Pasar Beras Genting Pasca Larangan Ekspor India

tumpukan beras di sebuah gudang di Gurgaon, India. Foto: Bloomberg

Enam minggu sudah India membuat pasar beras dunia gonjang-ganjing.

Eksportir beras terbesar di dunia ini telah membatasi seluruh varietas beras yang boleh diekspor, sehingga memicu kepanikan banyak negara. Mulai dari Asia sampai Afrika Barat. Produsen dan eksportir beras lainnya sudah mencoba menenangkan pasar bahwa pasok beras banyak. Namun, awan kecemasan tetap tak mampu hilang.

Harga beras di Asia sudah kembali mendekati angka tertinggi dalam hampir 15 tahun pada Rabu (30/8) setelah India mengambil kebijakan menahan perdagangan beras pratanak (parboiled) dan Basmati selama akhir pekan. Kedua jenis beras ini adalah dua varietas tersisa yang bebas dari larangan ekspor, di mana kebijakan larangan ekspor beras dimulai pada 20 Juli.

“Kenaikan harga beras selalu merugikan sebagian besar konsumen miskin,” ujar Prof. (emeritus) Universitas Harvard, Peter Timmer, yang mempelajari ketahanan pangan selama puluhan tahun. “Kekhawatiran yang paling besar saat ini adalah apakah Thailand dan Vietnam bakal mengikuti kebijakan India melakukan kontrol secara signifikan ekspor beras mereka. Jika itu terjadi, kita akan menyaksikan harga beras dunia tembus sampai 1.000 dolar AS/ton,” katanya seperti dikutip Bloomberg, Minggu (3/9).

Menakutkan, memang. Pasalnya, dengan harga 1.000 dolar AS/ton, berarti harga beras bisa mencapai Rp15.000/kg dengan kurs Rp15.000/dolar AS. Padahal, harga rata-rata beras patokan Thailand — kualitas butir patah (broken) 5% — pada 2022 masih 436,58 dolar AS/ton, demikian data Kamar Dagang Thailand.

Kekhawatiran terhadap masalah pasok memang bisa dipahami. Beras adalah makanan pokok miliaran penduduk dunia dan berkontribusi terhadap 60% asupan total kalori untuk orang-orang di sebagian Asia Tenggara dan Afrika. Harga patokan beras saat ini sudah mencapai 646 dolar AS/ton dan kondisi cuaca bisa mengguncang setiap saat pasar yang sudah panas ini.

Fenomena cuaca El Nino tahun ini mengancam terjadinya kekeringan yang bisa membuat puso tanaman di sejumlah sentra produksi beras di seluruh Asia. Thailand sendiri sudah mengeluarkan peringatan akan terjadi kondisi kekeringan pada awal 2024. Sejauh ini, kondisi produksi padi di China, produsen dan konsumen beras terbesar di dunia, nampaknya masih bisa lolos dari cuaca buruk. Namun sejumlah besar sentra produksi beras di India membutuhkan curah hujan yang lebat.

Langkah India melakukan pembatasan perdagangan dan ekspor beras sendiri bermuara pada masalah politik. Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi menghadapi Pemilu awal 2024 dan harga pangan yang tinggi bisa membuat para pemilih tidak akan memaafkan dan menghukum di kotak-kotak suara. Kebijakan pembatasan dan larangan ekspor punya banyak dampak.

Harga beras di ibukota New Delhi per 31 Agustus 2023 masih tetap lebih tinggi ketimbang satu tahun lalu. Tapi, sejak adanya larangan ekspor 20 Juli, harga bertahan tinggi di posisi 39 rupee/kg (sekitar Rp7.177/kg). Di seluruh India, harga beras sedikit meningkat. Namun, pembatasan perdagangan yang ditempuh India juga dilakukan oleh negara-negara lainnya.

Pemerintah Filipina pekan lalu dipaksa untuk melakukan kebijakan pembatasan harga untuk beras di seluruh negeri menyusul terjadinya kenaikan harga beras “yang mengkhawatirkan” di tingkat eceran dan adanya laporan penimbunan yang dilakukan pedagang.

Sementara negara-negara lain yang juga khawatir memilih menempuh jalur diplomasi.

Guinea mengirim menteri perdagangannya ke India, sementara Singapura, Mauritius dan Bhutan meminta New Delhi mengecualikan mereka dari larangan ekspor beras demi keamanan pangan — aturan yang memang dijadikan syarat oleh India saat menempuh larangan ekspor beras, bahwa ekspor beras bisa dilakukan jika ada permintaan pemerintah yang bersangkutan demi keamanan pangan.

Larangan ekspor beras India jelas jadi peluang emas buat Thailand. Beberapa pejabat kementerian perdagangan eksportir beras terbesar kedua di dunia ini diketahui melakukan roadshow ke sejumlah negara. Mereka diketahui melakukan kunjungan ke Filipina, Indonesia, Malaysia dan Jepang. Pesannya jelas: Anda mau beras, kami punya!

Sementara Vietnam juga menawarkan pasok ke pasar, di mana pada bulan lalu mereka mengatakan kemungkinan akan melebihkan target ekspor beras tahun ini. Langkah itu bisa dilakukan tanpa membahayakan keamanan pasok dalam negeri. Berdasarkan data bea cukai Vietnam, ekspor beras ke Indonesia meningkat pesat selama 7 bulan pertama 2023, sedangkan ekspor ke China juga lebih tinggi.

Namun, ambisi Myanmar untuk ikut mengeruk untung dari kondisi pasar beras dunia ambles. Federasi Beras Myanmar menyatakan penghentian sementara ekspor beras untuk meredam kenaikan harga di dalam negeri, sebuah usulan yang ditolak pemerintah. Sebelumnya, Federasi Beras Myanmar mengatakan, mereka bisa mengekspor beras lebih banyak.

Asosiasi Eksportir Beras Thailand diperkirakan bakal memperbarui harga beras kualitas broken 5% menyusul pertemuan mingguan yang dilakukan pada Rabu (6/9), dan kalangan investor pun akan mencermati harga beras patokan Asia itu untuk melihat apakah perlu bersikap tenang, atau khawatir dengan tren yang ada. AI