Perlukah Penerapan ISO di Lingkup Pemerintahan?

Ilustrasi manajemen pekerjaan (pixabay)

Oleh:  Ida Lestari dan Dewa Yoga (Bekerja di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan/PKH Kementerian Pertanian)

ISO atau Organisasi tingkat Internasional yang bergerak untuk standarisasi (International Organization for Standardization) sudah banyak kita kenal dan diaplikasikan di seluruh Organisasi dunia (termasuk Indonesia) dengan berbagai peruntukannya. Penggunaan Standar Internasional ini khususnya guna peningkatan mutu suatu Organisasi dalam rangka mengukur kredibilitasnya khususnya dalam mengikuti persaingan global. Pastinya, Organisasi yang menerapkan ISO akan menjamin kualitas (mutu) dari produk atau jasa yang ditawarkannya dalam rangka peningkatan kepercayaan pelanggan. Menerapkan ISO artinya sama juga dengan membuat standar yang terus dimutakhirkan yang menjadi pedoman dalam operasional kegiatan pelayanan yang disuguhkan oleh Organisasi tersebut. Bila diartikan lebih luas, Organisasi tersebut lebih bergantung kepada sistem pelayanannya dan bukan bergantung kepada orangnya. Artinya Organisasi boleh saja memiliki sumber daya alat (SDA) atau sumber daya manusia (SDM) yang berganti-ganti, namun mutunya harus dan akan tetap sama serta terjaga karena Organisasi ini menerapkan ISO sistem jasa pelayanan yang sudah terukur/teruji kualitasnya.

Beberapa standar Internasional yang banyak digunakan dalam peningkatan sistem manajemen mutu suatu Organisasi adalah ISO 9001 yang menetapkan persyaratan untuk Sistem Manajemen Mutu yang diterbitkan pertama kali tahun 1986 oleh ISO (Badan Internasional) yang beranggotakan lebih dari 160 Negara. Sejak pertama kali diterbitkan, ISO 9001 ini pernah direvisi (up-date) dengan perubahan minor (tahun 1994 dan 2008) juga perubahan mayor (tahun 2000 dan 2015) dimana versi ISO 9001 yang terkini adalah versi tahun 2015.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) selaku suatu Organisasi Pemerintah lingkup Kementerian Pertanian juga menerapkan ISO 9001 terkait Sistem Manajemen Mutu (Quality Management Systems) sejak tahun 2013. Dalam perjalanan pelayanannya, kreativitas Ditjen PKH tidak dibatasi, namun sedikitnya diatur dalam beberapa unsur seperti 1) Ruang Lingkup, 2) Acuan Normatif, 3) Istilah dan Definisi; 4) Konteks Organisasi; 5) Kepemimpinan; 6) Perencanaan; 7) Dukungan; 8) Operasional (SDM dan infrastruktur); 9) Evaluasi Kinerja (Audit); 10) Tindakan Perbaikan dan Peningkatan terus menerus dalam menjamin mutu pelayanannya. Selain itu juga menetapkan customer stake holder yang akan dilayani.

Pembuatan isu-isu internal/eksternal yang selalu dimutakhirkan serta memahami Analisa risiko (SWOT) selalu dilakukan secara periodik guna menunjang kelancaran operasional organisasi ini. Selain itu pembuatan metode kerja yang dipakai untuk acuan operasional kegiatan kerja harus ditetapkan. Hal ini untuk menghindari bila terjadi suatu kesalahan dalam tahap pelaksanaan kegiatan. Update dari metode/standar kerja terus dilakukan khususnya disesuaikan dengan kondisi perkembangan zaman. Misal sistem Pemerintahan yang biasa dilakukan secara bertatap muka namun karena kasus pandemi lalu dilakukan secara on-line via dengan zoom meeting atau berbasis pemutakhiran IT (Informasi Teknologi). Pembuatan analisis risiko juga secara rutin dilakukan agar Organisasi Pemerintah ini dapat berjalan mulus dalam menerapkan kegiatan yang sudah direncanakan serta menghasilkan output sesuai harapan, juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya hambatan/kendala yang tidak sesuai rencana semula.

