Ombudsman Bongkar Maladministrasi Pendataan dan Penebusan Pupuk Bersubsidi

Penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Investigasi Atas Prakarsa Sendiri, Selasa (29/11/2022) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menerangkan, pihaknya menemukan maladministrasi pada pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi. Hal tersebut disampaikan pada acara penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Investigasi Atas Prakarsa Sendiri, Selasa (29/11/2022) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.

Terkait dengan Maladministrasi, terdapat kegagalan penyediaan data penerima pupuk subsidi yang valid, pemaksaan alat tebus hanya menggunakan kartu tani, masih terdapat kios pengecer yang melakukan penyaluran tidak sesuai prosedur, tidak optimalnya pendistribusian kartu tani sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK), serta belum adanya pengelolaan pengaduan terkait permasalahan Kartu Tani.

Maladministrasi tersebut merupakan hasil temuan dari rangkaian pemeriksaan oleh Ombudsman RI pada 25 Oktober hingga 25 November 2022. Sebelumnya, Ombudsman telah meminta keterangan langsung dari beberapa pihak terkait, permintaan keterangan tertulis dinas pertanian provinsi dan kota/kabupaten. Serta pemeriksaan lapangan terhadap sejumlah petani, kelompok tani, pengecer, penyuluh pertanian, dan dinas pertanian di enam kabupaten, yakni Bandung Barat, Pangandaran, Cilacap, Wonogiri, Ponorogo dan Pacitan.

“Ombudsman menemukan permasalahan pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi. Pada pendataan, kami temukan terbatasnya jumlah SDM penyuluh pertanian menjadi masalah dominan diikuti dengan keterbatasan kompetensi penyuluh dan keterbatasan anggaran,” terang Yeka.

Selain itu, Ombudsman menemukan ketidakakuratan data dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK). Misalnya, masih ditemukan perorangan yang bukan petani namun terdaftar dalam e-RDKK, adanya data ganda petani yang  terdaftar dalam e-RDKK, data tidak mutakhir, petani kecil tidak terdaftar dalam e-RDKK, NIK petani di e-RDKK tidak sesuai data kependudukan, dan banyaknya data luas lahan yang homogen pada data e-RDKK.

Sedangkan pada penebusan pupuk subsidi, Ombudsman menemukan ketidaksiapan implementasi Kartu Tani secara serentak. Seperti belum optimalnya pendistribusian Kartu Tani serta belum siapnya infrastruktur pendukung seperti mesin EDC dan jaringan internet.

Ombudsman mencatat terdapat  12.548 desa yang belum memiliki jaringan infrastruktur digital atau sebesar 15 persen. “Sehingga kartu tani ini secara teknis belum bisa dilakukan secara serentak,” tegas Yeka.

Ombudsman memberikan Tindakan Korektif kepada Menteri Pertanian yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu 30 hari kerja setelah LAHP diserahkan. “Menteri Pertanian kami minta untuk memastikan validitas data petani penerima pupuk bersubsidi melalui optimalisasi peran penyuluh pertanian dalam melakukan pendampingan penyusunan RDKK oleh kelompok tani,” ujarnya.

Selain itu, Ombudsman juga mendorong peningkatan kapasitas penyuluh pertanian dan penambahan anggaran untuk menunjang pelaksanaan tugas penyuluh pertanian dan pemutakhiran data e-RDKK.

“Kami minta Menteri Pertanian dapat memastikan kebijakan penebusan pupuk bersubsidi yang memudahkan para petani, serta memastikan kebijakan penebusan pupuk bersubsidi tidak hanya dilakukan menggunakan Kartu Tani, selama Kartu Tani dan sistem pendukung lainnya belum tersedia di seluruh Indonesia,” ujar Yeka. ***

Atiyyah Rahma