Pestisida Berperan Penting Tingkatkan Produksi Pertanian

Kementerian Pertanian (Kementan) wajib mengatur perizinan, peredaran dan penggunaan pestisida. Pasalnya, pestisida punya peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani.

“Namun demikian, pestisida mempunyai risiko terhadap keselamatan manusia dan lingkungan. Itu sebabnya, pemerintah berkewajiban untuk mengatur perizinan, peredaran dan penggunaannya,” kata Plt. Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Rahmanto.

Rahmanto mengatakan, peran pestisida diperlukan dalam upaya pengendalian mutu hasil pertanian, gangguan hama (OPT) yang sangat kompleks dapat dicegah, diminimalisir atau dibasmi dengan pestisida.

“Untuk mengurangi penggunaan pestisida yang tidak terdaftar dan ilegal, maka pemerintah mengatur melalui Permentan  No. 43/2019 tentang pendaftaran pestisida,” tegasnya pada acara Musyawarah Besar (Mubes) ke-7 Asosiasi CropCare Indonesia tahun 2020 di Jakarta, Selasa (17/3/2020).

Dia menjelaskan, Permentan No. 43/2019 dimaksudkan untuk menjamin mutu dan efektivitas pestisida yang beredar, melindungi masyarakat dan lingkungan hidup dari pengaruh yang membahayakan, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan.

“Selain itu, memberikan kepastian usaha dan kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan produksi, pengadaan, penyimpangan dan peredaran,” tegasnya.

Dia juga menyebutkan, keputusan menteri tentang lembaga uji sudah selesai sejak 3 Januari 2020. SK itu telah dilakukan pembahasan tentang kriteria teknis dengan  instansi terkait dan asosiasi.

“Kami perlu melakukan pembahasan dengan asosiasi agar publik dapat melaksanakan secara profesional, efesien dan efektif,” ungkap Rahmanto.

Dia menambahkan, pihaknya telah mengakomodir tentang pestisida biologi terkait dengan batas minimal hasil uji mutu dan beberapa bahan aktif sesuai dengan SNI.

Rahmanto juga menyebutkan, Kementan mempermudah persyaratan pendaftaran pestisida alami. Misalnya, pengujian efikasi hanya dipersyaratkan satu unit saja. “Kebijakan tersebut untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya produk pestisida berbahan aktif alami/biologi untuk meningkatkan pertanian berwawasan lingkungan dan berkelanjutan,” katanya.

Untuk pestisida rumah tangga dan pengendalian vektor penyakit pada manusia juga telah dilakukan pembahasan terutama yang terkait dengan kriteria teknis, khususnya untuk bentuk formulasi yang tidak perlu dilakukan uji iritasi dan sensitisasi.

Komisi Pestisida

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy juga meminta Komisi Pestisida agar ikut mengawasi dan para pelaku usaha agar konsisten.

“Pestisida yang beredar di lapangan harus sesuai dengan komposisi yang didaftarkan. Jangan sampai setelah mendapat izin dan dikemas dalam botol dikurangi komposisinya. Kasihan petani, jangan merugikan petani,” ujar Sarwo Edhy.

Beberapa substansi perubahan di antaranya adalah tentang izin sementara — yang sebelumnya di Permentan 39 belum diatur, maka pada Permentan 43 tata cara permohonan ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Perpanjangan izin percobaan yang semula di Permentan 39 dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu 1 tahun, maka pada permentan 43 dapat diperpanjang 2 kali untuk jangka waktu masing-masing 1 tahun.

Sarwo Edhy menambahkan, penggunaan pestisida harus benar-benar sesuai dengan peraturan dan prosedur, sehingga manfaat yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan.

“Perbaikannya adalah kita mempercepat pelayanan dengan tidak meninggalkan azas kehati-hatian. Bagaimana pun, pestisida itu tetap harus ramah lingkungan. Kita juga ingin memperkuat kelembagaan di bidang pestisida,” kata Sarwo Edhy.

Sarwo Edhy mengatakan, pestisida palsu dan pestisida ilegal yang tidak diketahui mutu dan efikasinya sangat merugikan petani. Sebagai pengguna, petani sangat dirugikan karena harganya sama dengan produk aslinya tetapi kualitasnya rendah.

“Produsen pestisida juga dirugikan karena terkait hak kekayaan intelektual termasuk di antaranya paten, hak cipta, hak desain industri, merek dagang hak varietas tanaman dan indikasi geografis. Yang tidak kalah penting adalah dapat menghambat ekspor komoditas hasil pertanian sendiri karena dinilai terlalu banyak terpapar residu pestisida,” pungkas Sarwo Edhy,

Ketua Baru Crop Care

Sementrara itu, Sudradjat Yusuf terpilih menjadi Ketua Asosiasi CropCare Indonesia pada Mubes ke-7. Sudradjat menggantikan Joko Suwondo, yang sudah berakhir  kepengurusannya.

Seperti diketahui, Asosiasi CropCare Indonesia — yang sebelumnya bernama Himpunan Masyarakat Pestisida Nasional (HMPN) — didirikan pada tahun 2000. Karena menyesuaikan perkembangan bisnis anggota, HMPN berganti nama menjadi Asosiasi CropCare Indonesia pada tahun 2014.

Pergantian nama ini untuk mengakomodasi produsen/pemegang pendaftaran pupuk yang sebelumnya hanya beranggotakan produsen atau pemegang pendaftaran pestisida.

Sampai tahun 2020, Asosiasi CropCare Indonesia beranggotakan 66 perusahaan pestisida dan pupuk. Perinciannya 37 perusahaan mempunyai fasilitas pabrik/formulator pestisida dan/atau pupuk.

Tujuan Asosiasi CropCare Indonesia adalah menghimpun dan mengembangkan potensi perusahaan pestisida dan pupuk agar dapat berperan sebesar-besarnya dalam memajukan industri pestisida dan pupuk. Khususnya menunjang usaha dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa di bidang pertanian. Asosiasi CropCare Indonesia sebagai mitra pertanian dalam melaksanakan kegiatan senantiasa melakukan koordinasi dengan para anggota, pemerintah dan instansi terkait lainnya. PSP