Sehatkan Tanah, Selamatkan Tanaman

Ketua Agribisnis Cabai Indonesia Abdul Hamid

Ketua Agribisnis Cabai Indonesia Abdul Hamid

Pemerintah diminta mewaspadai harga cabai di tingkat petani yang terus turun karena kelebihan pasokan. Panen cabai yang semestinya ditunggu oleh petani untuk menutupi biaya produksi sayuran lainnya kini dihadapi dengan kekecewaan karena harga yang anjlok. Petani pun merugi.

Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Abdul Hamid mengkhawatirkan terjadi pergeseran tanam dari cabai keriting ke cabai rawit merah karena harga yang sempat tinggi. Bahkan di Jawa Timur, area tanam sudah mencapai 2.000 hektare. Harga cabai fluktuatif karena pasokan berlebih mulai dirasakan sejak Maret hingga September Sementara, belum ada teknologi penyimpanan untuk cabai yang bersifat mudah rusak.

Nah bagaimana cara untuk mendongkrak harga cabai di pasaran dan memberikan bimbingan pada petani dalam meningkatkan taraf hidupnya? Berikut perbincangan Agro Indonesia dengan Abdul Hamid.

Apa saja yang sudah anda lakukan terhadap petani cabai di tanah air. Mengingat, petani umumnya menunggu harga cabai bisa tinggi untuk menutup biaya produksi sayuran yang dipanen sebelumnya dan harganya anjlok di pasaran?

Setiap kali saya ke daerah dan bertemu dengan petani yang saya sampaikan selalu ”sehatkan tanah, selamatkan tanaman”. Ini salah satu kunci yang harus dilakukan petani. Masalahnya, petani di negeri ini selalu berguru pada orang-orang di sekitarnya, bapaknya, kakeknya dan orang-orang di sekitar rumahnya. Dia tidak belajar ilmu pertanian secara khusus, sehingga harus ada pembinaan agar cara bertanamnya benar dan hasil panennya sesuai harapan. Petani Indonesia dari dulu hingga sekarang masih belum sadar  akan ilmu pertanian. Mereka bertani secara tradisional atau kebiasaan dan belum banyak pencerahan dalam hal budidaya tanaman.

Idealnya berapa harga cabai di pasaran sehingga petani tidak menelan kerugian?

Harga cabai merah keriting di tingkat petani sebesar Rp9.000 per kg, di bawah biaya produksi Rp10.000-Rp11.000 per kg. Saat ini petani mau bertahan karena berharap harga akan kembali pulih. Saat ini harga  cabai besar dan cabai keriting sudah merayap naik, sedangkan cabai rawit masih terpuruk harganya. Ini yang membuat petani cabai kesulitan untuk kembali bercocok tanam, karena modalnya sudah habis.  Mestinya perlu penanganan agar tidak semua produk segar masuk ke pasar induk. Selain itu, petani harus diajarkan agar menekan biaya produksi hingga Rp7.000.

Bagaimana mengatasi agar tidak semua produk segar masuk ke pasar induk?

Perum Bulog sebenarnya pernah mengeluarkan  produk Cabai Bubuk, untuk menyiasati ketika pasokan melimpah. Namun, selera masyarakat yang masih bertumpu pada cabai segar, sehingga Cabai Bubuk kita kurang diminati. Sebagai solusi jangka pendek,  mendorong petani memperbaiki manajemen tanam, seperti menentukan luas tanam hingga kapan waktu tanam. Dengan demikian, tidak akan terjadi panen serempak yang berakibat pada pasokan berlebih.

Sebagai seorang agronomis, apa yang sudah anda sampaikan kepada petani dalam perbaikan harga cabai?

Yang penting “Ojo Ngapusi” jadi petani ini harus berkata jujur, jika dia selalu jujur dalam bertani tentu hasilnya juga memuaskan. Tanah sebagai media tanam kondisinya saat ini sudah rusak, sehingga perlu dilakukan recovery. Yang perlu diingat para petani, pupuk itu bukan untuk menyehatkan tanah. Tetapi untuk menyehatkan tanah banyak faktor yang harus diperhatikan misalnya keasaman tanahnya (Ph).

Banyak petani yang salah kaprah dalam bercocok tanam. Misalnya 5 hari sebelum tanam  tanahnya di pupuk hingga 100 kg pupuk kimia. Selain pupuk juga harus membeli pestisida, sehingga dia membuang dana begitu banyak untuk biaya produksi, setelah panen harganya anjlok.

Mestinya petani harus melakukan perbaikan pada tanahnya tidak perlu membuang uang untuk biaya produksi yang berguna. Misalnya menanam hanya satu baris dalam satu bedengan justru hasilnya lebih menguntungkan.

Apakah yang anda lakukan selama ini hasilnya sudah sesuai harapan?

Dalam asosiasi, pertama mereka harus berbudidaya secara benar agar mendapatkan hasil yang optimal dan harus melakukan dalam kelompok untuk saling bertukar ilmu bertani dan merencanakan kapan sebaiknya tanam dan mendapatkan harga yang baik setelah panen. Dalam menghadapi pasar yang berfluktuasi, mereka harus efisien dalam arti biaya produksi bisa ditekan secara teknis namun produktivitas tetap meningkat.

Saya seringkali  bertemu petani dan menanyakan tentang sprayer dipakai sampai 3 tahun. Hal ini terlihat sepele, tetapi hasilnya tentu sangat berbeda, mestinya sprayer 3-4 bulan harus ganti karena menyemprot itu harus mencapai daun.

Waktu penyemprotan juga harus dilakukan pagi hari karena daun terbuka pada pagi hari sehingga nutrisi bisa masuk sempurna. Jika penyemprotan dilakukan pada sore hari tidak ada gunanya. Jika petani mengikuti arahan yang saya lakukan maka akan ada perubahan 20%, tetapi ada petani yang benar-benar  mengikuti petunjuk yang saya sampaikan produktivitasnya  bisa meningkat 40%

Shanty