Realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian hingga 23 April 2020 sudah mencapai Rp15,4 triliun. Serapan KUR tertinggi terjadi untuk sektor tanaman pangan yang mencapai Rp4,7 triliun atau 30,79% dengan jumlah debitur mencapai 215.846 orang.
Sementara serapan KUR untuk sektor lainnya masing-masing perkebunan mencapai Rp4,6 triliun, hortikultura Rp1,9 triliun, peternakan Rp3 triliun, jasa pertanian Rp257 miliar, dan kombinasi pertanian Rp852 miliar.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, penyerapan KUR pertanian masih didominasi sektor hulu. Kementan akan mendorong juga pemanfaatan KUR di sektor hilir, seperti untuk pembelian alat pertanian.
“Sektor hulu selama ini dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. Padahal, KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alat,” katanya di Jakarta, pekan lalu.
Realisasi serapan KUR ini tersebar di sejumlah provinsi. Serapan tertinggi adalah Jawa Timur sebesar Rp3,6 triliun. Disusul kemudian Jawa Tengah sebesar Rp2,7 triliun, Sulawesi Selatan sebesar Rp1,2 triliun, Lampung sebesar Rp838 miliar, dan Riau sebesar Rp804 miliar.
Kemudian Banten sebesar Rp19 miliar, DKI Jakarta sebesar Rp16 miliar, Papua Barat sebesar Rp13,6 miliar, Kalimantan Utara sebesar Rp9,5 miliar, dan Maluku Utara sebesar Rp8,6 miliar.
“Kami akan tingkatkan serapan di provinsi yang lainnya. Karena belum semua petani tahu proses mengakses KUR ini,” tambahnya.
Berkaitan dengan penyaluran KUR itu, Bank BNI, BRI dan Bank Mandiri menjadi penyalur di semua daerah di Indonesia.Bank BRI menyalurkan KUR sebesar Rp 8,4 triliun, Bank BNI sebesar Rp 1,1 triliun, dan Bank Mandiri sebesar Rp 1,5 triliun. Sementara Bank lainnya (plus bank daerah) sebesar Rp 745 miliar.
“Syarat mendapat KUR pertanian cukup mudah. Petani hanya diharuskan memiliki lahan garapan produktif, rancangan pembiayaan anggaran, dan sejumlah syarat untuk kepentingan BI Checking. Jika penyaluran KUR bekerja sama dengan bank milik BUMN, bunganya hanya 6 persen,” katanya.
Dorong Petani Mandiri
Dorongan Kementan agar petani juga memanfaatkan KUR untuk pembelian alat dan mesin pertanian (Alsitan) mendapat sambutan baik pengurus Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA). Dengan adanya alokasi kredit tersebut, maka UPJA tidak mengandalkan bantuan Alsintan dari pemerintah saja.
Abidin, Manajer UPJA Tani Mandiri, Desa Magepanda, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai, adanya stimulan KUR Alsintan yang bakal diberikan ke UPJA atau Poktan/Gapoktan akan memperkokoh UPJA dalam mengembangkan sewa Alsintan ke petani.
“Adanya stimulan KUR mendidik petani menjadi mandiri dan tidak mengandalkan Alsintan bantuan pemerintah,” katanya. UPJA Tani Mandiri yang dikembangkan sejak tahun 2014 silam mengembangkan usahanya dengan cara swadaya sendiri.
“Sebanyak 80% Alsintan yang kami sewakan ke petani di lahan tadah hujan adalah swadaya sendiri. Selebihnya ada bantuan dari Kementan dan Dinas Pertanian,” kata Abidin.
Menurut Abidin, adanya stimulan KUR Alsintan yang bakal diberikan ke UPJA atau Poktan/Gapoktan akan memperkokoh UPJA dalam mengembangkan sewa Alsintan ke petani. “Kami tidak menafikan adanya bantuan Alsintan. Tapi, kami juga butuh pengembangan UPJA dengan cara membeli sendiri secara swadaya,” ujarnya.
Abidin mengaku, sampai saat ini sudah ada lima Alsintan yang dibelinya secara swadaya. Di antaranya combine harvester, traktor roda 2, mesin pompa, mesin penanam jagung, dan hand sprayer.
Manajemen UPJA Tani Mandiri tahun 2020 ini juga berencana menambah satu unit alat penanam padi yang bisa dinaiki. “Kalau ada fasilitas KUR Alsintan, kami akan beli alat tanam padi yang agak besar dari rice transplanter pada tahun ini,” ujarnya.
Menurut Abidin, petani sudah tak asing lagi dengan KUR. Sebab, di Kabupaten Sikka sudah banyak petani yang memanfaatkan KUR yang plafon kreditnya Rp25 juta. “Jadi, kalau ada KUR Alsintan tentu akan membantu kami (petani, Red.). Karena kami membangun usaha ini juga tak terlalu berharap dengan bantuan. Hasil dari sewa Alsintan itulah sebagian kami belikan Alsintan. Kalau ada fasilitas KUR Alsintan, kami akan lebih leluasa lagi untuk mengembangkan UPJA,” paparnya.
Abidin juga mengatakan, dirinya tak mempermasalahkan apabila dalam KUR Alsintan itu mengharuskan adanya jaminan dari bank. “ Karena yang kami ketahui, bunga KUR itu sangat rendah, hanya 6% per tahun. Kami berharap plafon kredit yang dikucurkan pun sesuai dengan kebutuhan kami,” katanya.
Sementara Didik Purwadi Nugroho, Direktur UPJA Taju Jawa, di Desa Kebondalem Lor, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mengatakan, melalui mekanisme KUR Alsintan akan mendorong manajemen UPJA lebih profesional dalam meningkatkan kinerjanya.
Beralihnya cara mendapatkan Alsintan dari model hibah dari pemerintah (Kementan) menjadi model barang setengah subsidi akan berpengaruh pada rasa memiliki Alsintan pada petani.
“KUR Alsintan yang dikembangkan Kementan akan mempermudah bagi UPJA untuk menyusun analisa kelayakan pembelian mesin. Bahkan, petani, Poktan dan Gapoktan ke depannya akan mendapatkan jasa Alsintan yang lebih realistis dan sesuai dengan kebutuhannya,” katanya.
Menurut Didik, melalui KUR Alsintan akan membuat program mekanisasi yang dilakukan Kementan lebih tepat sasaran. “Kalau saya bandingkan dengan sekadar hibah, program subsidi KUR Alsintan ini akan lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Didik Purwadi Nugroho mengatakan, KUR Alsintan yang dikembangkan Kementan akan mempermudah bagi UPJA untuk menyusun analisa kelayakan pembelian mesin. Artinya, bagi petani akan lebih banyak pilihan. “Dengan kemudahan itu, populasi UPJA pun akan meningkat,” kata Didik.
Dia mengakui, kurun lima tahun lalu, sebagian UPJA mengandalkan usahanya dari bantuan pemerintah. Bantuan Alsintan tersebut sangat dirasakan manfaatnya untuk pengembangan UPJA yang dibentuk Poktan ataupun Gapoktan. “Bahkan, untuk memperluas sewa Alsintannya, sejumlah UPJA pun rela membeli Alsintan sendiri (swadaya). Jadi, dengan mekanisme baru tersebut (KUR Alsintan), saya rasa tak masalah bagi petani (UPJA),” ujarnya. PSP