Pertentangan keras antarkementerian dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan akhirnya tuntas. Lewat surat presiden (surpres), yang memasukkan tiga kementerian baru, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), kontroversi RUU yang dianggap menabrak TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, tidak ada lagi.
Kontroversi RUU Pertanahan yang memantik kritik tajam antarkementerian akhirnya mereda, terutama buat Kementerian LHK. Pasalnya, aturan pendaftaraan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah, ruang dan kawasan di Indonesia dihapus. Aturan ini ditentang keras karena menabrak TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Ketetapan MPR ini secara tegas membedakan hukum agraria (pertanahan) dengan sumber daya alam (kehutanan, pertanian, perikanan, pertambangan).
Hal itu diakui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil. Dia mengatakan, masalah Single Land Admission System (SLAS) merupakan salah satu pasal yang memicu konflik antarkementerian. Hal itu terjadi akibat kesalahan memahami istilah tersebut. Untuk itu, dalam draft terbaru RUU Pertanahan, istilah tersebut sudah dihapus dan menjadi Sistem Informasi Pertanahan, Wilayah, dan Kawasan.
“Jadi, yang terpenting adalah informasi kehutanan, pertanahan, pertambangan, mempunyai masing-masing sistem yang terkoordinir, sehingga nanti tidak ada conflicting mana batas tanah, kehutanan APL,” kata Sofyan di Jakarta, Rabu (4/9/2019). Benarkah tidak ada lagi pendaftaran lahan dan kawasan? “Tidak. (Pendaftaran) hanya untuk tanah saja,” tegasnya.
Meredanya konflik itu sendiri nampaknya setelah Presiden Jokowi mengeluarkan surat presiden (Supres) yang memasukkan KLHK, KKP dan Kementerian ESDM ke dalam wakil pemerintah. Sebelumnya, wakil pemerintah hanya Menteri ATR/BPN, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Menteri Dalam Negeri.
Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono mengakui, RUU Pertanahan terkini sudah mengakomodasi persoalan-persoalan yang menjadi perhatian KLHK. Saat ini, evaluasi lanjutan sedang dilakukan untuk memfinalkan RUU Pertanahan. “Dipastikan RUU Pertanahan tidak menggangu substansi UU yang mengatur masing-masing kementerian. Otomatis ada pasal-pasal RUU Pertanahan yang dihasilkan Panitia Kerja DPR ada yang dihapus dan disesuaikan,” katanya, Jumat (6/9/2019).
Sofyan pun optimis, RUU yang digarap sejak tahun 2012 ini bisa disahkan sebelum DPR masa bakti 2014-2019 berakhir. “Pemerintah dengan DPR sudah sepakat (RUU pertanahan) akan disahkan pada masa sidang ini,” kata Sofyan.
Benarkah? Buat Bambang Hendroyono, pengesahan bisa saja dilakukan jika seluruh masukan publik terkait pertanahan bisa diselesaikan. “Kalau Kementerian ATR melihat ada yang belum pas, potensi untuk ditunda besar,” katanya. AI