Pelaku Ekonomi Sirkular Menanti Insentif Pemerintah

Pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri pelaku ekonomi sirkular guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan mengatasi peningkatan limbah sampah di dalam negeri.

“Perlu insentif fiskal maupun non fiskal terhadap pelaku ekonomi sirkular,” ujar Sekjen Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budiono dalam Workshop Ekonomi Sirkular bertema “Peran Penting Ekonomi Sirkular Mendukung Industri Kimia yang Berkelanjutan’ yang digelar di Cilegon, Rabu (19/10/2022).

Menurutnya, kegiatan ekonomi sirkular bisa membantu pemerintah dalam mencegah peningkatan impor bahan baku petrokimia serta bisa mengurangi limbah sampah.

Dia mencontohkan besarnya kapasitas industri daur ulang di dalam negeri yang kini mencapai 2 juta ton per tahun. Namun karena adanya kesalahan dalam hal manajemen dan kebijakan, kapasitas yang bisa digunakan hanya sebesar 1,2 juta ton per tahun.

Padahal, volume sampah yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat maupun industri sangat besar yang jika tidak bisa ditangani dengan baik akan menimbulkan timbunan sampah di mana-mana.

Karena itu, untuk mendorong pelaku industri menerapkan ekonomi sirkular, antara lain dengan mengolah kembali sampah yang muncul menjadi bahan baku, Fajar meminta pemerintah memberikan insentif.

Harapan adanya insentif dari pemerintah juga dilontarkan  Legal, External Affairs & Circular Economy Director PT. Chandra Asri Petrochemical, Tbk (CAP). Edi Rivai.

Menurutnya, CAP telah mengembangkan pengelolaan sampah terintegrasi dengan mendorong penguatan kapasitas masyakarat melalui Industri Pengelolaan Sampah Terpadu – Atasi Sampah, Kelola Mandiri (IPST ASARI) di Cilegon.

“Implementasi IPST ini juga merupakan salah satu contoh nyata dari implementasi extended producer responsibilities (EPR) untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia yang juga sejalan dengan target pemerintah dalam mengurangi penumpukan sampah di TPA dan sampah terbuang ke lautan hingga 70 persen pada tahun 2025 melalui pendekatan ekonomi sirkular,” paparnya.

Agar kegiatan itu bisa diterapkan lagi dengan baik di daerah-daerah lainnya, dia mengharapkan dukungan insentif dari pemerintah, baik secara fiskal maupun dukungan teknis dari lembaga riset industri, yang dapat mendukung upaya-upaya IPST ASARI untuk dapat mandiri secara komersil, maupun secara teknis.

“Saat ini, ada banyak tantangan-tantangan teknis dan komersial seperti tingginya biaya operasional, dukungan teknis dari kepakaran bahan bakar minyak, dan lain-lain yang sangat dibutuhkan oleh IPST ASARI untuk terus bertumbuh secara mandiri,” paparnya.

Menanggapi permintaan itu, Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil I. Warsito mengatakan pemerintah akan membahas jenis insentif yang akan diberikan kepada industri pelaku ekonomi sirkular.

“Insentif yang diberikan itu bisa  fiskal atau non fiskal. Yang terpenting, hal itu saling menguntungkan baik untuk produsen dan masyarakat konsumen,” ujarnya.

Dia mengapresiasi komitmen CAP  untuk berinisiatif dalam pengelolaan sampah plastik berbasis sirkular ekonomi. Kami juga mengundang partisipasi aktif dari industri plastik lainnya untuk berkontribusi dalam pengurangan sampah plastik di Indonesia.

Warsito menyebutkan, berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SISPN) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per 19 Oktober 2022, total timbunan sampah pada tahun 2021 di 243 Kabupaten/Kota se-Indonesia mencapai 30,8 juta ton. Sebanyak 65,14 persen sampah tersebut sudah terkelola, dan sisanya 34,86 persen atau sekitar 10,7 juta ton sampah belum terkelola.

“Perlu juga adanya upaya mengedukasi ke masyarakat mengenai cara pengolahan sampah yang baik. Beberapa sektor industri telah menjalankan bersama dengan komunitas masyarakat, seperti yang sudah dilakukan oleh PT. Chandra Asri Petrochemical dengan masyarakat Cilegon,” paparnya.

Menurut Warsito, salah satu upaya pengelolaan sampah nasional adalah melalui pendekatan sirkular ekonomi, dengan konsep yang didasarkan pada prinsip pemanfaatan kembali untuk memaksimalkan nilai ekonomi dari barang-barang sisa konsumsi atau produksi. Langkah strategis ini juga dinilai dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat.Buyung N