Respons Laporan IPCC, Indonesia Pacu Pengembangan Pembangkit Listrik Terbarukan

Ruandha Agung Sugardiman

Indonesia memperhatikan laporan terbaru panel antar pemerintah tentang perubahan iklim (IPCC) yang menyatakan perlu upaya yang lebih kuat untuk memangkas emisi gas rumah kaca (GRK) secara global. Salah satu kebijakan yang akan terus didorong adalah peningkatan pemanfaatan listrik dan energi terbarukan.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman menyatakan tindak lanjut laporan IPCC terhadap kebijakan pengendalian perubahan iklim di tanah air memang menunggu keputusan yang akan diambil oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC). “Tapi tentu saja kami tetap memperhatikan laporan IPCC,” kata dia dalam pernyataannya, Minggu (14/10/2018).

Mengacu kepada laporan terbaru IPCC yang dirlis di Incheon, Republik Korea, pada 8 Oktober 2018, pemanasan global diperkirakan akan melampaui 1,5 derajat celcius antara tahun 2030 dan 2052 dibandingkan dengan masa pra revolusi industri, jika emisi GRK terus berlanjut pada tingkat saat ini. Ini bisa meningkatkan risiko bencana akibat perubahan iklim seperti cuaca ekstrem, kekeringan parah, banjir besar, dan mencairnya es di kutub yang bisa berdampak pada ratusan juta jiwa di seluruh dunia.

Untuk mencegah kenaikan suhu bumi lebih dari 1,5 derajat celcius, IPCC mendorong peralihan sumber energi global pada energi baru terbarukan. Menurut Ruandha penggunaan energi dan pembangkit listrik terbarukan memang berdampak secara langsung pada penurunan emisi GRK.

Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebanyak 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan Internasional. Komitmen itu dituangkan dalam dokumen kontribusi Nasional yang diniatkan (Nationally Determined Contributions/NDC) yang menjadi bagian dari traktat pengendalian perubahan iklim global, Persetujuan Paris. Dari target sebanyak 29% tersebut, sektor energi berkontribusi sebesar 11%.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kontribusi energi terbarukan untuk bauran energi pembangkitan listrik pada tahun 2017 lalu sebesar 12,52%. Dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik ditarget naik mencapai 23% pada tahun 2025.

Saat ini sejumlah pembangkit listrik terbarukan yang sedang dikembangkan diantaranya adalah pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lumut Balai, di Muara Enim, Sumatera Selatan dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Ada juga pembangkit listrik tenaga bayu di Sidrap, Sulawesi Selatan.

Ruandha mengaku, pengembangan pembangkit listrik terbarukan tak luput dari suara-suara negatif. Namun dia menyatakan, pemgembangan pembakit listrik terbarukan adalah pilihan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan energi tanpa harus meningkatkan emisi GRK.

Ruandha juga meyakini, pengembang pembangkit listrik terbarukan sudah menyiapkan ‘jaring pengaman’ untuk mencegah timbulnya dampak negatif. Meski demikian, KLHK tetap meminta para pengembang pembangkit listrik terbarukan untuk memperkuat dokumen Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) agar kekhawatiran soal dampak negatif bisa dijawab.

“Kalau masih ada  yang belum setuju itu karena belum menerima informasi dengan utuh. Makanya pengembang pembangkit listrik terbarukan harus aktif. Amdal juga harus diperkuat,” kata Ruandha.

Perlunya pengembangan energi terbarukan kembali ditegaskan Presiden Joko Widodo saat membuka sidang pleno Dana Moneter Internsional (IMF) di Bali, Jumat (12/10/2018). Menurut Presiden, perlu peningkatan investasi hingga 400% untuk pemanfaatan energi terbarukan demi menyelamatan kehidupan bersama. Pidato Presiden saat itu ramai diperbincangkan karena menyitir kisah film serial populer global, “Game of Thrones”. Sugiharto