Perlu Redefinisi Peran Bulog

Pembentukan Badan Pangan Nasional sesuai amanat UU No. 18/2012 tentang Pangan sebetulnya akan memperkuat peran Bulog seperti saat badan ini pertama dibentuk, yakni sebagai penyangga pangan dan mensejahterakan petani. Namun, pemerintah seperti gamang dengan peran Bulog saat ini, seperti yang dikemukakan pengamat ekonomi pertanian IPB University, Bogor, Dwi Andreas Santosa. Berikut cuplikan wawancara AgroIndonesia dengan guru besar yang juga Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) ini.

Mengapa Badan Pangan Nasional tidak juga terbentuk?

Ya, kalau berdasarkan UU No.18 Tahun 2021 tentang Pangan harusnya November 2015 sudah dibentuk. Tapi barangkali ada tarik-menarik kepentingan di sana. Karena badan ini kan nantinya berada di bawah Presiden karena setingkat menteri. Dengan demikian, banyak kewenangan di kementerian lain yang terpangkas. Kementerian Pertanian jelas terpangkas. Kementerian Perdagangan, iya. Kementerian Sosial juga. Jadi, tarik-menarik kepentingan mungkin di sana, sehingga Presiden Jokowi belum juga membentuk badan tersebut. Dulu, waktu 2014 saya membantu (Jokowi, Red.) saat transisi pemerintahan, Presiden sudah minta bagaimana konsep terkait badan pangan nasional. Jadi, beliau sudah minta.  Kalau saja badan ini bisa terbentuk, luar biasa sekali.

Sekarang, Komisi VI DPR mendorong Bulog dijadikan badan pangan tersebut, menurut Anda?

Sebetulnya bukan Bulog. Dulu konsep awal itu, kami usulkan namanya Badan Otoritas Pangan yang berada di bawah Presiden dan punya kewenangan setingkat menteri. Sudah barang tentu lembaga ini jadi legislator juga, dalam arti membuat kebijakan. Lalu, Bulog sendiri tetap, yakni sebagai operator dari badan tersebut. Di bawah Badan Otoritas Pangan, Bulog justru kewenangan utamanya adalah sebagai penyangga pangan, mensejahterakan petani dan sebagainya. Jadi, bukan lagi badan usaha. Bulog mungkin kembali seperti masa lalu saat menjadi badan urusan logistik. Jadi, nanti ada dana dari pemerintah juga.

Jadi, harus lembaga baru, bukan Bulog?

Bukan. Bulog bukan untuk itu.  Tapi bentuk badan baru di mana Bulog berperan menjadi operatornya dari Badan Otoritas Pangan tersebut.

Bagaimana pembentukan BUMN kluster pangan yang tidak mengikutkan Bulog?

Mungkin Bulog memang tersendiri, karena kewenangannya agak lain dibanding dengan kewenangan BUMN lain.

Bulog makin habis perannya setelah rastra diubah?

Betul. Bulog sudah sama seperti perusahaan lainnya juga. Sehingga peran yang kita harapkan untuk membantu kesejahteraan petani, misalnya, agak sulit dilakukan saat ini. Karena Bulog harus hitung-hitungan bisnis juga saat ini. Jadi, benar-benar murni bisnis akhirnya. Upaya menjaga stabilitas harga pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, yang harusnya jadi dua fungsi utama Bulog, tidak bisa dijalankan.

Apa peran Bulog yang terbaik untuk saat ini?

Ya itu tadi. Dalam arti Bulog di bawah Badan Otoritas Pangan, di mana dia berperan sebagai operatornya. Dalam arti, saat ini memang perlu redefinisi peran Bulog. Kalau Bulog memang mau dijadikan badan usaha, ya sudah 100% jadi badan usaha, yang targetnya mendapat untung, sehingga tidak lagi dibatasi oleh harga pembelian pemerintah (HPP) dan sebagainya. Jadi dia bersaing betul di pasar dengan perusahaan-perusahaan beras besar lainnya. Dan Bulog akan jadi perusahaan beras terbesar se-Indonesia karena kapasitasnya kan 7-8 kali lipat lebih besar dari perusahaan beras swasta terbesar di Indonesia. Jadi, Bulog sudah tidak lagi diganduli oleh urusan macam-macam lainnya.

