RJIT Dorong Percepatan Tanam

Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) di beberapa daerah bertujuan untuk mendorong percepatan tanam. Percepatan tanam ini merupakan salah satu cara meningkatkan produiktivitas.

“Mempercepat tanam padi bisa dilakukan jika ketersediaan air mencukupi,” kata Menteri Peertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kamis (29/10/2020).

Guna mendukung ketersediaan air itu, lanjut SYL, Kementan melakukan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) untuk memastikan air sampai ke petak-petak lahan persawahan.

Hal itu yang dilakukan Kementan di Desa Ciheulang Tonggoh, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengatakan, kegiatan RJIT di Desa Ciheulang Tonggoh, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, dilakukan Kelompok Tani Gumbira.

“Sebelum kami lakukan rehabilitasi, kondisi saluran irigasi di tempat tersebut masih berupa tanah. Akibatnya, distribusi air ke lahan sawah kurang lancar, karena sering terjadi kehilangan air akibat tanah yang porus,” terangnya.

Oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) PSP, saluran ini direhabilitasi dan dijadikan saluran permanen menggunakan konstruksi pasangan batu dengan 1 sisi lining saluran.

Dampaknya sangat positif. Karena luas layanan irigasi menjadi bertambah, dari 15 hektare (ha) menjadi 35 ha. Begitu juga dengan produktivitas pertanian meningkat dari 6 ton/ha, menjadi 6,5 ton/ha atau naik 5 kwintal/ha

“Pada lokasi ini intensitas pertanaman ( IP) sebelum diperbaiki adalah 250 atau 2,5 kali tanam dalam 1 tahun. Namun setelah perbaikan saluran IP menjadi 300 atau 3 kali tanam dalam 1 tahun,” kata Sarwo.

Selain meningkatkan IP dan provitas, lanjut Sarwo, dampak lain dari rehabilitasi saluran ini adalah mempercepat tanam padi, terutama pada Musim Tanam II dan III.

RJIT Naikkan Luas Oncoran

Sementara kegiatan RJIT yang dilakukan Kementan di Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, membuat luas oncoran meningkat drastis.

Jika sebelumnya luas oncoran 5 ha, dengan kegiatan RJIT luas oncoran irigasi menjadi 50 ha. Peningkatan oncoran tersebut dimungkinkan karena RJIT adalah water management.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, RJIT adalah bagian dari kegiatan water management. Tujuannya bukan hanya untuk memperbaiki saluran irigasi yang rusak. Tetapi juga meningkatkan dan memaksimalkan fungsi irigasi.

“Dengan demikian, kita harapkan produktivitas meningkatkan, indeks pertanaman meningkat, termasuk luas oncoran,” katanya, Rabu (28/10/2020).

Dia mengatakan, kegiatan RJIT yang dilakukan secara swakelola oleh Kelompok Tani Mekarsari 1 di Desa Jatisari, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, berdampak positif.

“Bukan hanya luas oncoran yang naik. Indeks pertanaman pun bertambah. Jika sebelumnya petani hanya bisa tanam 2 kali dalam setahun, dengan RJIT ini petani bisa tanam 3 kali dalam setahun,” terangnya.

Manfaat lain yang dirasakan petani adalah meningkatnya provitas. Jika sebelumnya provitas 5 ton, dengan RJIT meningkat menjadi 6 ton.

“Manfaat dari kegiatan RJIT sudah dirasakan manfaatnya. Untuk itu kita berharap saluran irigasi yang sudah direhabilitasi ini bisa dijaga dengan baik dan terus dimanfaatkan dengan maksimal untuk mendukung pertanian,” harapnya.

Realisasi RJIT Lampaui Target

Kegiatan RJIT di Kabupaten Bandung, secara fisik volume panjang RJIT yang dibangun mampu melebihi target. Hal ini turut berdampak pada peningkatan produktivitas pertanian.

Target volume panjang kegiatan RJIT yang dilakukan Kelompok Tani Mekar Lestari di Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung adalah 110 meter. Namun, realisasinya mampu mencapai 119 meter.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berharap bantuan berupa RJIT ini bisa dikelola dengan baik agar manfaat yang didapat bisa maksimal.

Kegiatan RJIT mampu mengairi lahan milik sejumlah petani. Oleh sebab itu, menjaga dan merawat saluran irigasi yang sudah direhab harus menjadi tanggung jawab bersama. “Kita harapkan produksi pertanian bisa semakin maksimal dengan bantuan ini,” katanya.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy mengatakan, ada sejumlah alasan pihaknya melakukan rehabilitasi jaringan irigasi di Kabupaten Bandung.

