Permintaan ekspor komoditas hortikultura khususnya pisang cukup tinggi namun Indonesia belum bisa memenuhi 100%. Pasalnya, permintaan pasar domestik pun cukup besar.
“Permintaan ekspor pisang saat ini masih banyak, akan tetapi ketersediaannya belum tercukupi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri. Bahkan untuk permintaan dalam negeri juga masih banyak, terutama sebagai bahan diversifikasi pangan,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Menurut Anton, nama panggilan Prihasto, banyak negara di Amerika Latin menjadikan pisang sebagai teman makan steak. Di Indonesia sendiri, di Sulawesi Selatan, bukan hal yang aneh pisang menjadi menu pokok.
Direktur Buah dan Florikultura Liferdi Lukman menyatakan ekspor komoditas hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, tanaman obat dan florikultura terus didorong.
“Ekspor 2019 menunjukkan pisang sebagai komoditas nomor tiga terbesar setelah manggis dan nanas. Perkembangan ekspor terbesar pada 2017 yakni hingga 7 juta ton,” katanya
Liferdi menyebutkan, kebijakan Presiden untuk menjadikan pertanian maju, mandiri dan modern yang menyesuaikan masa kini, semua dituangkan dalam Gedor Horti. Gedor Horti atau Gerakan Dorong Produksi Daya Saing dan Ramah Lingkungan Hortikultura, salah satunya mewujudkan pengembangan kawasan pisang yang diharapkan juga berorientasi ekspor.
“Sehingga semua elemen berkontribusi untuk meningkatkan produksi. Kawasan Gedor Horti pisang berfungsi juga program untuk diversifikasi pangan guna menurunkan ketergantungan terhadap konsumsi beras,” katanya.
Inovasi Teknologi
Kepala Balai Penelitian Buah Tropika, Ellina Mansyah mengatakan pisang memiliki potensi dan daya saing yang tinggi dalam mengisi pasar domestik dan ekspor. Inovasi teknologi berperan penting dalam peningkatan produksi pisang.
“Tahun 2018 pisang merupakan produksi buah terbesar di antara tujuh jenis komoditas buah lainnya,” katanya.
Dia menambahkan dalam hal konsumsi per kapita, Indonesia menduduki tempat tertinggi yakni 10 kg/kapita/tahun setelah pepaya dan jeruk.
Sementara dari sisi nilai ekspor, pisang menempati posisi nomor dua setelah nanas. Menurut dia, selain program peningkatan konsumsi per kapita, Kementan juga memiliki program lain yaitu peningkatan ekspor tiga kali lipat (GraTiEks).
Harapan peningkatan ekspor juga tak hanya untuk pisang segar, namun juga untuk produk olahan pisang. Indonesia masih meningkatkan kualitas, kuantitas, kontinuitas dan ketelusuran (4K).
Ellina juga mengingatkan pentingnya dukungan teknologi budaya, pengendalian OPT, penanganan pasca panen dan packing house serta penerapan praktik pertanian yang baik (GAP) untuk menjamin ketelusuran.
Ketua Asosiasi Pisang Seroja, Shohibul Fatah mengatakan, saat ini permintaan dan produksi pisang tidak sebanding. “Di lahan terkadang petani tidak hanya menanam khusus pisang saja, kadang dicampur dengan tanaman lain sehingga mengurangi produksi pisang itu sendiri,” katanya.
Shobibul menyebut salah keunggulan pisangnya adalah pupuk yang dihasilkan berasal dari ternak para petani. “Dengan demikian, hasil panennya terjamin berkualitas,” katanya. Jamalzen