Peremajaan Sawit Terganjal Status Lahan

Program peremajaan (replanting) tanaman kelapa sawit milik petani rakyat dipastikan meleset dari target. Bahkan, sampai November 2018, dana hibah yang disalurkan Badan Pengelola Dana Pungutan Kelapa Sawit (BPDP-KS) baru mencapai Rp390 miliar dari target Rp4,6 triliun. Status lahan yang tidak clear and clean menjadi hambatan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun dianggap lamban.

Peremajaan kelapa sawit rakyat, yang merupakan program prioritas pemerintah, ternyata tidak segampang yang diduga. Bahkan, meski dana hibah triliunan rupiah sudah tersedia, pelaksanaanya terkesan sangat lamban. Tahun 2018, contohnya. Dari target 185.000 hektare (ha) sawit rakyat yang akan diremajakan, sampai November 2018 realisasinya tidak sampai 10%. Hal yang sama terjadi pada pemanfaatan dana hibah untuk peremajaan.

BPDP-KS selaku penyalur dana program replanting mengatakan baru menyalurkan dana peremajaan kepada 7.121 petani dengan luas lahan sawit sekitar 15.500 ha. Jumlah itu bisa bertambah lagi karena Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Keuangan ini masih memproses 30 rekomendasi teknis (rekomtek) sekitar 4.000 ha lahan sawit rakyat.

“Jumlah lahan dan petani itu berdasarkan 50 rekomtek yang kami terima dari Ditjen Perkebunan (Kementerian Pertanian),” ungkap Direktur Penghimpunan Dana BPDP-KS, Herdrajat Natawidjaja, Jumat (14/12/2018). Dari luasan itu, dana yang telah dikeluarkan BPDP-KS sekitar Rp390 miliar atau 8,5% dari dana yang disediakan sebesar Rp4,6 triliun untuk luasan 185.000 ha.

Minimnya realisasi penyaluran dana hibah dari BPDP-KS ini memang sudah bisa ditebak sejak awal. Pasalnya, untuk dapat dana Rp25 juta/ha, petani harus punya legalitas lahan yang dijadikan kebun. Nah, dari sekitar 2 juta ha sawit rakyat yang sudah tua, banyak arealnya yang bermasalah alias mencaplok kawasan hutan. “Kebun sawit yang berada di kawasan hutan sesuai aturan Dirjen Perkebunan No. 29/2017 tidak akan mendapat rekomtek,” papar Herdrajat.

Pengamat hukum kehutanan, Sadino membenarkan kendala peremajaan sawit rakyat terutama terkait penguasaan dan kepemilikan lahan. Lahan yang tidak clear biasanya terkait dengan kawasan hutan. “Jika pemerintah mau program ini berjalan lancar, harus ada kebijakan yang dipercepat progresnya, seperti TORA (Tanah Objek Reforma Agraria). TORA bisa jadi solusi mempercepat replanting,” katanya.

Sayangnya, kata Sadino, Kementerian LHK terkesan lamban dan tidak mau mengeluarkan kebun dari hutan agar mereka yang tetap mengatur dan mengurusnya. Kementerian ini juga dinilai tidak cepat merespon kemauan Presiden. “Bahkan, terkadang regulasi yang dikeluarkan malah membelenggu Presiden,” tandas Sadino. AI