Kementerian Perindustrian menginisiasi pemetaan kebijakan yang potensial guna mendongkrak ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Inisiasi pemetaan ini dilakukan Kemenperin untuk mencapai target Republik Indonesia sebagai salah satu dari lima eksportir TPT dunia.
“Pemerintah menetapkan industri TPT sebagai salah satu sub-sektor pada industri pengolahan yang dikategorikan sebagai industri strategis dan prioritas nasional,” tegas Menperin Airlangga Hartarto pada acara Breakfast Meeting tentang Kinerja Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil Nasional di Jakarta, Senin (29/8).
Menurutnya, selain sebagai penghasil devisa negara, industri TPT dinilai sebagai ”jaring pengaman sosial” karena menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.
Airlangga menyampaikan, sektor padat karya tersebut hingga saat ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak tiga juta orang dengan nilai investasi mencapai Rp 8,45 triliun. Selain itu, kontribusinya cukup signifikan terhadap perolehan devisa dengan nilai ekspor mencapai US$ 12,28 miliar pada tahun 2015 dan menyumbang penyerapan tenaga kerja 10,6 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur.
“Walaupun industri TPT nasional telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional, namun saat ini sedang mengalami berbagai tantangan baik yang bersifat internal dan eksternal,” ujarnya
Melihat kondisi tersebt, Kemenperin bersama pemangku kepentingan terkait menjalin sinergi dalam menetapkan kebijakan khusus dan tepat bagi industri TPT nasional. Sehingga akan memperkuat kemampuan industri yang berbasis ekspor itu untuk bersaing memenuhi permintaan pasar global.
“Terdapat beberapa insentif yang dinilai paling berpotensi mendongkrak nilai ekspor industri TPT, antara lain yaitu pembebasan pajak pertambahan nilai bagi bahan baku industri TPT yang berorientasi ekspor dan kebijakan harga gas yang berskala keekonomian,” papar Airlangga.
Menperin menjelaskan, pembebasan pajak pertambahan nilai bertujuan membuat produsen tekstil dan pakaian jadi beralih dari bahan baku impor ke bahan baku produksi dalam negeri. Sedangkan, gas dengan harga yang murah dapat mengurangi beban pengusaha dalam pengeluaran biaya energi karena tarif listrik yang cukup mahal.
Agar target lima besar eksportir TPT dunia tercapai, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan harga gas yang kompetitif untuk industri TPT nasional agar mampu berdaya saing di pasar global.
“Kami harapkan setidaknya harga gas sekitar US$ 7 per MMBtu, karena kebutuhan energi gas bagi industri ini di atas 25 persen,”tegasnya.
Dia juga meminta pemerintah mempercepat implementasi perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) antara Indonesia dengan Uni Eropa melalui skema kerja sama ekonomi komprehensif atau comprehensive economic partnership agreement (CEPA). “Hal ini untuk mendongkrak kinerja dan ekspor industri TPT nasional, bahkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja kita,” ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono optimistis, kinerja industri TPT akan gemilang seiring pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini yang berpotensi terus membaik dan diperkirakan mencapai 5,2-5,6 persen (year-on-year) atau lebih tinggi dari pertumbuhan pada tahun 2015 sebesar 4,79 persen. “Hal ini terutama didorong oleh akselerasi stimulus fiskal dan non fiskal melalui beberapa paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, industri pengolahan berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional karena menyumbang sebesar 20,48 persen pada triwulan II 2016. Industri pengolahan juga memberikan kontribusi terbesar ekspor yang mencapai 85,76 persen dari total ekspor nasional. “Total ekspor industri pada semester pertama tahun ini adalah sebesar US$ 9.93 miliar,” sebutnya. Buyung