Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menolak keras masuknya investasi asing dalam penangkapan ikan di perairan Indonesia. Bermodal Perpres No. 44/2016 tentang bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan, Susi bahkan frontal menantang mundur jika PMA benar-benar boleh melaut kembali. Benarkah investasi asing terlarang total di laut Indonesia?
Rontoknya industri pengolahan ikan akibat minimnya pasok belum juga menemui jalan keluar. Pada saat yang sama, armada kapal cantrang rakyat — yang dalam transisi pelarangan — masih kesulitan melaut, dan kapal-kapal eks asing malah sudah terlarang total menangkap ikan. Impor? Jelas memalukan, karena negeri bahari dan ikan melimpah ruah. Di perairan Natuna, contohnya.
Inilah wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI paling besar potensi tangkapan ikannya. Dari total 11 WPP RI yang ada, potensi tangkapan ikan lestari di WPP 711 ini mencapai 1,059 juta ton/tahun dari total 6,5 juta ton/tahun. Sayangnya, potensi besar itu baru tergarap 9,3%, sementara aksi pencurian masih kerap terjadi. Bahkan aksi pencurian ikan sempat memicu insiden serius dengan Tiongkok.
Nampaknya, pemanfaatan tangkapan ikan yang masih rendah serta terkait kedaulatan RI mencuatkan wacana asing boleh menangkap ikan di Natuna bekerjasama dengan nelayan lokal. Wacana ini yang ditanggapi keras Menteri KP Susi Pudjiastuti. Susi bahkan mengancam mundur jika investor asing dibolehkan masuk sektor penangkapan ikan di perairan Indonesia. Alasannya, berdasarkan Perpres No. 44 Tahun 2106, perikanan tangkap sudah tertutup alias masuk daftar negatif investasi untuk asing. “Kalau perikanan tangkap sampai diberikan ke asing, saya siap mengundurkan diri,” cetus Susi.
Benarkah asing tertutup untuk perikanan tangkap? Berdasarkan lampiran III Perpres 44/2016, bidang usaha Perikanan Tangkap dengan menggunakan Kapal Penangkap Ikan di Wilayah Perairan Indonesia dan Laut Lepas memang dipersyaratkan 100% untuk modal dalam negeri dan perlu izin khusus. Namun, Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) menilai larangan itu hanya berlaku di perairan Indonesia, tapi terbuka di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Dan, ZEEI ini merupakan bagian dari WPP RI, sesuai Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
“Berdasarkan Pasal 3 Perpres bahwa bidang usaha yang tak tercantum dalam bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha terbuka, ditambah lampiran I dan III Perpres, maka modal asing terbuka di WPP RI, khususnya di ZEEI,” ujar Ketua Bidang Hukum dan Organisasi Astuin, Muhammad Billahmar di Jakarta, Jumat (19/8/2016). Hanya saja, dia mengaku kunci masuknya asing di ZEEI tergantung Kementerian KKP sebagai pengelola WPP RI.
Kalau pun tidak asing, sanggupkah? “Dengan kapasitas armada kapal lokal yang ada di Natuna saat ini? Tidak sanggup,” tegas Wakil Ketua Umum bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia, Yugi Prayanto. Butuh sekitar 3.000 kapal ukuran 100 GT ke atas, baik kapal tangkap maupun kapal angkut untuk menggarap ZEEI Natuna. Tapi dia optimis itu bisa dilakukan jika semua aturan main yang ada direvisi, mengingat dampaknya sudah membangkrutkan banyak pengusaha perikanan tangkap, budidaya dan industri pengolahan. AI