Pensiunan Kehutanan Bangun Bisnis

Ketua HPK 2020-2025, Ir Prie Supriadi MM

Bagi kalangan pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) nama Ir Prie Supriadi MM pasti tidak asing lagi di telinga. Pasalnya, pria jangkung tersebut sudah malang melintang di KLHK dan terakhir menjabat Inspektur Jenderal (Irjen).

Sosoknya yang tinggi dan berbadan besar seperti melengkapi tugasnya sebagai pengawas internal di lingkup KLHK. Apalagi dengan setumpuk pengalaman tugas di berbagai bidang dan daerah, maka sosok pria kelahiran Indramayu, Jawa Barat itu mudah beradaptasi dengan tugas-tugas sebagai pejabat yang bertanggungjawab soal penyimpangan dan pengawasan internal.

Prie demikian nama panggilannya, mengawali karir saat diterima menjadi PNS kehutanan tahun 1981, di Direktorat Bina Program, Ditjen Kehutanan yang saat itu masih bergabung dengan Departemen Pertanian. Namun Sarjana kehutanan lalu dipromosikan di NTB tahun 1986 pada Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA). Pengalamannya terus diuji. Ia sempat dipromosikan kembali ke Palu, Sulteng, serta sempat di Dinas Kehutanan  Sumatra Utara.

Mungkin keberuntungan atau sudah nasib, pindah-pindah tugas sudah menjadi langganan bagi Prie. Namun jerih payahnya mulai dilirik atasannya. Dari Medan, ia ditarik kembali ke pusat. Kali ini dipromosikan menjadi Inspektur Khusus Investigasi. Tugas yang mendapat sorotan karena biasanya tugas ini diberikan  langsung dari menteri.

Puncak karienya sebagai PNS KLHK akhirnya lengkap sudah. Pada 12 Juli 2013,  dia dilantik menjadi Irjen Kementerian Kehutanan hingga akhir pensiun tahun 2016.

Salah satu presentasi yang diukir sebagai Irjen adalah kebijakan pengawasan Itjen pada tahun 2015 yaitu audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu untuk mengawal capaian 13 program KLHK. Bukan itu saja, termasuk review laporan keuangan yang diarahkan untuk mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ketika itu.

Masih ada lagi tugas penting. Ketika awal penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, Prie ternyata juga termasuk pejabat yang harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan. Tim dibentuk berdasarkan SK Menteri LHK No: 24/Menhut-II/2015 tanggal 15 Januari 2015. Pelaksana Teknis tim ini diketuai oleh Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, Kementerian LH, Himsar Sirait, SH, dan Inspektur Jenderal Kehutanan, Ir. Prie Supriadi, MM.

Meski sudah purna tugas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), namun tampaknya tugas belum berhenti juga. Awal tahun 2020, Prie diminta untuk memimpin sebuah organisasi sosial yaitu Himpunan Pensiunan Kehutanan (HPK). Organisasi ini merupakan wadah bagi para pensiunan kehutanan. Untuk tahu lebih jauh bagaimana kiprahnya, berikut petikan wawancaranya dengan Agro Indonesia:

Organisasi yang Anda pimpin ini, biasanya jumlah pengurusnya sedikit dan ramping. Tapi di tangan  Anda, kini susunan pengurusnya membengkak jadi 40 orang?

Ya, itu betul. Jumlah pengurus HPK saat ini sebanyak 40 orang. Alasan kami, agar supaya organisasi ini cepat berkembang dan menjadi besar. Karena itu setiap pengurus yang dipilih memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Mereka juga punya skill masing-masing yang bisa diandalkan.

Jadi lewat keahliannya mereka akan dimanfaatkan. Apakah Anda tidak sadar bahwa mereka sudah pensiun. Mungkinkah bisa digerakan kembali semangatnya?

