Tata Kelola Air Perusahaan HTI Dukung Pertanian Pangan di Lahan Rawa,

Dr Soewarso/Dok. KADIN

Perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) hutan tanaman industri (HTI) yang beroperasi di lahan rawa melakukan tata kelola air berkelanjutan untuk memastikan sebagai bagian dari pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), produktivitas tanaman, dan konservasi keanekaragaman hayati.

Tata kelola air berkelanjutan itu juga berdampak positif untuk mendukung pertanian pangan oleh masyarakat di sekitar konsesi.

“Ada konsep berbagi air untuk kebutuhan masing-masing agar tidak ada yang kelebihan maupun kekurangan,” kata Direktur APP Group Dr Soewarso pada seminar memperingati Hari Air Sedunia secara daring, Kamis, 21 Maret 2024.

Dia menjelaskan, dalam pembangunan HTI, diawali dengan pemetaan topografi untuk penentuan tata ruang HTI. Ada tiga fungsi zonasi yang ditentukan, yaitu zona lindung dengan fungsi lindung zona transisi dengan fungsi produksi low stocking, dan zona produksi.

Setelah itu dilakukan desain tata kelola yang diikuti dengan pengaturan tata air dengan membangun infrastruktur seperti sekat kanal.

Bangunan sekat kanal akan mengatur pasokan air pada masing-masing zonasi sesuai dengan kebutuhan air yang dibutuhkan. Pengaturan ini juga bertujuan sebagai cadangan ketersediaan air di musim kering.

Soewarso menjelaskan, praktik tersebut diantaranya telah diterapkan di PBPH PT Bumi Andalas Permai (BAP) di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Di lokasi itu, PT BAP juga melakukan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk pertanian pangan seluas 2.449 hektare. “Areal kemitraan di areal tanaman kehidupan PT BAP didesain untuk tanaman padi dan jagung,” katanya.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan Dr Bambang Pramono menjelaskan pentingnya pemanfaatan lahan rawa untuk produksi pangan.

Menurut dia, saat ini alih fungsi lahan pertanian di pulau Jawa yang merupakan lumbung produksi pangan, terus terjadi. Di sisi lain, defisit beras nasional tahun 2023 mencapai lebih kurang 3 juta ton. “Tahun 2040 -2050 Indonesia akan krisis pangan, kalau tidak ada upaya nyata,” katanya.

Menurut dia, dengan kondisi tersebut maka tidak ada pilihan lain yaitu memaksimalkan lahan rawa yang sudah direklamasi dan juga mencari areal baru pengembangan. “Salah satu upayanya adalah dengan program optimalisasi lahan rawa yang sudah dibuka,” katanya. ****