Dalam menunjang continuous improvement (peningkatan Ditjen PKH yang berkelanjutan), suatu organisasi harus memiliki sistem corrective action yang biasa kita lakukan sebagai Monev (Monitoring dan Evaluasi) untuk menganalisa penyebab akar permasalahan dan melakukan tindak lanjut perbaikan terhadap akar penyebab masalah agar tidak terulang kembali di kemudian hari. Hal ini dapat dilakukan baik melalui program audit internal maupun eksternal. Semua kegiatan yang kita lakukan harus dikendalikan dalam bentuk recording/catatan berupa hard copy maupun soft file, yang mudah diakses mudah ditemukan sewaktu-waktu dalam waktu singkat untuk keperluan Analisis dan mampu telusur bila terjadi masalah.

Sejatinya penerapan ISO 9001 sebagai acuan dalam mengembangkan SMM (Sistem Manajemen Mutu) bukan merupakan hal yang ekslusif bahkan merupakan suatu kewajiban, namun kita dapat menerapkannya walau kita tidak berkeinginan disertifikasi, sehingga kita dapat menjamin peningkatan performa kinerja kita dan tetap eksis dalam kancah persaingan global. Ibarat kata, kita menganggap diri kita sudah hebat namun belum tentu bila dinilai oleh pihak luar.

Banyak orang beranggapan bahwa penerapan ISO akan membuat pekerjaan kita menjadi bertambah rumit serta memakan waktu, tenaga dan dana. Namun sejatinya justru penerapan ISO inilah yang akan sangat mempermudah operasional pelayanan yang kita tawarkan karena semua sudah diatur dalam suatu sistem standar Internasional.

Dengan adanya Perpres No 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi serta Instruksi Presiden No 10 tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Ditjen PKH yang membawahi 6 eselon 2 (Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak; Direktorat Pakan; Direktorat Kesehatan Hewan; Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan) telah menerapkan penggabungan SNI ISO 9001:2015 tentang Sistem Manajemen Mutu dengan ISO 37001:2016 tentang Anti Penyuapan (Anti-Bribery Management Systems) dan menjadikannya menjadi SNI ISO SMMAP 9001:2015 – 37001: 2016 tentang Sistem Manajemen Mutu dan Anti Penyuapan. Dalam mencapai visi Ditjen PKH berupa terwujudnya Kedaulatan dan Keamanan Pangan Asal Ternak, misi yang dilakukan antara lain meningkatkan akuntabilitas dan kualitas pelayanan publik dibidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dimana target utamanya adalah pelayanan prima yang tercermin dalam Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Dalam kaitannya dengan Anti Penyuapan, sejak tahun 2015, Ditjen PKH telah menerapkan pembangunan Zona Integritas menuju WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) sebagai instrumen pendukung sistem manajemen penerapan SNI ISO 37001:2016.

Dari hasil penerapan tersebut, Ditjen PKH telah berhasil mempertahankan 5 kali predikat WBK karena telah memenuhi kriteria manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik sehingga terbentuk Zona Integritas sebagai bagian dari Reformasi Birokrasi khususnya dalam pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. ISO 37001 sebagai suatu standar yang dirilis sejak tahun 2016 adalah mengatur tentang sistem manajemen anti penyuapan (SMAP). Diharapkan dengan memiliki sertifikasi bidang ini Organisasi dapat mengungkapkan komitmennya terhadap anti penyuapan (Anti-Bribery) yang secara tidak langsung Organisasi mengharapkan setiap stakeholder terkait juga dituntut menjalankan komitmen serupa. Mirip dengan ISO 9001, dalam penerapan ISO 37001 terkait Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) Organisasi sedikitnya harus melakukan beberapa unsur seperti: 1) Scope; 2) Normative Reference; 3) Term and Definition; 4) Context of Organization; 5) Leadership; 6) Planning; 7) Support; 8) Operation; 9) Performance Evaluation dan 10) Improvement.

