Dalam kurun empat tahun terakhir, Kementerian Pertanian (Kementan) ternyata telah memanfaatkan teknologi alat dan mesin pertanian (Alsintan). Mulai dari seperti autonomous tractor, drone sebar benih, drone sebar pupuk granule, Alsintan panen olah tanah terintegrasi sampai penggunaan robot tanam.
“Capaian kita banyak yang melebihi target yang ditetapkan. Produksi gabah meningkat dan ekspor produksi pertanian naik tajam. Inflasi rendah dan PDB kita meningkat,” kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/6/2019).
Menurut dia, semua capaian tersebut tidak lepas dari penerapan pertanian 4.0 pada sektor pertanian. Penggunaan digitalisasi adalah jalan menuju persaingan antarnegara di dunia.
“Tidak mungkin kita bisa bersaing dengan negara lain tanpa menggunakan pertanian modern. Dari awal kita sudah melakukan digitalisasi seperti e-catalog. Dengan cara ini, harga juga turun dan terjadi penghematan anggaran,” tegas Mentan.
Amran mengatakan, dengan penghematan ini pemerintah bisa mendorong lebih banyak lagi penggunaan Alsintan ke seluruh indonesia. Ke depan, petani di pelosok desa tidak perlu menanam padi dengan cara lama yang masih tradisional.
“Jadi, ke depan menanam padi menggunakan drone yang bisa menghemat biaya sampai 60%. Artinya, jika dalam sekali tanam membutuhkan Rp12 juta, maka dengan alat modern drone cuma butuh Rp6 juta,” katanya.
Efisiensi tersebut mencapai 40% untuk pengolahan tanah, 20% untuk proses penanaman dan 28,6% untuk penyiangan. Selain itu, penggunaan mesin transplanter dengan metode tanam Jajar Legowo 2:1 juga sangat menghemat waktu, tenaga dan biaya produksi.
Lebih Hemat
Ketersediaan Alsintan dan level mekanisasi Indonesia telah meningkat. Jika tahun 2015 masih level 0,22 horse power (hp)/hektare (ha), maka tahun 2018 menjadi 1,68 hp/ha. Level mekanisasi negara maju seperti Amerika 17 hp/ha, Jepang 16 hp/ha sementara Vietnam sudah 1,5 hp/ha.
Mentan menyebutkan, modernisasi pertanian melalui berbagai alat teknologi juga sukses meningkatkan kesejahteraan petani, baik pada Nilai Tukar Petani (NTP) maupun Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP).
Dampak lain dari peggunaan mekanisasi ini mampu menurunkan biaya produksi sekitar 30% dan meningkatkan produktivitas lahan sebesar 33,83%. Walau begitu, harga yang diterima petani menurun (deflasi) akibat produksi melimpah.
Sekedar diketahui, inflasi bahan makanan mengalami penurunan terbaik dalam sejarah Indonesia. Tak tanggung-tanggung, angkanya mencapai 1,26% pada tahun 2018 dari 20,57% di tahun 2014.
Kondisi tersebut juga berdampak langsung pada menurunnya penduduk miskin di pedesaan hingga mencapai 13,20% di tahun 2018. Padahal, angka sebelumnya di tahun 2014 mencapai 14,17%.
Naik 500%
Berdasarkan catatan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, pemerintah telah memberikan bantuan Alsintan sekitar 720.000 unit dengan berbagai jenis. Jumlah itu diperkirakan naik hampir 500% dibanding sebelumnya.
Alsintan tersebut berupa rice transplanter, combine harvester, dryer, power thresher, corn sheller dan rice milling unit, traktor dan pompa air. Pada tahun 2015, bantuan Alsintan sebanyak 54.083 unit, tahun 2016 naik menjadi 148.832 unit.
Sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 82.560 unit, dan pada tahun 2018 sebanyak 112.525 unit. Tahun 2019, Kementan akan mengalokasikan Alsintan sebanyak 50.000 unit.
Alsintan tersebut berupa Traktor Roda dua (20.000 unit), Traktor Roda empat (3.000 unit), Pompa Air (20.000 unit), Rice Transplanter (2.000 unit), Cultivator (4.970 unit) dan Excavator (30 unit).
“Bantuan Alsintan itu merupakan terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Kita ingin dengan Alsintan mengubah mindset petani dari bertani secara tradisional ke modern. Kita juga ingin usaha tani menjadi lebih efisien,” kata Dirjen PSP, Sarwo Edhy di Jakarta, pekan lalu.
Sarwo mencontohkan, jika pengolahan lahan menggunakan tenaga manusia (cangkul), maka dalam 1 ha sawah diperlukan 30-40 orang, lama pengerjaannya 240-400 jam/ha, sedangkan biayanya mencapai Rp2-2,5 juta/ha.
Sementara dengan Alsintan (traktor tangan), hanya diperlukan tenaga kerja 2 orang, jumlah jam kerja hanya 16 jam/ha dan biayanya Rp900.000-Rp1,2 juta/ha.
Begitu juga saat panen. Jika menggunakan Alsintan hanya perlu 3 jam sudah selesai, sedangkan kalau menggunakan tenaga manusia perlu waktu 1 minggu.
Keuntungan lainnya adalah saat tanam bisa serentak, karena pengolahan lahan bisa cepat, sehingga petani bisa tanam 3 kali setahun. Kalkulasi pemerintah dengan mekanisasi dapat menghemat biaya produksi hingga 30% dan menurunkan susut panen 10%.
Mekanisasi juga menghemat biaya olah tanah, biaya tanam dan panen dari pola manual Rp7,3 juta/ha menjadi Rp5,1 juta/ha.
Untuk optimalisasi Alsintan, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan penyuluh terus memobilisasi penggunaan Alsintan agar bisa digunakan secara optimal oleh petani.
Mobilisasi Alsintan ke depan akan mendorong dan mendukung perubahan pola tanam dan produksi petani.
Guna memudahkan pengelolaan Alsintan oleh petani, Kementan melalui Ditjen PSP menggencarkan program pengembangan Pertanian Korporasi Berbasis Mekanisasi (PKBM). Program PKBM ini meliputi pembuatan gudang Alsintan, legalisasi struktur organisasi, pelatihan manajemen dan aplikasi UPJA Smart Mobile, dan penetapan petugas pendamping lapangan.
Kegiatan ini sudah ada percontohannya di lima lokasi, yakni Kabupaten Tuban (Jawa Timur), Sukoharjo (Jawa Tengah), Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara), Barito Kuala (Kalimantan Selatan) dan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan).
Berkat program mekanisasi, survei Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BB Mektan) Badan Litbang Pertanian, level mekanisasi pertanian Indonesia pun terangkat. PSP