Minat petani untuk mengambil Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian ternyata sangat tinggi. Bahkan, kredit yang dimanfaatkan petani untuk mengembangkan budidaya pertanian mereka dari hulu sampai hilir ini sudah melampaui target penyaluran.
Berdasarkan data Direktorat Pembiayaan Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, serapan KUR Pertanian per 1 November 2021 sudah mencapai Rp71,854 triliun atau 102,65% dari alokasi dana Rp70 triliun.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menerangkan, KUR Pertanian memang membantu petani dalam hal permodalan untuk mengembangkan budidaya pertanian mereka.
“Selama ini petani selalu terhambat dalam hal permodalan. KUR ini amat membantu petani dalam mengembangkan budidaya pertanian mereka dari hulu hingga hilir,” katanya di Jakarta, Selasa (2/11/2021).
Syahrul mengatakan, serapan KUR sektor pertanian berproses dan menyesuaikan dengan musim tanam. “Pertanian sampai hari ini salah satu komoditi yang terus berkembang cukup baik. Serapan KUR kita untuk 2021 berproses dan daya serapnya baik, sehingga bisa melebihi target,” katanya.
Dia menyebutkan, serapan KUR biasanya mesnyesuikan dengan musim tanam. Menghadapi MT Okmar, penyaluran KUR didorong, sehingga serapan lebih tinggi.
Sementara itu, terkait kesiapan, pihaknya akan terus melakukan konsolidasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian BUMN, untuk mengefektifkan KUR mulai hulu, pengolahan, pascapengolahan hingga pemasaran di marketplace.
“Dari data KUR pertanian di daftar kami, NPL (kredit macet) itu cuma 0,3%. Tentu ini data mikro yang ada, mungkin kalau di jumlah-jumlah berbeda datanya, tapi itu yang ada di kami,” jelasnya.
Direktur Jenderal PSP Kementan, Ali Jamil menambahkan, serapan yang melampaui target itu membuktikan jika KUR amat membantu dan sesuai dengan kebutuhan petani. “KUR sektor pertanian sejalan dengan target Presiden Joko Widodo agar perekonomian dasar masyarakat bergerak kembali. KUR membantu budidaya petani dan meningkatkan kesejahteraan mereka,” kata Ali.
Dia merinci, untuk sektor tanaman pangan dari target Rp26,812 triliun realisasinya sebesar Rp19,161 triliun. Untuk hortikultura dari target Rp7,847 triliun realisasinya sebesar Rp8,916 triliun. Perkebunan dari target Rp20,281 triliun realisasinya sebesar Rp25,138 triliun. Sedangkan peternakan dari target Rp15,058 triliun serapannya sebesar Rp13,149 triliun.
Untuk kombinasi pertanian, perkebunan dan peternakan (mixed farming) realisasi sebesar Rp4,626 triliun dan jasa pertanian, perkebunan dan peternakan sebesar Rp862 juta. “Adapun debitur yang mengakses KUR dari seluruh lini sektor tersebut sebanyak 2.198.375 debitur,” papar Ali.
Sedangkan serapan tertinggi tercatat masing-masing Sumatera sebesar 136,5%, Jawa (123,3%), Sulawesi (65,0%), Bali-Nusra (64,6%), serta Maluku dan Papua (22,9%). “KUR Pertanian ini sudah menjadi kebutuhan penting bagi pertanian untuk mencapai target ketahanan pangan nasional,” ujar Ali.
OJK Dukung KUR Pertanian
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung penuh upaya kolaboratif pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga dalam penyaluran dan pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian, sehingga dapat berjalan lebih efektif dan dirasakan masyarakat, khususnya para petani.
“Apalagi, sektor pertanian mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam ekosistem dari hulu ke hilir di dalam ikatan rantai nilai, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun peningkatan ekspor,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam pernyataan di Jakarta.
Menurut Wimboh, percepatan dan perluasan akses pembiayaan bukan satu-satunya masalah dalam penyaluran KUR sektor pertanian, namun pada penilaian kelayakan usaha yang dinilai secara komprehensif dalam ekosistem supaya dapat memitigasi risiko baik secara individu maupun kelompok, sehingga menghasilkan nilai ekonomi dalam ekosistem tersebut. Ruang pasar ekspor hasil pertanian dinilai sangat besar untuk dioptimalkan.
Untuk meningkatkan akses pembiayaan perbankan kepada para petani, OJK mengupayakan agar diperbanyak pembentukan klaster pertanian dengan menciptakan ekosistem di kalangan petani yang mempermudah proses pengajuan, pencairan dan penjaminan kredit, bahkan sampai pemasaran produk pertanian.
