Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan kriteria penerima pupuk bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Selain itu, pengguna pupuk subsidi harus mampu meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman (provitas).
Tahun 2021 ini, alokasi pupuk subsidi sebesar 9,04 juta ton atau ditambah 1,5 juta liter untuk pupuk organik cair. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, petani penerima pupuk bersubsidi diharapkan bisa memaksimalkan bantuan tersebut.
“Target pupuk subsidi adalah meningkatkan produktivitas pertanian. Kami berharap petani penerima pupuk subsidi bisa memberikan dampak positif dari program ini,” katanya di Jakarta, pekan lalu.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Dirjen PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, pagu anggaran subsidi pupuk Rp25,276 triliun dengan volume 7,2 juta ton berdasakan Surat Menteri Keuangan No. S-1544/AG/2020. “Anggaran untuk pupuk subsidi mengalami penurunan dari sebelumnya. Karena berdasarkan rata-rata realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014-2018, diperlukan anggaran Rp32,584 triliun,” katanya.
Namun, Sarwo menegaskan kondisi ini tidak membuat Kementan diam. Sejumlah solusi dicari, di antaranya dengan menaikkan HET dan mengubah formula NPK dari 15-15-15 menjadi 15-10-12.
Dia menjelaskan, berdasar hasil penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian, struktur tanah Indonesia jenuh dengan unsur P dan K. “Oleh karena itu, kami bikin formulasi baru. Unsur P dikurangi 5 dan K dikurangi 3. Dengan sentuhan NPK formula baru ini akan berimbang dan tidak mengurangi provitas,” jelasnya.
Sarwo mengatakan, untuk pendistribusian pupuk bersubsidi akan dilakukan seefisien mungkin. Sebab, distribusi pupuk bersubsidi harus tepat sasaran berdasakan e-RDKK yang diatur kelompok tani.
Menurut dia, yang berhak mendapat pupuk bersubsidi adalah para petani yang mempunyai KTP, lahan maksimal 2 hektare (ha), masuk dalam kelompok tani, dan telah menyusun e-RDKK.
“Petani penerima pupuk adalah petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, tanaman hortikultura dan peternakan dengan lahan paling luas 2 ha,” katanya.
Pupuk juga diberikan untuk petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan pada perluasan areal tanaman pangan baru. Implementasi distribusi ini akan dilakukan secara bertahap dengan Kartu Tani (KT).
Untuk mengatasi keterlambatan penyaluran pupuk, misalnya, Kementan telah mengumpulkan para distributor untuk memberikan kemudahan kepada petani guna mengakses pupuk bersubsidi yang sudah tersuplai di tingkat kios, walau belum memiliki KT.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengancam para distributor agar tidak main-main dengan distribusi pupuk. Pasalnya, pupuk bukan hanya kebutuhan tanaman, tapi juga basis ketahanan pangan, terutama pada masa pandemi COVID-19 ini.
Sementara Sarwo Edhy pun menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam mendengar keluhan petani di sejumlah daerah mengenai keberadaan pupuk. “Kita sudah menyiapkan berbagai langkah dan strategi untuk mengamankan kebutuhan pupuk para petani. Salah satu upaya yang kita tempuh adalah melakukan re-alokasi pupuk subsidi tersebut,” tegasnya.
Dia menjelaskan, efektivitas penggunaan pupuk diarahkan pada penerapan pemupukan berimbang dan organik sesuai rekomendasi spesifik lokasi atau standar teknis penggunaan pupuk yang dianjurkan.
“Dalam penerapan pemupukan berimbang, perlu didukung dengan aksesibilitas dalam memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau,” ujar Sarwo Edhy.
Stok Pupuk di Kabupaten Ditambah
Sementara PT Pupuk Indonesia (Persero) pada musim tanam awal tahun ini terus memperkuat stok pupuk di gudang-gudang lini III atau gudang kabupaten di seluruh Indonesia. Langkah ini dilakukan supaya pendistribusian ke distributor dan kios-kios bisa lebih cepat memenuhi kebutuhan petani.
Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Gusrizal mengatakan, saat ini stok pupuk bersubsidi yang telah siap di gudang kabupaten secara nasional berjumlah 1.228.154 ton.
Saat ini terdapat 226.904 ton pupuk yang posisinya sudah di distributor dan kios. “Namun, angka ini tentunya sangat dinamis mengingat tingginya permintaan saat ini,” ujar Gusrizal di sela inspeksi gudang-gudang dan kios di wilayah Karawang, Purwakarta, dan Subang, Minggu (24/1/2021).
