Pengembangan Pangan di Lahan Rawa

Kementerian Pertanian berupaya terus meningkatkan produksi padi nasional. Setelah mencetak sawah baru, penggunaan benih unggul dan pemanfaatan alat mesin pertanian (Alsintan), kali ini giliran jutaan hektare lahan rawa yang digarap. Dari Desa Jejangkit, Kalimantan Selatan, pemanfaatan lahan sub-optimal ini dijadikan momentum optimalisasi pemanfaatannya demi Indonesia menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045.

Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 menjadi tonggak baru Kementerian Pertanian (Kementan) untuk terus meningkatkan produksi pangan, terutama beras. Tidak hanya untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, tapi juga berupaya menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Untuk itu, peningkatan produksi pun tidak cukup dengan pemanfaatan lahan sawah biasa, tapi juga memperluas ke lahan-lahan rawa pasang surut dan lebak, yang disebut juga lahan sub-optimal.

Ini keputusan menarik. Maklum, luas lahan sub-optimal yang cocok untuk budidaya pertanian ternyata sangat menjanjikan. Menurut pemetaan Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Kementan, dari total lahan rawa nasional seluas 33,43 juta hektare (ha), ada 9,53 juta ha yang cocok dibudidayakan. Namun, sejauh ini, pemanfaatannya baru 23,8% atau 2,270 juta ha. Sisanya sekitar 76,2% atau 7,26 juta ha belum tergarap. Lahan itu tersebar di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Jambi dan Lampung.

Kontribusi lahan ini untuk produksi padi juga tidak kecil, ternyata. Dari hitungan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, produktivitas padi lahan sub-optimal bisa mencapai 5 ton/ha. “Dengan lahan rawa sekitar 1 juta ha yang ada di Kalimantan Selatan dan dan Sumatera Selatan, bakal ada tambahan beras 8 juta ton/tahun jika ditanam 3 kali setahun dengan produktivitas 5 ton/ha,” kata Mentan.

Sejauh ini, petani di Kalsel hanya satu kali menanam padi selama 7 bulan. Produktivitas pun hanya 2,5-3 ton/ha. Padahal, berdasarkan pengalaman proyek percontohan lahan sub-optimal di Ogan Ilir, Sumsel, indeks pertanaman (IP) bisa sampai tiga kali setahun. Produktivitas awal memang 2-3 ton/ha, tapi meningkat menjadi 7 ton/ha pada musim tanam ketiga.

Untuk itulah, seiring peringatan HPS ke-35 yang digelar di Desa Jejangkit, Kalsel, Pemda Kalsel pun telah membangun percontohan pertanian terpadu lahan rawa seluas 750 ha dan diperluas menjadi 4.000 ha sesuai permintaan Mentan. Lahan rawa tersebut dikelola dengan teknologi irigasi modern yang bisa ditanami tumpang sari tanaman padi, sayuran, buah dan ikan.

“Kita punya rawa lebak dan pasang surut yang begitu luas. Ini akan menjadi basis produksi, dan cita-cita Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia pun bukan mustahil,” tegas Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Pending Dadih Permana. Ya, dari Desa Jejangkit ini, Indonesia akan menunjukkan keberhasilan memanfaatkan potensi lahan tidur, khususnya lahan rawa lebak, menjadi lahan pertanian produktif. Pengembangan lahan rawa pun jadi masa depan untuk mencukupi kebutuhan pangan. Semoga. AI