Tukar Petani

Sektor pertanian masih menjadi sektor yang diprioritaskan pertumbuhannya oleh pemerintah. Untuk menggenjot sektor pertanian, pemerintah bahkan memberikan dana  yang besar bagi kementerian atau lembaga negara yang berkaitan dengan pertanian.

Upaya menggenjot sektor pertanian memang suatu keharusan. Pasalnya, saat ini Indonesia masih harus mengimpor produk-produk pertanian dari berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat di dalam negeri akan produk hasil pertanian.

Jika sektor pertanian bisa digenjot pertumbuhannya, maka otomatis produksi yang dihasilkan akan mengalami peningkatan pula sehingga bisa memenuhi kebutuhan nasional.

Upaya peningkatan produksi hasil pertanian memang telah menunjukkan hasil. Misalnya  di komoditas padi. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan kalau produksi padi nasional mencapai angka tertinggi selama Indonesia merdeka. Dia merujuk pada  angka ramalan II (Aram II) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), dimana produksi padi tahun ini mencapai 79,141 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 4,96 % dibandingkan tahun lalu.

Amran menjelaskan, kenaikan angka produksi padi melanjuti tren peningkatan produksi padi selama dua tahun terakhir. Dibandingkan 2014, pada 2015 produksi padi meningkat 6,37 % dari 70,846 juta ton menjadi 75,398 juta ton. Begitu pun produksi jagung yang meningkat 3,17 % dari 19 juta ton pada 2014 menjadi 19,6 juta ton pada 2015. Untuk jagung, diperkirakan produksinya akan mencapai 23 juta ton di akhir 2016.

Menurut Mentan, keberhasilan upaya peningkatan produksi padi dan jagung membuat pemerintah tidak melakukan impor beras di 2016 dan impor jagung turun sampai dengan 60 %. Pada tahun ini juga pemerintah tidak melakukan impor bawang dan cabai.

Sebelumnya, pemerintah merencanakan untuk mengimpor jagung sebanyak 2,4 juta ton untuk kebutuhan pakan ternak pada 2016. Impor itu akan direalisasikan secara bertahap sebanyak 200.000 ton setiap bulan.

Pencapaian yang terjadi pada komoditas padi dan jagung memang patut kita hargai. Namun, peningkatan produksi itu juga harus diiringi dengan peningkatan nilai tukar petani (NTP) di dalam negeri.

NTP merupakan indikator proxy kesejahteraan petani. NTP juga merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani  dengan Indeks harga yg dibayar petani.

Jika NTP  lebih besar dari 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.

Yang harus diperhatikan, NTP  pada bulan Nopember lalu mengalami penyusutan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di 33 provinsi di Indonesia pada November 2016, NTP nasional turun 0,4% dibanding NTP Oktober 2016. NTP November tercatat sebesar 101,31, lebih rendah dari bulan Oktober yang sebesar 101,71.

Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan NTP yang terjadi hampir di seluruh subsektor. Catatan BPS, NTP tanaman pangan turun 0,4%, NTP hortikultura turun 0,02%, NTP peternakan turun 1,15%, dan NTP perikanan turun 0,03%. Sementara itu, hanya NTP perkebunan rakyat yang naik sebesar 0,03% dibanding bulan sebelumnya.

Meang NTP  masih di atas 100, namun pemerintah tertap harus mewaspadai terjadinya trend penurunan NTP ini. Jangan sampai peningkatan produksi tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan petaninya.