Pemda Lampung Diminta Segera Terbitkan Perda LP2B

* Cegah Alih Fungsi Lahan

Derasnya arus investasi yang masuk ke Provinsi Lampung membuat lahan pertanian terancam. Kementerian Pertanian (Kementan) meminta pemerintah Kabupaten/Kota se-Lampung agar tetap mempertahankan luas lahan pertanian untuk menjamin ketersediaan pangan.

Kementan juga mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD se-Provinsi Lampung segera membuat peta geospasial lahan pertanian.  Pasalnya, dari 11 kabupaten di Provinsi Lampung, hanya Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki Perda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang dilengkapi peta geospasial.

Sesuai dengan arahan Kementan, Perda LP2B saat ini harus ada peta geospasial. Untuk itu, dalam penyusunan KAK kegiatan tersebut, Perda LP2B harus dilengkapi dengan peta geospasial.

Peta spasial LP2B Lampung Selatan terdiri terdiri dari 17 Kecamatan. Sumber data peta LP2B geospasial dari BIG sementara peta sawah Lampung Selatan dari Kementerian Pertanian.

Total luas sawah Kabupaten Lampung Selatan yang bakal masuk LP2B geospasial seluas 36.052 hektare (ha) dari luas lahan sawah Lampung Selatan seluas 45.575 ha.

Data numerik dan data BPS setelah draft Perda siap selanjutnya berkoordinasi dengan badan legislatif DPRD dan bagian hukum untuk selanjutnya di-Perda-kan.

Tahun 2019, BPN melakukan verifikasi luas LP2B di Kabupaten Lampung Selatan. Dalam melaksanakan verifikasi ini, BPN juga melibatkan penyuluh pertanian di Kabupaten Lampung Selatan.

“Hasil verifikasi BPN luas LP2B di Kabupaten Lampung Selatan adalah 36.482 ha. Hasil verifikasi BPN ini akhirnya kami pakai untuk sosialisasi Perda LP2B,” kata Bibit Purwanto, Kepala Dinas (Kadis) Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Lampung Selatan.

Hal yang sangat menggembirakan, saat ini file Peta LP2B sudah dipakai dalam proses investasi dan perizinan di Kabupaten Lampung Selatan. Setiap investor yang akan menggunakan lahan untuk investasi di Lampung Selatan harus dicek titik koordinatnya apakah masuk LP2B atau tidak. “Jika calon lokasi tersebut masuk dalam LP2B, maka perizinan tidak diproses lebih lanjut. Jika tidak masuk LP2B, maka proses perizinan dilanjutkan,” tegasnya.

Pengawalan Kementan

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo meminta agar perlawanan pada alih fungsi lahan dilakukan secara sinergi.  Pemda harus pro-aktif melakukan pencegahan secara optimal.

“Mengalihkan fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lainnya akan berdampak pada sisi negatif terhadap ketahanan pangan Indonesia. Selain itu, juga bakal membuat kesejahteraan petani menurun,” katanya, di Jakarta, pekan lalu.

Dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan, Kementan melakukan mengawalan verifikasi serta sinkronisasi lahan sawah dan penetapan peta lahan sawah yang dilindungi.

Kementan juga terlibat dalam pengawalan pengintegrasian lahan sawah yang dilindungi untuk ditetapkan menjadi Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B) di dalam Perda RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.

“Dengan demikian, UU 41/2009, Perpres Nomor 59 Tahun 2019 dan Peraturan turunannya dapat dilaksanakan lebih optimal,” katanya.

Ketua DPRD Provinsi Lampung, Mingrum Gumay mengatakan, pada 2013 DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B).

“Semangat kelahiran Perda ini adalah agar Lampung tetap menjadi lumbung pangan nasional dan menjamin lahan pertanian tidak berkurang,” kata Mingrum Gumay.

Mingrum mengatakan, Perda tersebut kemudian melahirkan 11 perda kabupaten/kota. Namun dia menilai, aplikasi perda tersebut berjalan lambat, sehingga masih ada empat kabupaten yang belum memiliki perda LP2B, yakni Pesawaran, Mesuji, Pesisir Barat, dan Lampung Barat.

“Kami mengapresiasi lahirnya Perda LP2B di 11 kabupaten dan kota, namun Perda itu saja belum cukup untuk melindungi lahan pertanian. Harus ditindaklanjuti dengan mengaplikasikannya ke berbagai peraturan terutama menyangkut perizinan investasi,” tegas Mingrum Gumay.

Saat ini, luasan lahan pertanian Lampung yang masuk Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Lampung mencapai 369.674 ha.

“Namun, tidak ada jaminan lahan itu bisa dipertahankan kalau tidak dilengkapi peta geospasial. Untuk itu, DPRD Kabupaten/Kota harus menganggarkannya di APBD agar penyusunan peta geospasial bisa dilakukan,” kata Mingrum.

Menurut dia, langkah yang dilakukan DPRD dan Pemkab Lampung Selatan yang mengaplikasikan Perda LP2B dalam perizinan investasi, layak diikuti. “Investor juga butuh kepastian hukum agar lahan yang dipakai tidak bermasalah di kemudian hari. Kehadiran Perda LP2B ini justru ingin melindungi petani sekaligus pengusaha yang ingin kepastian hukum,” katanya.

Akomodir Muatan Lokal

Berdasarkan data Agro Indonesia, pada November 2019, hasil rekapitulasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menetapkan bahwa ada 481 Kabupaten/Kota yang mendapatkan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

Penetapan itu sesuai dengan UU LP2B yang menahan laju alih fungsi lahan. Dari 481 kabupaten/kota, hanya sekitar 221 kabupaten/kota menetapkan LP2B dalam Perda RTRW dan 260 kabupaten/kota tidak menetapkan LP2B dalam Perda RTRW.

Rekapitulasi penetapan Perda tentang PLP2B pada waktu itu adalah 67 kabupaten/kota dan 17 provinsi. Sebagian besar Perda yang ditetapkan tersebut hanya menyalin pasal-pasal dari UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan No. 41/2009.

Jika disesuaikan dengan amanat UU 41/2009 memang disebutkan, penetapan LP2B cukup diintegrasikan dalam Perda RTRW, kemudian ditindaklanjuti dengan pengaturan yang lebih rinci dalam rencana detil tata ruang (RDTR).

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, jika Pemda kabupaten/kota tetap menyusun dan menerbitkan Perda PLP2B, diharapkan mengakomodir muatan lokal dan operasional yang disesuaikan dengan kebutuhan provinsi, kabupaten dan kota yang bersangkutan.

Menurut Sarwo Edhy, ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat mutlak dalam mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

“Apresiasi komitmen terhadap penyediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan kami sampaikan kepada semua pihak, termasuk kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, karena sudah mengupayakan Penetapan LP2B,” katanya.

Sarwo Edhy mengungkapkan, perlindungan LP2B tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor pertanian, tetapi hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan. Terkait dengan pengaturan jaminan ketersediaan pangan, telah diundangkan melalui UU 41/2009 beserta turunannya. Dalam peraturan tersebut diamanatkan agar ditetapkan KP2B, LP2B dan LCP2B dalam Perda RTRWN, RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota. PSP