Daerah Jangan Telat Input Data Kebutuhan Pupuk

Pemerintah melakukan alokasi pupuk bersubsidi sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), dan alokasi anggaran sesuai luas baku lahan sawah yang ditetapkan ATR/BPN.

Untuk itu, daerah diminta tidak telat input data kebutuhan pupuk. Hal ini penting karena jika data tidak diinput, maka petani tidak akan mendapatkan pupuk subsidi. Ini pula yang sering menimbulkan masalah di belakang hari.

Plt. Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Rahmanto mengatakan, alokasi pupuk berdasarkan isian RDKK. “RDKK sesuai potensi perencanaan tanam di masing-masing wilayah desa dan kecamatan, maka akan sangat menentukan ketepatan alokasi pupuk subsidi,” katanya, di Jakarta, pekan lalu.

Sebagaimana diketahui, RDKK adalah rencana kebutuhan sarana produksi pertanian dan alat mesin pertanian untuk satu musim/siklus usaha, yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani, yang merupakan alat pesanan sarana produksi pertanian kelompok tani kepada Gapoktan atau lembaga lain (penyalur sarana produksi pertanian dan perbankan), termasuk perencanaan kebutuhan pupuk bersubsidi.

Selain itu, tahun 2020 tidak lagi diberikan pupuk subsidi bagi pembudidaya ikan, yang pada tahun sebelumnya selalu mendapatkan pupuk subsidi. Kini, pemerintah fokus memberikan pupuk subsidi hanya bagi petani yang melakukan usaha tani bidang pertanian.

“Pembudidaya ikan di luar kewenangan Kementan. Tahun ini sudah tidak ada lagi alokasinya,” tegasnya.

Pendataan Distribusi

Rahmanto menegaskan, pendataan sudah dimulai sejak 2018. Hampir setiap bulan, sejak April 2019, pihaknya mengirimkan surat kepada dinas yang membidangi pertanian yang meminta mereka segera mengunggah (upload) data RDKK yang lengkap dengan NIK dan KK secara digital karena kebijakan 2020 hanya menggunakan data e-RDKK yg sudah diunggah.

Selain itu, adanya efisiensi dana yang disediakan untuk subsidi oleh pemerintah, memaksa Kementan harus membaginya secara proporsional. “Tahun ini dana subsidi pupuk sebesar Rp26 triliun, berkurang dibandingkan tahun lalu sebesar Rp29,5 triliun,” katanya.

Rahmanto menambahkan, penggunaan urea berlebih di Jatim melampaui tingkat optimal penggunaan urea. Hal ini memberikan dampak terbesar pada produktivitas, yang optimalnya berada pada jumlah 200-250 kg/ha.

Sedangkan penggunaan aktual oleh petani padi secara rata-rata 400 kg/ha. “Kelebihan dosis ini didorong oleh motivasi “kepuasan” petani melihat batang padi tumbuh subur dengan warna hijau mengkilap,” tambahnya.

Pengamat pertanian Universitas Gadjah Mada, Jamhari menilai, dengan sistem elektronik juga bisa meminimalisasi data ganda penerima bantuan pupuk bersubsidi tahun 2020.

Dia menilai wajar bila Kementan masih mengacu data nomor induk kependudukan (NIK) dan e-KTP untuk penerimaan pupuk bersubsidi. “Sebab (validasi) kebenaran data NIK dan e-KTP itu kan pada instansi lain,” ujar Jamhari.

Dia menjelaskan, data manual yang dijadikan rujukan Kementan untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi berpotensi melahirkan kecurangan. Dia menduga bisa muncul data ganda melalui validasi manual.

“Nanti malah ada pemilik identitas yang ganda. Jadi tidak merata pembagian pupuk subsidinya. Yang memvalidasi data kependudukan itu instansi pemeritahan lainnya,” ujar Jamhari.

Mencegah Duplikasi Penerima

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan, kebijakan e-RDKK guna memperketat penyaluran pupuk bersubsidi, sehingga tidak diselewengkan dan mencegah duplikasi penerima pupuk. Apalagi, mengingat alokasi pupuk bersubsdi untuk tahun 2020 berkurang menjadi 7,9 juta ton.

“Dengan berkurangnya alokasi pupuk bersubsidi, maka harus direncanakan dengan baik terkait penyaluran atau pendistribusiannya,” jelas Sarwo Edhy.

Data e-RDKK juga menjadi referensi bagi pembagian Kartu Tani yang akan digunakan untuk pembayaran pupuk bersubsidi. Melalui program tersebut, petani membayar pupuk subsidi melalui bank, sesuai dengan kuota dan harga pupuk subsidi.

“Distributor dan kios adalah kunci keberhasilan penyaluran pupuk bersubsidi agar bisa sampai ke tangan petani yang berhak sesuai dengan mekanisme yang ada, yaitu melalui RDKK,” jelas Sarwo Edhy.

Tidak hanya itu saja. Nantinya, untuk mendapatkan pupuk bersubsidi ini, para petani diharuskan memiliki kartu tani yang terintegrasi dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Kartu Tani tersebut berisi mengenai kuota yang sesuai dengan kebutuhan petani. Untuk jumlah kuota ini tergantung dari luas lahan yang dimiliki setiap petani. “Akan tetapi, kartu tani tidak bisa diuangkan dan hanya bisa dilakukan untuk penukaran pupuk saja,” tambahnya.

Mengenai jenis pupuk subsidi yang dimaksud tertuang dalam Pasal 3, yakni Urea, SP-36, ZA dan NPK dengan komposisi N:P:K = 15:15:15 dan 20:10:10. Semua pupuk tersebut harus memenuhi standar mutu Standar Nasional Indonesia (SNI). PSP