Sesungguhnya, ISO 37001:2016 dapat dibangun secara terpisah namun bisa juga diintegrasikan dengan sistem manajemen lainnya misalnya dengan ISO 9001 atau dengan ISO 31000:2018 tentang risk management (manajemen risko) bahkan dapat juga diintegrasikan dengan Sistem Pengendalian Intern-Pemerintah (SPI-P) yang selama ini telah kita terapkan, khususnya Ditjen PKH yang telah menerapkan SPIP sejak tahun 2015, dimana SPIP sendiri terdiri dari 5 unsur (lingkungan pengendalian; penilaian risiko; kegiatan pengendalian; informasi dan komunikasi serta pemantauan pengendalian intern). Walaupun penerapan ISO bersifat sukarela (tidak wajib) namun penerapan ISO menciptakan daya saing tersendiri dan kepercayaan dari stakeholder terkait. Selain itu keuntungan penerapan ISO dari suatu Organisasi antara lain membantu

Organisasi menerapkan sistem manajemen mutu dan sistem manajemen anti penyuapan guna meningkatkan pengawasan kegiatan operasional. Bahkan juga memberikan jaminan kepada manajemen dan pelanggan maupun stake holders dan rekan bisnis lainnya bahwa Organisasi (Ditjen PKH) telah melaksanakan pengendalian anti penyuapan yang berstandar Internasional.

Bila mengamati berita di Medsos, isu yang banyak dibicarakan adalah terkait dengan praktik suap. Guna meredam berita medsos yang harus dipilah kebenarannya, penerapan ISO ini dapat membantu memberikan bukti kepada Institusi berwenang bahwa Organisasi kita yang telah menerapkan ISO telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah penyuapan. Dengan kata lain Organisasi ini memberi nilai tambah di mata masyarakat, karena telah menerapkan dan tersertifikasi ISO. Sehingga penerapan SMAP akan sangat membantu organisasi menetapkan, menerapkan, memelihara dan peningkatan program anti suap. Walaupun sertifikasi ISO 37001 bukan penjaminan suatu organisasi pasti tidak ada praktik suapnya, namun kepatuhan terhadap standar ini dapat menunjukkan langkah yang tepat bagi suatu Organisasi guna mencegah tindakan penyuapan. Selain itu setidaknya penerapan ISO 37001 akan membuat suatu Organisasi mengambil langkah-langkah preventif guna mencegah, mendeteksi maupun mengatasi penyuapan yang mungkin terjadi di lingkungan Organisasi.

Filosofi ISO yang dahulu menitik-beratkan pada apa yang kita tulis (standard) wajib dilaksanakan dan apa yang kita laksanakan semua sudah tertulis dalam standar metode kerja. Namun saat ini filosofi ini berkembang menjadi penerapan ISO harus membuat suatu Organisasi melakukan continuous improvement agar terus eksis dan siap bersaing dalam perkembangan persaingan global. Dalam perjalanan penerapan ISO, di lingkup Ditjen PKH, Satuan Kerja/Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah eselon-2 baik tingkat laboratorium maupun lapangan juga menerapkan ISO selain 9001 dan 37001 bahkan juga ISO 17025:2017 (tentang laboratorium penguji dan kalibrasi) maupun ISO 14001:2015 (tentang Sistem Manajemen lingkungan) yang juga dalam penerapannya banyak diintegrasikan satu dengan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa UPT tingkat lapangan/laboratorium dapat menunjukkan sistem pelayanannya yang bertaraf Internasional agar juga dapat berkompetisi memberikan pelayan primanya. Mengingat Organisasi Pemerintah (Ditjen PKH) telah menerapkan ISO maka kegiatan/unsur tahapan kerja ISO juga sewayahnya dimasukkan kedalam Penilaian kinerja PNS di Indonesia atau sebagai penilaian SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) tahunan. Khususnya unsur ISO seperti perencanaan, pedoman / rumusan teknis bidang keswan; operasional (surveilans; KIE, pengendalian penyakit hewan; pembebasan dan pemasukan/pengeluaran hewan dan produk dan media berisiko; pemantauan); kaji ulang, evaluasi, analisa risiko dan audit sangat melekat erat dengan pekerjaan tahapan ISO. Hal ini juga menjadikan kegiatan ISO juga dimasukkan kedalam butir-butir kegiatan jabatan fungsional RIHP (Rumpun Ilmu Hayati Pertanian).

Mestinya guna peningkatan citra Organisasi Kementan, akan lebih baik bila semua lingkup eselon-1 juga menerapkan ISO untuk meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat, mengingat produk layanan publik kita sudah teruji dan tersertifikasi sehingga meningkatkan kepercayaan publik kepada Instansi Pemerintah. Salam ISO! ***