PSP Revisi Program RJIT Jadi 135.865 Ha

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) merevisi program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) dari semula 135.600 hektare (ha) menjadi 135.861 ha.

“Kita telah merevisi alokasi RJIT tahun 2020 menjadi 135.861 ha. Sebelumnya hanya 135.600 ha. Program ini dialokasikan di daerah melalui dana tugas pembantuan,” kata Dirjen PSP Sarwo Edhy di Jakarta, Jumat (3/4/2020).

Dia menyebutkan, program RJIT akan dilakukan di 32 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota. Program ini merupakan kegiatan penting dalam proses usaha tani karena memiliki dampak langsung terhadap peningkatan luas areal tanam.

Sarwo Edhy menyebutkan, pengelolaan air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai.

“Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa waduk/bendungan, bendung, saluran primer, saluran sekunder, boks bagi, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani,” katanya.

Menurut dia, tidak berfungsinya atau rusaknya salah satu bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem irigasi yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektivitas irigasi menurun.

“Program RJIT diutamakan pada lokasi yang telah dilakukan SID dan pada daerah irigasi yang saluran primer dan sekundernya dalam kondisi baik. Tujuannya untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) padi sebesar 0,5,” ujar Sarwo Edhy.

Kegiatan RJIT ini diarahkan pada jaringan irigasi tersier yang mengalami kerusakan yang terhubung dengan jaringan utama (primer dan sekunder), yang kondisinya baik dan/atau sudah direhabilitasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, atau Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Urusan Pengairan sesuai kewenangannya.

“Juga untuk yang memerlukan peningkatan fungsi jaringan irigasi untuk mengembalikan atau meningkatkan fungsi dan layanan irigasi. Serta untuk jaringan irigasi desa,” ungkapnya.

Untuk kriteria lokasi, kegiatan RJIT dilaksanakan pada jaringan tersier di daerah irigasi sesuai kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota, dan irigasi pada tingkat desa yang memerlukan rehabilitasi atau peningkatan.

Lokasi perbaikan diutamakan pada jaringan irigasi yang tersiernya mengalami kerusakan dan/atau memerlukan peningkatan, jaringan irigasi primer dan sekunder dalam kondisi baik dengan sumber air yang tersedia.

Padat Karya

Untuk memastikan itu, kata Sarwo Edhy, perlu dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Dinas/Balai lingkup pengairan. Kriteria lain adalah tersedianya sumber air jika berada pada jaringan irigasi desa, dan lokasi dilengkapi dengan koordinat (LU/LS – BT/BB).

Sarwo Edhy mencontohkan, program padat karya rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Margaasih, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung sedang mulai dikerjakan di tahun 2020 ini.

Di lokasi itu sedang dilakukan kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi sepanjang 100 meter untuk areal seluas 55 ha. Kegiatan ini dikerjakan oleh kelompok tani Sugih Mukti.

“Banyak juga kegiatan semacam ini dilakukan di daerah-daerah lain. Bila di daerah lain membutuhkan dan memenuhi kriterianya, maka bisa diajukan ke Kementan beserta rencana atau usulan kegiatan didukung dengan gambar atau desain sederhana sebagai dasar perhitungan RAB,” jelasnya.

Sementara di Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung sedang dikerjakan untuk luasan oncoran air seluas 45 ha lebih. Proyek ini dikerjakan Poktan Tani Muda.

“Kegiatan RJIT di Kabupaten Bandung keseluruhan alokasinya 1.200 ha. Semua akan dikerjakan di tahun ini. Total alokasi kegiatan RJIT 2020 seluruh Indonesia seluas 135.861 ha,” papar Sarwo Edhy.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, program RJIT yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh pemerintah sangat dirasakan oleh para petani. “Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada Indeks Pertanaman petani. Jika sebelumnya hanya sekali setahun, menjadi dua kali,” katanya.

Jaringan irigasi juga menambah luas lahan sawah yang terairi. Dengan volume yang sama, air yang dialirkan dapat mengairi sawah lebih luas, karena air tersebut terdistribusi secara efisien.

Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen PSP, Rahmanto mengatakan, pemeliharaan jaringan irigasi baik skunder, primer dan tersier tidak lain agar suplai air ke sawah petani menjadi lancar. “Jika suplai air lancar, maka tanaman tidak mengalami kekeringan. Apalagi di musim kemarau, keberadaan air sangat dibutuhkan,” katanya.

Rehabilitasi jaringan irigasi tersier selama empat tahun terakhir (2015-2018) dilakukan Ditjen PSP Kementan dengan pola bantuan pemerintah sebagai stimulus terhadap terselenggaranya pembangunan pertanian di pedesaan.

Dia menyebutkan, rehabilitasi JIT terus dilakukan karena program rehabilitasi ini mampu meningkatkan indeks pertanaman, yang ujungnya dapat meningkatkan produksi pertanian. Untuk tahun 2019, Kementan melalui Ditjen PSP akan merehabilitasi JIT seluas 67.037 ha.

Selain program rehabilitasi JIT, PSP juga mempunya program Irigasi Perpompaan. Tahun lalu dibangun  sebanyak 467 unit. Irigasi Perpipaan 138 unit, Pembangunan Embung/Dam Parit/Long Storage sebanyak 400 unit dan Cetak Sawah seluas 6.000 ha.

Data Agro Indonesia mencatat, dalam empat tahun (2015-2018) Kementan sudah merehabilitasi   Jaringan   Irigasi   Tersier   seluas   3,12   juta   ha.   Realiasi terbesar terjadi tahun 2015 yang mencapai 2,45 juta ha. Ditjen PSP mempunyai program/kegiatan pengembangan sumber-sumber air dengan focus kegiatan mengoptimalkan sumber-sumber air permukaan, seperti sungai, mata air dan run off untuk dapat digunakan sebagai suplesi irigasi di lahan pertanian. “Semua kegiatan PSP adalah untuk mendukung kegiatan di subsektor petanian lain seperti pangan, hortikultura, dan ternak serta perikanan,” tegasnya. PSP