“Kondisi saluran irigasi ini awalnya terjadi kebocoran secara alami. Hal ini disebabkan karena adanya lubang-lubang kepiting dan lubang tikus. Kondisi ini yang kita perbaiki. Kebocoran pada saluran yang kita dibangun bisa teratasi karena lantainya kita beton,” katanya.

Hasinya, saluran irigasi di Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, menjadi lebih optimal. Karena, luas oncoran yang sebelumnya 35 ha, kini melonjak menjadi 50 ha.

“Indeks pertanaman (IP) juga meningkat. Sebelumnya di tempat ini IP-nya 200, atau 2 kali tanam dalam setahun, tapi kini meningkat menjadi IP 250. Provitas juga meningkat, dari 5,3 ton/ha menjadi 6,0 ton/ha,” katanya. PSP

Embung Atasi Kerisauan Petani Soal Air

Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Sawah Lega di Desa Citimun, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, kini tidak lagi merisaukan masalah air untuk kebutuhan pertanian.

Untuk mengatasi kerisauan petani itu, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) telah membangun embung di tempat tersebut.

Dirjen PSP Kementerian Pertanian Sarwo Edhy mengatakan, water management seperti pembangunan embung sangat dibutuhkan untuk menunjang pertanian.

Keberadaan air sangat penting untuk menunjang pertanian. Itu sebabnya Kementan membangun embung. Air yang berada di embung nantinya bukan hanya bisa dimanfaatkan pertanian, tetapi juga bisa untuk peternakan, perkebunan dan lainnya.

Sarwo Edhy memberikan contoh pembangunan embung Desa Citimun, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, yang dilengkapi dengan pelimpas dan saluran pengeluaran embung.

“Embung ini memanfaatkan mata air sebagai sumber suplesi air. Untuk memaksimalkan air yang didapat, dibangun juga bak kontrol untuk mengendapkan lumpur sebelum dimasukkan ke embung,” katanya.

Kelompok Tani Sawah Lega memiliki luas areal lahan sawah sekitar 30 hektare (ha).  Pada musim kemarau biasanya petani menyiasati kekurangan air dengan menanam palawija dan sebagian menanam padi namun tidak memberikan hasil yang memadai.

“Karena kekurangan air, seringkali petani mengalami gagal panen, khususnya untuk tanaman padi. Di sana terdapat sumber air yang tidak kering meskipun pada musim kemarau. Namun, karena tidak dikelola dengan baik, akibatnya tidak bisa dimanfaatkan untuk mengairi lahan secara optimal. Kita membantu mengoptimalkan sumber air itu dengan embung,” terang Sarwo Edhy.

Kabid Sumber Daya Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, Dadi Djuandi mengatakan, pihaknya membantu kelompok tani dalam menyiapkan desain bangunan embung.

“Kita bantu agar sesuai dengan kondisi lokasi dan anggaran yang tersedia. Kita juga sama dengan Dinas PUPR Sumedang untuk membuat desain dan rencana anggaran biaya (RAB) pembangunan embung,” jelasnya.

Konstruksi pembangunan embung dikerjakan secara swakelola dan gotong royong. Embung selesai dibangun Mei 2020 dan langsung dapat dimanfaatkan untuk pertanaman musim kemarau.

Hasilnya, lahan kelompok tani seluas 30 ha dapat ditanami padi dan kebutuhan air tercukupi, dan saat ini sudah panen.

Kepala UPTD yang juga koordinator penyuluh, Dadi, menyampaikan, pengaturan pemanfaatan air embung dilakukan secara bergilir dibagi menjadi 3 blok. Masing-masing blok mendapat jatah pengairan selama 1 minggu kemudian ganti blok selanjutnya.

“Dengan cara pergiliran tersebut, maka dapat mencukupi lahan kelompok tani seluas 30 ha tersebut dapat tercukupi kebutuhan airnya. Embung juga dimanfaatkan oleh kelompok tani untuk menanam ikan untuk dikonsumsi bersama oleh anggota kelompok tani,” ujar Dadi.

Ketua Kelompok Tani Sawah Lega Sutisna, penyuluh, dan Kepala Desa Dadan, menyampaikan dengan adanya embung maka kebutuhan air pertanaman tercukupi, luas areal tanam dan produksi meningkat sehingga pendapatan petani pun dapat meningkat. PSP