Saya nilai pemerintah agak gamang Bulog itu mau dibawa ke mana. Kalau Bulog dijadikan badan penyangga pangan seperti dulu, ya sudah pemerintah jangan hitung untung rugi Bulog. Karena tidak mungkin Bulog untung ketika beras harganya sangat tinggi dan dia disuruh menurunkan harga tersebut. Kemudian dia juga harus beli gabah/beras dari petani pada harga tertentu. Kalau namanya perusahaan, ya sudah lepas saja. Silakan bersaing dengan perusahaan swasta yang lain. Kalau masih dituntut menyangga pangan, pasti ada risiko sebagai badan usaha. Karena pasti akan ada loss juga di sana. AI

Serapan Beras Bulog Makin Susut

Tugas Perum Bulog dalam distribusi bahan pangan, khususnya beras, di tahun 2021 ini mengalami pengurangan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pangan ini tidak lagi berkontribusi dalam program bantuan sosial (bansos), atau dikenal sebagai bansos beras sejahtera (rastra). Hal itu terjadi setelah pemerintah menetapkan pemberian bansos secara tunai kepada keluarga penerima guna mencegah terjadinya korupsi dalam pemberian bansos.

Hilangnya keterlibatan Perum Bulog dalam program bansos itu berdampak pada pengadaan beras nasional. Sebelumnya, Perum Bulog mendapatkan tugas untuk mendistribusikan sekitar 2,6 juta ton beras untuk program rastra.

Menurut Direktur Perum Bulog Budi Waseso, dengan hilangnya kontribusi Perum Bulog dalam program bansos/rastra, maka nantinya BUMN ini hanya bertugas menyalurkan bantuan beras untuk bencana dan operasi pasar (OP).

Kehilangan pangsa pasar dari program rastra juga membuat kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP) menjadi menyusut. Diperkirakan, kebutuhan CPB tahun ini hanya sekitar 800.000 ton. volume itu sudah bisa dipenuhi karena di gudang-gudang Bulog, stok CBP yang ada hingga akhir Januari 2021 mencapai 950.000 ton.

Walaupun begitu, kehilangan pangsa pasar dan kelebihan stok CBD tidak akan membuat Perum Bulog langsung memangkas penyerapan beras nasional. Buwas berjanji pihaknya akan tetap melakukan penyerapan beras petani. “Kita tetap menyerap walaupun CBP kita terpenuhi,” ujarnya, pekan lalu.

Untuk menutupi kehilangan pangsa pasar dari program rastra, Perum Bulog kini berusaha menjadi pemasok beras bagi aparatur sipil nasional (ASN), TNI dan Polri. BUMN ini ingin kembali menjadi pemasok beras untuk ASN, TNI dan Polri seperti yang dilakukannya pada era Orde Baru.

“Saya ingin Bulog kembali produksi beras untuk TNI, Polri, dan ASN seluruh Indonesia,” ujar Buwas.

Buwas mengaku telah belajar banyak dari pengalaman masa lalu. Untuk itu, agar bisa menarik kembali pangsa pasarnya di ASN, TNI dan Polri, beras yang akan diberikan adalah beras premium dengan kualitas terbaik.

Langkah itu telah membuahkan hasil di mana sejumlah perbankan nasional telah menjadikan Perum Bulog sebagai pemasok beras untuk karyawannya secara rutin.

