Roadmap Jadi Acuan Menuju Target Rehabilitasi Mangrove Nasional 600 Ribu Hektare

(dari kiri) Dirjen PDASHL KLHK Dyah Murtiningsih, Kepala Biro Humas KLHK Nunu Anugrah, Sestama BRGM Ayu Dewi Utari, dan Deputi Perencanaan dan Operasi BRGM Satyawan Pudyatmoko menunjukkan dokumen Roadmap Rehabilitasi Mangrove Nasional, Rabu 3 Agustus 2022.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove telah menyusun Roadmap Rehabilitasi Mangrove Nasional.

Dokumen tersebut merupakan peta jalan, tata kelola dan garis besar arah pengelolaan mangrove yang akan menjadi acuan bagi para pihak untuk menyusun rencana aksi sesuai tugas masing-masing mendukung tercapainya target rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare periode 2021-2024

Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Dyah Murtiningsih menyatakan pengelolaan ekosistem mangrove adalah tanggung jawab bersama.

“Banyaknya pemangku kepentingan dalam urusan pengelolaan dan rehabilitasi mangrove tentu saja harus ada koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi (KISS). Inilah yang harus dilakukan, bekerjanya tidak sendiri-sendiri tetapi saling terintegrasi baik di program maupun pelaksanaan kegiatan,” kata Dyah pada Konferensi Pers yang diadakan di Jakarta, pada Rabu, 3 Agustus 2022.

Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Ayu Dewi Utari mengatakan BRGM melalui Keputusan Presiden Nomor 120 tahun 2020 telah diamanatkan memiliki tambahan tugas dan fungsi untuk melakukan percepatan rehabilitasi mangrove.

Ayu menerangkan, saat ini rehabilitasi mangrove difokuskan pada 9 provinsi yang memiliki kondisi kerusakan ekosistem mangrove cukup luas dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain, yaitu seperti di Riau, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.

Ayu menjelaskan terkait satuan biaya rehabilitasi mangrove dengan rata-rata Rp25 juta/ha, diperkirakan kebutuhan anggaran untuk melakukan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare adalah sekurangnya Rp26 triliun.

Untuk sumber pendanaan bisa berasal beberapa skema, yakni APBN atau APBD, investasi (melalui izin usaha jasa lingkungan), kewajiban rehabilitasi DAS, pinjaman atau hibah luar negeri (bilateral, multilateral, via trust fund), CSR perusahaan (baik BUMN, maupun swasta), filantropi, serta community-based melalui perhutanan sosial.

“Faktor biaya merupakan komponen utama, namun bukan merupakan satu-satunya penentu keberhasilan rehabilitasi mangrove. Pengalaman menunjukkan keberhasilan mangrove juga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor lain, diantaranya ketepatan penentuan lokasi, salinitas, jenis tanaman, waktu tanam, dukungan aktif pemilik lahan (untuk lokasi di luar Kawasan), pemerintah daerah setempat dan para pihak terkait (NGO, LSM, dan perguruan tinggi),” jelas Ayu.

Ayu pun menjelaskan upaya rehabilitasi mangrove juga turut membantu Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selama pandemi Covid-19.

Pada Tahun 2021, Ia menyebutkan BRGM bersama KLHK telah melaksanakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PRM) seluas 34.911 hektare di 32 provinsi dengan sumber dana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Kegiatan ini menunjukkan bahwa rehabilitasi mangrove selain memperbaiki kerusakan ekosistem mangrove dalam jangka panjang tapi juga sudah terbukti secara langsung mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove.

Sementara itu Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM Satyawan Pudyatmoko mengatakan bahwa rehabilitasi mangrove didorong karena ekosistem mangrove memiliki multi manfaat.

Peran penting mangrove berwujud dalam jasa ekosistem untuk perlindungan dari abrasi, kenaikan air laut, angin kencang dan tsunami, kepentingan rekreasi, menyediakan berbagai hasil hutan, dan mendukung produksi perikanan laut.

“Nilai total ekonomi mangrove Indonesia diperkirakan sebesar 1,5 Miliar dolar AS per tahun,” ujarnya. *** Sugiharto