Heheee…  Meski sudah pensiun mereka punya semangat yang tinggi. Lagi pula mereka juga masih kelihatan sehat-sehat semuanya. Semangatnya masih 45. Malah ada beberapa yang baru pensiun. Berarti usianya baru 60 tahun. Mereka itu masih cukup sehat untuk dimanfaatkan keahliannya. Jadi arahnya kesana. Meski HPK sendiri dibentuk berjiwa sosial seperti menampung para pensiunan, namun kedepannya HPK harus bisa mandiri. Arahkan harus punya bisnis.

Maksudnya bisnis beneran seperti mengelola Hak Pengusahaan Hutan (HPH)  dan Hutan Tanaman Industri (HTI) serta bisnis kehutanan lain. Bukannya itu menyimpang dari sosialnya?

Bukan begitu. HPK ke depan tidak bisa mengandalkan bantuan dari luar atau rimbawan yang masih aktif. HPK harus mandiri. Untuk itu, kita ingin  mengembangkan usaha sendiri agar bisa menghidupi biaya untuk organisasi dan membantu tugas sosialnya.

Maka, HPK akan memanfaatkan keahliannya para pengurus yang kini dipilih. Nantinya HPK harus bisa membantu anggota yang sakit, atau yang membutuhkan bantuan dari kocek sendiri. Ini keajaiban sekaligus tantangan bagi pengurus HPK ke depannya.

Tujuan pembentukan HPK bukannya hanya sosial saja?

Kalau bicara sosial saja. HPK mati berdiri. Nggak bisa kemana-mana atau berbuat apa-apa. Untuk mencapai tujuan agar HPK menjadi organisasi menjadi rumah yang nyaman, aman, sejuk dan bisa dinikmati seluruh anggotanya di seluruh Indonesia, maka organisasi harus punya duit sendiri bukan mengandalkan orang lain. Lalu untuk mencari duitnya, maka HPK harus punya usaha sendiri. Begitu idealnya.

Program lain kepengurusan Anda?

Guna mewadahi pengembangkan bisnis yang dirancang tadi, sesungguhnya sudah memiliki koperasi. HPK sudah punya koperasi malah ada juga perseroan terbatas (PT). Jadi sebenarnya kita tinggal mendorongnya saja. Dalam waktu dekat ini, kami akan memetakan kira-kira usaha yang masih layak untuk dikembangkan dan menguntungkan serta disesuaikan keahlian yang ada pada para pengurusnya. Kalau cocok langsung lari.

Apa yang jadi prioritas utama pada kepengurusan HPK 2020-2025 yang Anda pimpin?

Berbicara soal prioritas. Sesungguhnya semua jadi priortias utama. Makanya begitu pengurusnya dilantik, langsung tancap gas. Kita mengembangkan program yang sudah disusun. Termasuk meningkatkan tali sirahturahmi, memupuk jiwa korsa, menguatkan kelembagaan organisasi. Meningkatkan kewirausahaan dan kesejahteraan para anggota.

Yang lain apa lagi?

Organisasi akan merealisasikan pembentukan perwakilan HPK di tingkat provinsi sehingga seluruh wilayah memiliki cabang. Saat ini masih ada 6 provinsi yang belum memiliki kantor perwakilan. Sebenarnya secara de jure sudah ada orangnya. Tapi secara de facto-nya belum resmi dibentuk.

Kepengurusan tingkat provinsi itu sangat penting adanya, sebab mereka akan melaksanakan seluruh program pusat hingga ke anggotanya. HPK daerah harus yang menjabarkan program di wilayah setiap daerahnya.

Apakah pembentukan HPK provinsi maksudnya untuk penguatan jiwa korsa rimbawan yang belakangan mulai lemah?

Kami harapkan demikian. Dengan tersusunnya HPK di tingkat provinsi, maka akan memudahkan dalam urusan inventarisasi anggota melalui registrasi. Anggota akan mudah berkomunikasi jika di tingkat provinsi ada perwakilannya. Malah bukan saja kepada anggotanya, tapi juga komunikasi dengan pemerintah daerah, BUMN dan BUMS. Termasuk bersilaturahmi antar anggota PHK dengan rimbawan yang masih aktif. Harapannya jiwa korsa rimbawan akan kembali dirasakan kalangan rimbawan sendiri. AI