“Pembentukan klaster pertanian akan mendorong penyaluran KUR sektor pertanian lantaran akan dapat menghilangkan hambatan-hambatan yang selama ini dihadapi para petani, sehingga pada akhirnya akan terwujud suatu ekosistem pertanian dari hulu ke hilir yang terintegrasi secara digital,” ujar Wimboh.
Wimboh menyampaikan, para petani akan dimudahkan mendapatkan akses pembiayaan KUR dari bank, karena klaster pertanian tersebut dikelola secara berkelompok dan dimonitor oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang juga berfungsi sebagai distributor sarana produksi pertanian (saprotan).
Saprotan tersebut merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mendukung perkembangan atau kemajuan sektor pertanian, terutama untuk mencapai tujuan terciptanya ketahanan pangan.
BUMDes juga membantu memasarkan kepada para pembeli potensi yang bertindak sebagai standby buyers atau off-takers, mengelola hasil penjualan dan pembayaran pinjaman petani penerima KUR.
“Perlu dilakukan penyaluran KUR pertanian berbasis klaster atau ekosistem. Penyaluran KUR pertanian berbasis klaster akan meningkatkan kepercayaan bank untuk menyalurkan kredit kepada para petani,” kata Wimboh.
Selain faktor akses pembiayaan, OJK juga mendorong kecukupan aspek teknis mulai ketersediaan bibit, pupuk, teknologi pengolahan hingga pemasaran untuk membangun suatu ekosistem terintegrasi yang mampu mendukung sebuah klaster KUR pertanian.
OJK telah membentuk beberapa percontohan klaster sektor pertanian yang berjalan baik di beberapa daerah, di antaranya Klaster Kartu Petani Berjaya di Lampung dengan nilai KUR sebesar Rp81,38 miliar dan 4.603 debitur; dan Klaster Perikanan Sendang Biru, Malang dengan nilai KUR sebesar Rp20,06 miliar dan 252 debitur.
Sistem Kluster
Direktur Pembiayaan Ditjen PSP Kementan, Indah Megahwati menjelaskan, tahun ini, implementasi KUR Pertanian di lapangan diubah polanya dibanding tahun lalu. “Saat ini kami mengedepankan pola klaster. Tahun lalu itu dari plafon Rp50 triliun, realisasinya melebihi target Rp55 triliun. Tahun ini kami rasa juga demikian,” katanya.
Sistem klaster tersebut dimaksudkan untuk mendukung ketahanan pangan dan swasembada pangan yang tengah menjadi program nasional.
Misalnya ada klaster padi sebagai program swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional. Lalu, ada juga ada klaster jagung agar bisa menjadi produksi unggulan. Mengapa jagung, karena ini murah dan hasilnya besar.
“Ada klaster sawit, klaster kopi, klaster jeruk, klaster hortikultura, klaster tebu dan yang tengah menjadi unggulan adalah klaster porang dan klaster sarang burung walet,” kata Indah.
OJK juga telah mengidentifikasi bahwa masih terdapat potensi pembentukan 186 klaster di berbagai daerah yang dapat digarap bersama dengan potensi debitur kecil sebanyak 35.082 orang, terdiri dari petani dan pelaku UMKM yang terkait dengan sektor pertanian, pariwisata dan lainnya.
Beberapa potensi klaster tersebut antara lain Klaster Jeruk di Selorejo-Malang, Klaster Hutan Pinus di Ponorogo dan Klaster Kakao dan Mete di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hingga kuartal I-2021, sektor pertanian tumbuh 2,95% (yoy) sehingga mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang minus 0,745 (yoy).
Kredit sektor pertanian, perburuan dan kehutanan pada triwulan II/2021, yang menyerap porsi 7,16% dari total kredit perbankan nasional, tumbuh 5,74% (yoy) atau 1,52% bulan ke bulan (mom).
Adapun rasio kredit bermasalah atau NPL sektor tersebut relatif rendah, yakni 2,08%, di bawah rata-rata NPL secara industri yang 3,35%.
Pemerintah menetapkan target KUR sektor pertanian 2021 sebesar Rp70 triliun. Bank penyalur KUR pertanian terbesar adalah BRI sebesar Rp28,51 triliun, Bank Mandiri Rp6,08 triliun, dan BNI Rp4,53 triliun.
Ke depan, OJK terus berkerjasama dengan kementerian/lembaga dan seluruh pemangku kepentingan untuk memberi dukungan kepada UMKM sektor pertanian dengan mengakselerasi perkembangan ekosistem digital mulai dari pembiayaan, pendampingan, pembinaan, hingga penjualan, agar pelaku UMKM-nya tumbuh berkelanjutan dan berdaya saing. PSP