Karena itu, kata Gusrizal, pihaknya mendorong para distributor untuk mempercepat proses penebusan ke gudang agar kios-kios bisa segera menyalurkan pupuk ke petani. “Kami sudah menerbitkan surat untuk meminta distributor mempercepat penebusan,” katanya.
Dia menyebutkan, serapan saat ini memang sangat tinggi, terutama di wilayah lumbung pangan seperti Jawa Barat. Faktor kecepatan distribusi dari gudang ke distributor dan kios menjadi sangat krusial. Oleh karena itu, Pupuk Indonesia menjaga jangan sampai gudang di kabupaten ini kekurangan stok.
Wilayah dengan stok tertinggi saat ini adalah Jawa Timur sebesar 240.547 ton, disusul Jawa Barat sebesar 98.536 ton.
Adapun total rincian stok pupuk berdasarkan jenisnya terdiri dari 519.296 ton urea, 408.984 ton NPK, 105.786 ton SP36, 101.540 ton ZA dan 92.980 ton organik.
Faktor cuaca menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam distribusi pupuk pada awal tahun ini. Hal ini disebabkan kegiatan bongkar muat di gudang dan di kios butuh perhatian ekstra untuk memastikan kualitas pupuk dan keselamatan kerja yang menjadi prioritas Pupuk Indonesia.
Gusrizal juga mengingatkan bahwa sesuai Permentan No. 49 tahun 2020, petani yang berhak memperoleh pupuk bersubsidi adalah mereka yang tergabung dalam kelompok tani, sudah menyusun dan mendaftarkan dalam e-RDKK, dan di daerah tertentu, mempunyai KT.
Pupuk Indonesia dalam hal ini menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan alokasi dan dosis yang telah ditentukan oleh Kementerian Pertanian.
“Bagi yang belum memiliki Kartu Tani, asalkan dia terdaftar di e-RDKK, tetap kami layani secara manual. Selain itu, distributor juga sudah bisa lebih lancar menyalurkan pupuknya karena hampir 90% SK alokasi dari pemerintah daerah sudah terbit,” katanya. PSP
KTNA Terima Kenaikan HET Pupuk Subsidi
Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Jawa Barat menerima keputusan penyesuaian atau kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang ditetapkan pemerintah, asalkan petani tidak mengalami kelangkaan pupuk seperti pada tahun sebelumnya.
Ketua KTNA Provinsi Jawa Barat, Otong Wiranta menjelaskan, penyesuaian HET pupuk subsidi yang diatur dalam Permentan Nomor 49 Tahun 2020, juga mengatur tentang penambahan jumlah alokasi pupuk bersubsidi pada tahun 2021. “Mengenai adanya penyesuaian harga menjadi naik, kami dapat mengerti dan menerimaanya, daripada seperti tahun kemarin harga tetap tapi pupuk tersendat keberadaan alokasinya,” kata Otong.
Otong menilai, penambahan jumlah alokasi pupuk subsidi ini diharapkan cukup memenuhi kebutuhan petani dalam menunjang produktivitas pangan nasional.
Seperti diketahui, Permentan 49/2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 telah menyesuaikan harga pupuk bersubsidi. Dalam peraturan ini, harga pupuk urea yang semula Rp1.800/kg, naik Rp450 menjadi Rp2.250/kg, lalu pupuk SP-36 dari HET Rp2.000/kg naik Rp400 sehingga menjadi Rp2.400/kg.
Sementara itu, pupuk ZA mengalami kenaikan Rp300 menjadi Rp1.700/kg dan pupuk organik granul naik sebesar Rp300, dari yang semula Rp500/kg menjadi Rp800/kg. Hanya pupuk jenis NPK yang tidak mengalami kenaikan HET dan tetap Rp2.300/kg.
“Kenaikan itu karena ada penurunan anggaran 2021 sebanyak lebih kurang Rp4,6 triliun.,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhy dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV secara virtual di Jakarta.
Sarwo menjelaskan, pagu indikatif subsidi pupuk pada tahun 2021 sebesar Rp25,27 triliun dengan volume 7,2 juta ton. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp29,76 triliun dengan volume 8,9 juta ton.
Selain itu, kenaikan HET pupuk subsidi juga berdasarkan usulan petani melalui Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) kepada Kementerian Keuangan. Kenaikan HET ini merupakan salah satu upaya Kementan dalam menutup kekurangan anggaran pupuk bersubsidi tahun ini. Kementan mencatat kekurangan anggaran untuk alokasi pupuk bersubsidi secara rata-rata mencapai Rp7,3 triliun. PSP