Pentingnya Kehadiran Rumah Sakit Hewan 

Rumah Sakit Hewan Dinas Peternakan Jawa Timur

Oleh: drh. Ida Lestari dan drh Hastjarjo Fleuryantari (Bekerja di Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian)

Di kota-kota besar pada khususnya, masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan pribadi yang kemudian meluas dengan kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan. Tentunya hal tersebut harus didukung dengan hadirnya dokter hewan maupun klinik hewan atau rumah sakit hewan.

Kehadiran Klinik/ Rumah Sakit Hewan sangat dibutuhkan selain bagi pemilik hewan juga sebagai rujukan para dokter hewan muda ataupun para calon dokter hewan dalam menimba edukasi maupun melewatinya lewat praktik lapangnya sebelum meraih gelar profesinya. 

Di Klinik/RS Hewan bisa ditemukan kasus-kasus terkait penyakit hewan oleh para dokter hewan praktisi. Informasi penyakit hewan ini juga dibutuhkan oleh para peneliti yang membidangi penyakit hewan kesayangan khususnya, selain juga untuk dilaporkan kepada Pemerintah sebagai back up data base kasus penyakit hewan di lapangan

Di Indonesia, saat ini terdapat 12 perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kedokteran Hewan, baik Negeri seperti IPB University, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Udayana, Universitas Airlangga, Universitas Syiah Kuala, Universitas Brawijaya, Universitas Padjajaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Jambi, maupun Perguruan Tinggi Swasta seperti Universitas Wijaya Kusuma, Universitas Nusa Cendana, dan Universitas Pendidikan Mandalika.

Dari Perguruan Tinggi tersebut baru 6 saja yang sudah memiliki RS Hewan Pendidikan untuk para calon profesi dokter hewan. Sesungguhnya kehadiran RS Hewan akan merupakan suatu keunggulan tersendiri pada perguruan tinggi tersebut untuk mencetak dokter hewan profesional yang berkualitas. Saat ini RS Hewan Pendidikan (RSHP) yang sudah memberikan sarana pendidikan antara lain 1) RSHP IPB; 2) RSHP UGM, 3) RSHP Udayana, 4) RSHP Universitas Brawijaya; 5) RSHP Airlangga dan 6) RSHP Universitas Pendidikan Mandalika. Yang terdekat dengan Jakarta misalnya RSHP-IPB sudah berkiprah selama 15 tahun yang difasilitasi dan dipergunakan baik untuk kepentingan pelayanan kesehatan hewan, pendidikan profesi dokter hewan dan juga bagi layanan penelitian. 

Kehadiran RSH sungguh dibutuhkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi yaitu sebagai: a) Sarana pendidikan mahasiswa, D3, S1. S2 dan S3; b) Sarana pengabdian kepada masyarakat; dan juga c) Sarana tempat penelitian.

Sejatinya selain RS Hewan Pendidikan yang dimiliki oleh Fakultas Kedokteran Hewan suatu Perguruan Tinggi ada juga RS Hewan Swasta, dimana yang pertama kali ada di Indonesia yaitu RSHJ / Rumah Sakit Hewan Jakarta yang berlokasi di dekat Kebon Binatang Ragunan yang didirikan oleh Yayasan Sapta Nawami Bhakti pada tahun 1993. RSHJ ini merupakan realisasi salah satu program kerja Yayasan tersebut dibidang Kesehatan Lingkungan Masyarakat dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Selain RSHJ, sudah ada beberapa Rumah sakit Hewan Swasta milik perorangan lainnya yang berlokasi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang keberadaannya semakin tumbuh subur dan melaksanakan kegiatan praktik dengan jam penuh mulai pagi sampai malam, khususnya untuk memfasilitasi para penyayang / pemilik hewan kesayangan.

Bila diurut dari sejarahnya, titik tolak perjalanan sejarah dokter hewan Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1910 yaitu ketika pertama kali lulusan kedokteran hewan yang saat itu berasal berasal NIVS (Netherlands Indische Veeartsen School) berpindah ke Bogor yang kemudian mereka membuat jasa praktik dokter hewan. Jasa praktik dokter hewan ini meliputi praktik transaksi terapeutik (terapi) maupun praktik konsultasi kesehatan hewan. Praktik ini selain dilakukan oleh Dokter Hewan Praktik mandiri juga dokter hewan praktik bersama; klinik hewan, RS Hewan maupun Pusat Kesehatan Hewan atau lebih dikenal dengan Puskeswan.

