Resistensi Antimikroba Harus Ditangani Serius

Direktur Kesehatan Hewan Kementan, Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.

Direktur Kesehatan Hewan Kementan, Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.

Saat ini dunia sedang  dihebohkan oleh pandemi Covid-19. Akan Tetapi, sejak beberapa tahun silam, dunia juga sedang dihadapkan pada ancaman pandemi lain, yaitu resistensi antimikroba atau kebal terhadap obat.

Resistensi antimikroba sendiri merupakan suatu kondisi di mana virus atau bakteri tidak dapat dibunuh dengan antimikroba (antivirus) atau antibiotik. Hal ini mengancam kemampuan hewan dan manusia untuk melawan penyakit menular yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.

Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Ph.D mengatakan bahwa berdasarkan laporan dari beberapa negara, terlihat adanya laju resistensi antimikroba. Peningkatan ini berbanding terbalik dengan penemuan antimikroba baru yang berjalan secara lambat.

Ia juga mengatakan bahwa peningkatan tersebut menyebabkan laju resistensi antimikroba menjadi isu global dalam forum internasional dan dianggap menjadi suatu ancaman serius untuk ditangani bersama.

Maka dari itu, pihaknya terus berkomitmen untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba di Indonesia. Seperti apa langkah-langkahnya yang ditempuh Kementan? Melalui wawancara pada Media Briefing ‘Cegah Bencana Kemanusiaan Akibat Pandemi Resistensi Mikroba’ yang juga dihadiri Agro Indonesia:

Apa bahayanya resistensi antimikroba ini untuk manusia?

Dalam kasus resistensi antimikroba pada hewan ternak khususnya, menjadi berbahaya untuk manusia karena virus resisten pada hewan ternak akan sulit diberantas oleh penggunaan obat-obatan. Akibatnya virus tersebut bisa menular ke tubuh manusia jika manusia mengkonsumsi hewan ternak yang mengandung virus resisten.

Tidak hanya mengancam kesehatan manusia, ini juga mengancam kesehatan hewan.  Resistensi dari antimikroba juga menjadi ancaman pada ketahanan pangan, karena pembangunan kesehatan hewan yang berkelanjutan tetap perlu dilakukan.

Lalu, menurut Anda apa penyebab resistensi antimikroba?

Penyebabnya bisa seperti penggunaan antimikroba secara berlebihan, pemakaian antimikroba tanpa indikasi, penggunaan di bawah dosis yang dianjurkan, dan transmisi bakteri resisten di fasilitas kesehatan akibat abainya menjalankan kewaspadaan.

Jika tidak ditangani dengan serius, resistensi antimikroba ini bisa menyebabkan bencana kemanusiaan yang berbahaya,

Kemudian, Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Kementan dalam mencegah resistensi ini?

Sejak bulan Juli 2020, Indonesia telah melarang penggunaan obat colistin pada hewan (ternak maupun non-ternak). Pelarangan ini dilakukan oleh kami (Direktorat Jendral Peternakan Dan Kesehatan Hewan) guna mencegah terjadinya resistensi antimikroba. Pelaranggan Colistin ini berdasarkan Kepmentan No. 9736/PI.500/F/09/2020 tentang Perubahan Atas Lampiran III Permentan No. 14 Tahun 2017

Tak hanya itu, kami juga sudah mengeluarkan beberapa regulasi dalam hal mencegah terjadinya resistensi antimikroba. Misalnya, lewat UU 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 51 ayat (3) yang menyebutkan setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.

Selain itu, ada juga aturan pada Permentan 14 Tahun 2017 Pasal 4 yang mengatakan obat hewan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dilarang digunakan pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.

Selain mengeluarkan regulasi, langkah konkret apalagi yang dilakukan untuk mengedukasi masyarakat terkait bahayanya resistensi antimikroba ini?

Mengembangkan, menyetujui dan mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Antimikroba Resistance (AMR) dengan pendekatan one health. Ini merupakan sebuah rancangan yang disusun oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, Kementerian Kelautan Dan Perikanan. BPOM, FAO, WHO, DAN CIVAS.

Bisa dijelaskan sedikit tentang Rancangan Aksi Nasional AMR?

Rencana Aksi Nasional AMR dengan pendekatan one health merupakan upaya yang konkret dalam pengendalian penggunaan antimikroba. Dunia saat ini sedang dalam merealisasikan resolusi global yang diterjemahkan ke dalam Rencana Aksi Global.

Maka dari itu, dalam rangka pengendalian Resistensi Antimikroba yang mengamanatkan agar setiap negara di dunia menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN).  Kami juga mempunyai enam tujuan strategis untuk pengendalian resistensi antimikroba ini pada tahun 2020 sampai tahun 2024.

Bisa disebutkan apa saja enam tujuan strategis RAN dalam pengendalian antimikroba resistensi?

Tujuan strategisnya yaitu Meningkatkan kesadaran & pemahaman tentang AMR, dan perubahan perilaku masyarakat; Meningkatkan pengetahuan & bukti imiah melalui surveilans dan penelitian; Penerapan sanitasi, hygiene, pencegahan & pengendalian infeksi; Mengoptimalkan penggunaan antimikroba secara bertanggungjawab; Membangun investasi berkelanjutan untuk menemukan tata cara pengobatan, metode diagnostik, vaksin baru; dan Membangun tata kelola dan koordinasi terpadu antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah’

Kemudian untuk Target  pengendalian AMR 2020-2024 berapa persen?

Kalau untuk sektor kesehatan hewan, Penurunan penggunaan Antimikroba di peternakan ayam broiler sebagai profilaksis (dari 80% menjadi 50% di 2024) dengan surveilans AMU. Kemudian, peningkatan praktik biosekuriti dan penatalaksanaan penggunaan antibiotik di peternakan ayam petelur (dari 4,4% menjadi 20% di 2024) dengan sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

Kemudian terakhir,  Bagaimana upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahayanya resistensi antimikroba ini?

Upaya dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang resistensi antimikroba yaitu membangun komitmen pemangku kepentingan dalam upaya mencegah dan mengendalikan resistensi antimikroba di setiap sektor.

Kemudian, berupaya menurunkan prevalensi resistensi antimikroba di setiap sektor, mengembangkan inovasi pencegahan dan tata cara pengobatan infeksi, serta meningkatkan kolaborasi terpadu dalam upaya mencegah dan mengendalikan resistensi antimikroba

Kemudian saya mengajak semua masyarakat untuk memerangi resistensi antimikroba, termasuk peran media untuk memberikan pesan positif dan persuasif untuk memerangi ancaman resistensi antimikroba. Kerja sama multisektoral diperlukan karena berdasarkan laporan yang ditulis tahun 2016, yaitu pada Global Review tentang perkembangan resistensi antimikroba, kejadian resistensi antimikroba diprediksi menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada tahun 2050.

Atiyyah Rahma