Pasar internasional semakin menuntut legalitas produk kayu yang diperdagangkan. Peluang bagus bagi Indonesia yang telah mengembangkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Tuntutan global akan produk kayu legal dan bisa ditelusuri asal-usulnya terus meningkat. Sejumlah negara pasar produk kayu bahkan sudah memberlakukan regulasi yang membentengi wilayahnya dari masuknya kayu ilegal dari negara lain. Amerika Serikat memberlakukan amandemen Lacey Act, Jepang menerapkan Green Konyuho, sementara Uni Eropa memberlakukan Europe Union Timber Regulation (EUTR).
Terbaru, China dilaporkan siap untuk mengadopsi revisi undang-undang kehutanan untuk melindungi hutan di negara itu sekaligus mendorong pembangunan hijau.
Seperti dilaporkan kantor berita China Xinhua, 28 Desember 2019, kesepakatan untuk mengadopsi undang-undang kehutanan diambil usai pertemuan dua bulanan lembaga tinggi legislasi China. Undang-undang kehutanan hasil revisi ini akan berlaku 1 Juli 2020.
Berdasarkan undang-undang kehutanan hasil revisi, ada dua kategori hutan di China. Pertama hutan untuk publik dan hutan komersial. Masing-masing kategori hutan punya standard pengelolaan tersendiri.
Hutan publik akan dilindungi secara ketat. Sementara pemanfaatan hutan komersial akan dilakukan oleh operator yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan. Operator berwenang juga tetap harus melestarikan sumber daya hutan.
Yang menarik, seperti dilaporkan Bloomberg, undang-undang kehutanan China hasil revisi itu juga berisi larangan untuk membeli produk kayu yang bersumber dari aktivitas ilegal.
Dalam salah satu pasalnya, diatur bahwa perusahaan distribusi dan pengolahan kayu harus mencatat semua penerimaan dan pengiriman bahan baku dan produk. Juga diatur, bahwa tidak ada entitas atau individu yang boleh membeli, memproses, dan mengangkut kayu dengan sepengetahuan dari sumber ilegal seperti pencurian atau deforestasi.
Apresiasi
Undang-undang kehutanan China itu pun disambut positif oleh komunitas global. EIA (Environtmental Investigation Agency), LSM yang banyak melakukan penyelidikan tentang peredaran kayu ilegal di pasar global, menilai langkah China tersebut berpotensi untuk menciptakan perubahan pasar yang transformatif. Sebab China selama ini selalu disorot karena menampung kayu-kayu ilegal dari negara lain.
Menurut EIA, sebagai importir kayu terbesar di dunia dan pusat pemrosesan utama, China selama beberapa dekade telah menjadi ‘kotak hitam’ yang tidak jelas untuk kayu dengan risiko ilegal yang tinggi karena praktik pencarian sumber sembarangan dengan volume besar kayu dari hutan di seluruh dunia.
Lebih dari dua puluh tahun, para penyelidik telah mendokumentasikan aliran kayu ilegal ke Tiongkok dari Kongo, Gabon, Ghana, Madagaskar, Nigeria, Peru, Timur Jauh Rusia, Zambia dan tempat lain.
Kini undang-undang kehutanan China akan menutup pintu masuknya kayu ilegal. “Jika Cina tulus menutup pasarnya untuk kayu bersumber ilegal dan memiliki kemauan untuk menegakkan larangan tersebut, itu akan menjadi alat penentu bagi ekosistem hutan, mata pencaharian lokal, dan keanekaragaman hayati global, menyediakan penguatan kritis terhadap upaya negara-negara sumber untuk memerangi pencurian sumber daya alam dan korupsi,” kata Direktur EIA untuk Kampanye Hutan Lisa Handy seperti dikutip Agro Indonesia, Kamis (13/2/2020).
Penegakan serius undang-undang kehutanan China juga akan berfungsi untuk meningkatkan komitmen China untuk melindungi keanekaragaman hayati ketika negara itu bersiap untuk menjadi tuan rumah Konvensi PBB ke 15 tentang Konferensi Keanekaragaman Hayati Para Pihak (CBD COP) pada bulan Oktober, 2020. Sebagai co-lead untuk solusi berbasis alam dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, komitmen China untuk membersihkan rantai pasokan kayunya juga akan membantu memajukan aksi pengendalian perubahan iklim global.
Selain larangan kayu ilegal, undang-undang yang baru diamandemen memiliki persyaratan penting bagi operator dan pengolah kayu untuk membuat catatan masuk dan keluar bahan baku dan produk.
“Melestarikan hutan yang tersisa di dunia sangat penting bahkan untuk memiliki kesempatan mengurangi dampak terburuk dari perubahan iklim. Dalam mengatasi masalah berbahaya dari sumber kayu ilegal secara langsung, Tiongkok dapat muncul sebagai pemimpin global dalam menjaga hutan di seluruh dunia,” kata Handy.
Dari Indonesia, kebijakan China itu juga direspons positif. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rufi’ie menyatakan Indonesia mengapresiasi kebijakan langkah China untuk mempersempit peluang masuknya kayu ilegal dari negara lain.
“Ini tentu kabar yang baik untuk mempromosikan perdagangan kayu legal secara global,” kata dia, Jumat (14/2/2020).
Menurut Rufi’ie, dengan revisi undang-undang kehutanan China itu, maka untuk pertama kalinya ada larangan di China soal masuknya kayu ilegal. Larangan itu tidak pernah tercantum dalam undang-undang China sebelumnya.
Adanya larangan perdagangan kayu ilegal di China tak lepas dari desakan Internasional. Indonesia, kata Rufi’ie, juga sudah mendesak China untuk memberlakukan larangan tersebut sejak lama baik dalam pertemuan bilateral maupun multilateral. “Walau didesak, mereka tidak serta merta mengikuti. Makanya kita apresiasi kalau sekarang China memberlakukan larangan perdagangan kayu ilegal,” katanya.
Sementara itu, Direktur Multistakeholder Forestry Programme (MFP) Tri Nugroho menilai kebijakan China akan berpengaruh banyak pada kinerja ekspor produk kayu Indonesia. Pasalnya, China adalah salah satu pasar produk kayu Indonesia.
“Ini peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor produk kayu,” kata Tri di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Indonesia dipastikan tidak akan kesulitan untuk menembus pasar China karena telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem ini memastikan produk kayu yang diekspor berasal dari sumber yang legal dan bisa ditelusuri asal-usulnya.
China merupakan pasar utama produk kayu Indonesia. Berdasarkan data Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) KLHK, pada tahun 2019 lalu, total ekspor produk kayu Indonesia mencapai 11,6 miliar dolar AS. China menduduki rangking pertama dengan 2,8 miliar dolar AS.
Tri menyatakan, dengan tuntutan legalitas yang makin meningkat di pasar global, maka Indonesia yang telah memiliki SVLK seharusnya memiliki keunggulan komparatif. Apalagi, sistem tersebut juga telah mendapat pengakuan global, termasuk dari Uni Eropa.
Menurut Tri, yang perlu ditingkatkan dari produk kayu Indonesia, khususnya furnitur adalah soal desain dan kontrol kualitas. “Indonesia unggul bahan baku dan punya legalitas. Tapi desain kita perlu ditingkatkan,” katanya.
Di tingkat akademi, bahkan tidak ada perguruan tinggi yang secara khusus menyediakan pendidikan untuk desain produk furnitur. Ini berbeda dengan bidang lain seperti arsitektur.
Sugiharto