Menurunnya jumlah petani, ditambah lesunya minat anak muda bergelut di sektor pertanian, membuat Indonesia yang dikenal sebagai negeri Agraris terancam kehilangan mimpinya mewujudkan kedaulatan pangan di masa mendatang. Istilah ijo royo-royo, dahulu sangat akrab kita dengar, bahkan kerap disandingkan dengan suburnya tanah negeri ini. Tidak sampai di situ, hijaunya bumi Indonesia pada masa itu juga membawa manfaat bagi masyarakat luas, melalui aneka hasil pertanian yang melimpah ruah.
Gambaran seperti ini, jika diaplikasikan pada masa sekarang, mungkin bakal sulit membayangkan. Karena sejauh ini, untuk seukuran negara agraris, justru masyarakat kita sering sekali dihadapkan pada persoalan yang menyangkut ‘perut’. Bisa dikatakan, kendala seputar isu pangan mulai dari kelangkaan komoditas hingga soal harga yang membubung tinggi, sudah menjadi permasalahan yang ‘lumrah’ terjadi di kalangan masyarakat kita.
Jika ditelusuri akar dari permasalahan ini, sebenarnya ada banyak hal mendasarinya. Dan perlu difahami pula, permasalahan tidak semata-mata terjadi karena menurunnya kualitas agroekosistem, membanjirnya produk impor, stagnansi produksi saja, tetapi menurunnya jumlah petani hingga mandeknya regenerasi petani muda, juga belakangan menjadi masalah serius yang tengah dihadapi bangsa ini. Dalam kurun waktu 2010-2014 berdasarkan data sensus pertanian saja, sudah ada sekitar tiga juta tenaga kerja yang rela keluar dari dunia pertanian.
Namun, di tengah rasa pesimis, Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Taruna Mekar Cipanas-Cianjur telah sukses melakukan regenerasi petani. Hal ini guna menampik berbagai anggapan miring seputar pekerjaan petani, seperti anggapan pekerjaan petani kotor, miskin, tidak jelas pendapatannya dan sebagainya.
Nah, bagaimana dengan upaya Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Taruna Mekar untuk menumbuh kembangkan minat generasi muda di bidang pertanian serta mendongkrak harga hasil budidayanya? Berikut perbincangan Agro Indonesia dengan Syamsul Arif, seorang petani muda yang telah magang 3 tahun untuk menekuni ilmu budidaya pertanian di Jepang yang saat ini menjabat sebagai pemasaran P4S Taruna Mekar Cipanas-Cianjur.
Sebagai anak muda, mengapa anda tertarik untuk menggeluti bidang pertanian dimana anak muda lainnya justru ingin bekerja di kantor?
Kami sadar bahwa dari tahun ke tahun minat anak muda di Indonesia terhadap bidang pertanian terus menurun, karena itu, kami bisa menjadi solusi tersendiri bagi kemunduran di bidang pertanian Indonesia, terutama pada sisi regenerasi petani muda.“Padahal banyak juga anak muda yang berhasil di pertanian. Kiprah P4S Taruna Mekar diharapkan menjadi terobosan untuk bisa mengangkat cerita-cerita positif yang dilakukan anak muda di seluruh Nusantara.
Apa alasan anda yang utama untuk bergabung di P4S taruna Mekar?
Alasan saya yang pertama, saya ingin mengubah pola pikir masyarakat yang cenderung memandang profesi sebagai petani dengan sebelah mata. Padahal, profesi petani sungguh-sungguh sangat mulia. Karena itulah setelah tamat SMK saya langsung magang selama tiga tahun di Jepang untuk belajar budidaya pertanian. Ilmu pertanian yang saya pelajari sangat menunjang profesi yang saya tekuni saat ini. Ilmu yang saya pelajari di Jepang memang saya terapkan di Indonesia, utuk memajukan pertanian di tanah air. Setelah di uji coba, hasil panen beberapa komoditas di lahan meningkat. Saya menerapkan tanam bergilir atau rotasi tanam hortikultura. Rotasi tanam bertujuan untuk mengurangi intensitas serangan hama dan penyakit, serta mampu membentuk ekosistem mikro yang stabil.
Pemupukan juga harus berimbang. Teman-teman petani di sini sudah memahami pentingnya pemupukan berimbang. Dengan pemupukan berimbang, panen bisa meningkat signifikan. Juga teknik budidaya agar hasilnya optimal sehingga hasil panennya mampu menembus pasar ekspor.
Menurunnya minat generasi muda untuk menjadi petani, justru menjadi peluang usaha buat saya. Kemungkinan berhasilnya lebih besar karena pesaing tidak banyak sehingga konsistensi saya dalam menekuni usaha pertanian tidak sia-sia
Bagaimana pengembangan agribisnis di tanah air?
Sebagai petani muda, pengembangan agribisnis di tanah air stagnan dalam program saja. Untuk itu, saya memandang perlunya pendampingan langsung baik oleh pemerintah maupun swasta kepada “Young Farmers Generation”seperti yang telah dilakukan P4S Taruna Mekar.
Menurut anda, khusus hortikultura bagaimana kesejahteraan petani yang melakukan budidaya bidang ini?
Dalam pandangan saya, kesejahteraan petani hortikultura masih dalam tataran sejahtera penjual sayurnya dibandingkan petaninya. Petani yang sejahtera adalah yang bisa memasarkan langsung atau yang memiliki mitra dengan supplier super. Seperti halnya dengan Taruna Mekar juga menjalim kemitraan dengan Sembago. Selain membantu memasarkan hasil budidaya pertanian, harga yang ditawarkan Sembago jauh lebih memadahi dibandingkan dengan pengepul lainnya atau pasar.
Dengan terbentuknya Gapoktan apakah mampu mendongkrak perekonomian petani di perdesaan terutama yang membudidayakan hortikultura?
Dalam kacamata saya, meski sudah dibentuk Gapoktan di perdesaan untuk kesejahteraan petani, tapi yang bergerak dan sejahtera hanya ketuanya saja. Gapoktan sampai saat ini belum berfungsi sebagai Cooperative, tetapi hanya sebatas gapoktan yang dibentuk karena mendapatkan bantuan dari pemerintah.Untuk itu, saran saya, Ketua Gapoktan harus diganti setiap periode misalnya 5 tahun sekali.
Apa harapan anda sebagai petani muda kepada pemerintah?
Harapan saya sebagai petani kepada pemerintah, mohon untuk alokasi anggaran yang tidak boleh ada persyaratan administrasi, misalnya 20% dari nilai bantuan pemerintah. Mengingat hal ini sama saja dengan pungutan liar dan usaha di bidang pertanian menjadi tidak berkah. Di sisi lain, seyogyanya pemerintah tidak bekerjasama dengan tokoh petani atau Kelompok Tani yang sudah maju.
Terobosan apa saja yang sudah dilakukan kelompok tani di Cipanas?
Gapoktan biasanya memfasilitasi penjualan langsung kepada supplier. Untuk Taruna Mekar, karena sudah bekerjasama dengan Sembago maka hasil dari proses produksi jauh lebih baik. Hal ini sangat menguntungkan dari sisi ekonomi baik bagi petani secara individu maupun kelompok.
Untuk hortikultura, harapan saya setelah bertanam sayuran pasarnya untuk menjual hasil panen dapat dipastikan dan hal ini tidak terlepas dari program yang digulirkan pemerintah. Shanty