Peluang Berkebun di HTI

Sektor kehutanan membuat terobosan maju untuk meningkatkan nilai kawasan hutan yang berpotensi meredam nafsu konversi. Kini, di kawasan hutan tanaman industri (HTI) terbuka peluang menanam berbagai komoditas nonkayu, mulai dari bahan pangan sampai bioenergi, melalui agroforestri.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menawarkan investasi menarik untuk bisnis nonkayu tanpa harus melepas status kawasan hutan. Lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.62 tahun 2019 tentang Pembangunan HTI, kini terbuka peluang menanam berbagai jenis tanaman yang tidak melulu penghasil kayu, salah satunya tebu.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1), jenis tanaman dalam pembangunan HTI meliputi tanaman sejenis maupun berbagai jenis. Nah, tanaman berbagai jenis ini bisa tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan dengan tanaman berkayu atau tanaman jenis lainnya. Peluang ada di tanaman “jenis lainnya” karena investor bisa menanam tanaman tidak berkayu, yang justru menjadi komoditas emas, seperti tebu. Apalagi, peraturan menteri ini juga berlaku di wilayah kerja Perum Perhutani di Jawa serta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di seluruh Indonesia.

“Ini merupakan kebijakan yang bagus jika bisa diterapkan dan kami mengapresiasinya,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), Setio Hartono kepada Agro Indonesia, Kamis (14/11/2019). Selama ini produsen gula mengalami kesulitan untuk mendapatkan lahan penanaman tebu.

Dia mengakui beberapa tahun lalu Kementerian LHK sudah menetapkan adanya kawasan yang bisa diperuntukkan bagi penanaman tebu. “Namun, kenyataan di lapangan, ternyata tidak mudah untuk menggunakan lahan tersebut. Ada sejumlah masalah yang menghambatnya,” katanya. Hambatan itu antara lain masih adanya kasus tumpang tindih lahan dan masalah lahan adat. “Akibat masalah-masalah itu, biaya yang kami keluarkan menjadi membengkak dan tidak ekonomis,” ucapnya.

Namun, dengan Permen P.62/2019 kesulitan itu kemungkinan bisa diatasi. Pasalnya, tanpa harus meminta izin baru, ada banyak konsesi HTI yang bisa digarap karena tidak berproduksi. Data Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), ada 292 unit izin HTI seluas 11,3 juta hektare (ha), dan hanya 147 unit yang berproduksi dengan mayoritas terkait industri pulp. Sisanya, terutama HTI pertukangan, malah mati suri.

Itu sebabnya, Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono menyebut Permen LHK P.62/2019 merupakan bagian dari strategi peningkatan usaha pemanfaatan hutan produksi yang dijalankan KLHK. “Permen LHK No P.62/2019 bertujuan mengoptimalkan produktivitas HTI. Juga untuk pembukaan lapangan kerja dan peningkatan ekspor,” kata Bambang saat pembukaan Rapat Kerja Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) di Jakarta, Senin (11/11/2019).

Dalam bahasa Guru Besar Kehutanan IPB, Dodik Ridho Nurrochmat, implementasi agroforestri di kawasan hutan bisa menaikkan nilai kawasan hutan dan meredam nafsu konversi. “Saat ini nilai lahan hutan rendah. Jika nilai lahan hutan ini rendah, maka ancaman konversi hutan untuk menjadi peruntukkan lain itu akan terus terjadi,” kata Dodik. AI

Laporan selengkapnya baca: Tabloid AgroIndonesia, Edisi No. 748 (19-25 November 2019)