RMP Modern

Untuk mendapatkan produk beras berkualitas, Perum Bulog akan memproduksi beras sendiri yang diklaim akan memiliki kualitas premium dengan harga medium. Untuk merealisasikan rencana tersebut, maka kini sedang dibangun 13 rice milling plant (RMP) modern di daerah yang menjadi produksi padi.

Selama ini, Bulog membeli beras mayoritas dari pihak ketiga. hal tersebut membuat bentuk dan kualitas beras di Bulog jadi bermacam-macam.

Pembangunan RMP modern di 13 wilayah produksi beras ini dengan tujuan Perum Bulog bisa menyerap seluruh hasil panen gabah dari petani di wilayah itu dan langsung diproses

Dengan adanya modern RMP nantinya akan membuat kualitas beras produksi Bulog jadi lebih tinggi, namun dengan cost yang lebih rendah lantaran produksi sendiri.

“Kalau dengan modern RMP, Bulog akan produksi beras sendiri dan pasti harganya lebih murah, karena bahan baku sama gabah di seluruh wilayah produksi gabah. Mesin yang kita bangun ini teknologinya bagus. Nanti begitu kita produksi, kita hanya produksi beras premium. Kita produksi beras premium harga medium karena cost produksi premium sama medium itu sama,” jelas Buwas.

Adapun kapasitas dari masing modern RMP nantinya akan berbeda atau tergantung dengan jumlah produksi di wilayah tersebut. Setidaknya, RMP modern nantinya dapat menyerap 10% dari produksi gabah di wilayah tersebut. “Kita harus bisa serap 10% dari produksi di wilayah itu. Jadi, kita bangun sebesar itu dengan harapan petaninya itu justru tidak lagi terbelenggu dengan tengkulak,” ujarnya.

Dari 13 modern RMP tersebut akan dilengkapi dengan fasilitas dryer atau pengering serta silo. Rencananya, setiap RMP modern akan dilengkapi dengan 3 silo, sehingga total akan ada 39 silo dengan kapasitas satu silo sebesar 2.000 tonOleh karena itu, satu RMP modern akan memiliki 6.000 ton kapasitas penyimpanan gabah.

Buwas menargetkan 13 RMP modern dapat terselesaikan di tahun ini. Namun, dia tidak menampik adanya tantangan, terutama di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini. Di antaranya adalah hambatan dalam ketersediaan SDM dalam pembangunan dan bahan baku.

“Ini persoalan-persoalan yang nggak bisa kita hindari. Oleh sebab itu, ada keterlambatan-keterlambatan, tapi saya memang tetap berusaha tahun 2021 ini harus sudah terbangun semuanya dan sudah operasional secara keseluruhan,” tandas Budi Waseso.

Terkait dana pembangunan 13 RMP modern, Buwas mengaku menggunakan dana penyertaan modal negara (PMN) yang ada pada tahun 2016 sebesar Rp2 triliun. Dari evaluasi akhirnya, dana tersebut diputuskan untuk pembangunan modern RMP pada 2021 ini.

Perum Bulog juga tengah melakukan orientasi ulang fokus bisnisnya dengan memperluas akses pasar sekaligus mendapatkan profitabilitas tanpa mengabai penugasan dari pemerintah.

Dengan perubahan itu, Perum Bulog akan fokus membangun networking atau jaringan di berbagai level yang diperlukan. Dengan begitu, Perum Bulog akan mendapatkan loyalitas dan kepercayaan dari mitra maupun konsumen dengan memberikan produk yang berkualitas kepada mereka.

Menurut Buwas, Bulog akan menguatkan sisi hulu dengan melakukan pembinaan petani dan pola kegiatan on farm, sedangkan di sisi hilir melakukan pembinaan jaringan sahabat RPK dan e-warung serta memperkuat e-commerce dan pasar modern.

Selain  itu,  inovasi diversifikasi pangan pun akan lebih sering dikembangkan mulai dari produk sagu, tepung tapioka, dan beras jagung analog serta komoditas lainnya. B Wibowo