Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi tahun 2015 ternyata menimbulkan masalah baru. Dengan dalih menghindari terulangnya kebakaran, perusahaan melakukan penanaman kembali di lokasi yang terbakar. Aksi ini dinilai menyalahi aturan karena bisa mengulang kebakaran. Buntutnya, pemerintah pun mencabuti tanaman akasia yang sudah berumur kurang dari setahun.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuat aksi langka dan berani. Tanaman akasia setinggi dada di lahan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Bumi Andalas Permai (BAP) secara simbolis dicabuti. Luas areal tanaman yang akan dicabuti sekitar 7.000 hektare (ha). Sementara, berdasarkan Rencana Kerja Usaha (RKU), BAP melakukan penanaman di areal seluas 26.000-27.000 ha.
Langkah pencabutan ini memang belum pernah terjadi. Apalagi, pencabutan yang dilakukan Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang dan Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio ‘Roy’ Ridho Sani itu terjadi di areal HTI yang legal. Dahsyatnya, yang dijadikan contoh adalah BAP, perusahaan pemasok bahan baku kayu raksasa, Asia Pulp and Paper (APP).
“Kami ingin tunjukan bahwa pemerintah serius mencegah pelanggaran yang bisa membuat kebakaran berulang,” tegas Awang saat menjelaskan aksinya kepada wartawan, Senin (13/2/2017). Apalagi, kata Awang, pencabutan tidak dilakukan tiba-tiba. Aksi itu merupakan tindak lanjut dari hasil monitoring spasial dan lapangan terhadap terhadap areal konsesi yang terbakar tahun 2015.
Lalu, apa yang dilanggar perusahaan? Ternyata, Peraturan Menteri LHK No P.77/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara Penanganan Areal yang Terbakar dalam Izih usaha Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi. “Peraturan telah mengatur bahwa pemegang konsesi dilarang melakukan kegiatan pemanfaatan hutan di areal kerja bekas terbakar,” papar Awang.
Itu sebabnya, Roy menegaskan akan menerbitkan sanksi administratif kepada PT BAP sebagai bentuk konsistensi penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan. “KLHK konsisten untuk melakukan monitoring dan pengawasan terhadap areal bekas terbakar, khususnya areal gambut, guna mencegah terjadinya karhutla pada areal rawan terbakar, dan konsisten dalam penegakan hukum yang tegas, seperti pemberian sanksi administratif atas pelanggaran di konsesi PT BAP ini,” kata dia.
Namun, aksi pencabutan dikritik keras Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Yanto Santosa. Dia melihat lahan HTI itu di hutan produksi yang memang untuk tanaman. Dia malah mempertanyakan jika memang lahan itu akan direstorasi. “Ini berarti akan ada perubahan fungsi lahan, perubahan RTRW (rencana tata ruang dan wilayah),” katanya.
Restorasi juga bukan perkatra mudah, dan lahan terbakar belum tentu rusak. “Lahan yang terbakar itu belum tentu rusak. Jangan mentang-mentang dunia lagi gandrung dengan konservasi, semua harus dikonservasi. Kalau menurut saya selama lahan itu masih bisa digunakan untuk berproduksi ya ditanami saja,” katanya. AI