Dari segi organisasi, profesi dokter hewan pertama Indonesia sudah ada sejak masa koloni kerajaan Belanda di tahun 1884 yang diberi nama Netherlands Indische Vereeniging voor Diergeneeskunde yang menangani berbagai wabah penyakit hewan, mulai dari wabah Rinderpest di tahun 1875, wabah SE dan Anthraks di tahun 1884, wabah Surra di tahun 1886, serta wabah PMK tahun 1887.

Berlanjut ke masa kolonial pendudukan Jepang, perhatian khususnya kepada Penyakit Hewan Menular telah dilakukan dengan sangat intens sehingga dibangun berbagai Fakultas Kedokteran Hewan di Indonesia. Hal ini terkait dengan peranan profesi veteriner (dokter hewan) yang bersifat universal yaitu mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui dunia hewan atau bisa juga diartikan bahwa kesehatan hewan dapat meningkatkan kesejahteraan manusia atau dikenal dengan semboyan “Manusia Mriga Satwa Sewaka”

Pada saat awal kemerdekaan RI, perkumpulan dokter hewan dengan nama Perhimpunan Ahli Kehewanan akhirnya didirikan, yang beranggotakan dokter hewan Indonesia dan dokter hewan Belanda yang menjadi tenaga pengajar di Fakulteit Kedokteran Hewan Universitiet Indonesia. Organisasi inilah yang kemudian pada saat kongresnya pertama di Lembang, Bandung tgl 9 Januari 1953 mendirikan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia.

Dilihat dari regulasinya, yaitu dari Peraturan Menteri Pertanian No 02 tahun 2010, RS Hewan merupakan tempat usaha pelayanan jasa medik veteriner yang dijalankan oleh suatu manajemen dengan dipimpin oleh seorang dokter hewan sebagai penanggung jawab, serta memiliki fasilitas untuk pelayanan gawat darurat, ruang isolasi, rawat inap, diagnostik dan laboratorium. Selain itu RS Hewan harus dapat menjadi rujukan bagi jasa pelayanan dokter hewan mandiri, klinik maupun Puskeswan.

Menurut data survei World Society for the Protection of Animal (WSPA), posisi Indonesia pada tahun 2011 memiliki hewan peliharaan jenis anjing sebanyak 8 juta ekor dan populasi jenis kucing sebanyak 15 ekor. Seiring waktu berjalan, selama kurang lebih 5 tahun populasi ini terus mengalami peningkatan yaitu populasi anjing di Indonesia meningkat 22% (peringkat ke 9 dari 58 Negara), sementara untuk populasi kucing peliharaan meningkat sebesar 60% (peringkat ke 2 dari 58 Negara) yang menunjukkan betapa banyaknya peminat/pecinta hewan peliharaan khususnya anjing dan kucing di Indonesia berdasarkan survei WSPA ini.

Namun tidak semua RS Hewan melulu menangani spesies hewan tertentu, seperti halnya RS Hewan Bantul menangani hewan besar dan hewan kecil. Sementara di Jakarta umumnya RS Hewan lebih melayani kepada jasa pengobatan terhadap hewan kesayangan mengingat pangsa pasar hewan peliharaan hewan di Indonesia mencapai 15.6% di Asia Tenggara. Bahkan Indonesia dinilai sebagai pasar potensial terhadap pertumbuhan sektor hewan peliharaan, dengan pertumbuhan hewan peliharan di Indonesia diperkirakan mencapai 7.1% hingga tahun 2020.

Hewan kesayangan yang biasa hadir di klinik/RSH antara lain: anjing, kucing, kelinci, hamster, reptil, burung dan ikan. Beragamnya hewan peliharaan yang diperiksa menandakan bahwa minat masyarakat untuk memelihara dan sadar mengenai kesehatan hewan peliharaannya cukup tinggi. Di kota-kota besar bahkan banyak perkumpulan pecinta hewan kesayangan seperti Pet Lovers, Cat Lovers (Indonesia Cat Association/ICA), Dog Lovers, PUG Indonesia Klub, Pecinta Kucing Liar (PKL), Ikatan Pecinta Reptil dan Amfibi Indonesia (IPRAI), Komunitas Pecinta Iguana (KPI) dan beragam klub/perkumpulan pecinta hewan kesayangan di Indonesia dengan tujuan perkumpulan masing-masing.

Di kota-kota besar para pecinta hewan kesayangan banyak dari mereka yang memiliki / memelihara hewan kesayangan dari jenis/spesies yang tidak biasa dipelihara seperti berbagai jenis ular, iguana, kelinci, hamster, kura-kura, berbagai jenis burung bahkan berbagai jenis ikan hias yang menjadikan pemiliknya merasa menjadi lebih tinggi status sosialnya dan tidak mustahil juga memungkinkan penyakit hewan akan menjadi lebih bervariasi, sehingga RS Hewan khususnya di Perguruan Tinggi sangat penting dan diperlukan kehadirannya di tengah masyarakat kita.

Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan Hak Asasi Manusia, mungkin masih banyak para “animal hobies” yang hanya menggunakan finansialnya untuk memelihara berbagai jenis hewan, namun belum mengerti akan adanya / pentingnya kesejahteraan hewan yang biasa dikenal dengan kesrawan yang bila diterjemahkan bahwa dalam memelihara hewan, maka hewan yang kita pelihara harus bebas dari rasa lapar dan haus; juga hewan peliharaan harus bebas mengekspresikan perilaku alami/natural mereka; selain mereka juga harus bebas dari rasa sakit dan penyakit (yang dalam hal ini pemilik hewan harus berkonsultasi dengan dokter hewan terkait hewan peliharaannya yang menunjukkan kondisi lesu atau tidak semestinya karena diduga kurang sehat). Ditambah pula hewan yang kita pelihara harus bebas dari rasa tidak nyaman karena gangguan sekitar mereka dan juga bebas dari rasa takut dan tertekan. Semua hal ini telah diatur dan tertuang pada Undang-Undang mengenai perlindungan hewan yang tertulis pada UU No 18 tahun 2009.

Umumnya manusia sebagai makhluk sosial yang paling tinggi sering melakukan kesalahan dengan mengutak atik / memanipulasi ciptaan Tuhan lainnya mulai yang berasal dari daratan, lautan, segala isinya seperti tanaman, hewan yang akan berakhir dengan maraknya bencana maupun terkait sakit penyakit.

Manusia senang bereksperimen dengan memanipulasi hewan peliharaannya misalnya dengan menyilangkan dengan hewan kesayangan yang mereka inginkan dengan tidak memikirkan efek sampingnya. Padahal manusia yang memiliki akal pikiran, sehingga sudah seyogyanya manusia berkewajiban menjaga isi bumi ini termasuk hewan agar menjadi serasi kehidupannya dan menjadi sahabat manusia dalam rupa hewan yang sehat, dibantu oleh tenaga Kesehatan khusus hewan (dokter hewan) yang mumpuni.

Kalau tenaga kesehatan biasa dinyatakan dengan dokter gigi, dokter manusia dengan spesialisasi masing-masing, maka untuk profesi dokter hewan agak menarik karena belum terlalu banyak pembagian profesinya dan semua harus dikuasai oleh seorang dokter hewan. Misal mulai dari penyakit umum, penyakit gigi, penyakit dalam, perlakuan anestesi, operasi bedah minor-mayor, gangguan reproduksi, masalah nutrisi, berbagai penyakit kulit, penyakit spesialis lainnya dari bayi, anak sampai dewasa termasuk konfirmasi penyakit di laboratorium, maupun dunia obat hewan bahkan sampai psikologi hewan/animal behaviour, hal ini semua harus diketahui oleh seorang dokter hewan. Belum lagi ditambah jenis spesies hewan yang sangat banyak dengan variasi kehidupannya masing-masing yang banyak yang harus dipelajari dari hewan daratan-lautan-udara sampai hewan liar (binatang buas). Maka tak heran sering dinyatakan dokter hewan lebih pintar dari teman seprofesi kesehatan lainnya, karena semuanya dilakukan oleh dokter hewan tanpa bisa melakukan komunikasi dengan pasiennya.

Mengingat banyak alasan mengapa seseorang memelihara hewan selain karena mereka adalah pecinta hewan, namun tidak jarang karena mereka sering merasa kesepian khususnya orang tua sehingga membutuhkan teman dan hiburan atau bisa juga penolong penjaga orang tua atau rumah khususnya anjing, maka kehadiran RSH sangat diperlukan. Apalagi terkait pengetahuan penyakit hewan kesayangan yang harus diketahui oleh pemilik hewan kesayangan, kebanyakan mereka hanya mengetahui penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia yang paling berbahaya adalah Rabies. Namun ada beberapa penyakit hewan (dari kuman yang diidap hewan yang sakit) dapat menularkan seperti parasit darah (toksoplasma, S.scabii); ektoparasit (kutu) bahkan cacingan. Oleh sebab itu kehadiran RS Hewan sangat diperlukan bagi masyarakat dalam pemberian edukasi ke masyarakat selain untuk bahan penelitian para peneliti dan sumbangsih data penyakit ke Pemerintah Daerah setempat mengingat manusia kehidupannya tidak lepas dikelilingi dengan hewan kesayangan mereka yang kerap sudah dianggap sebagai keluarga oleh masyarakat kini.***