Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pemerintah akan mematikan usaha penggilingan padi skala kecil. Di samping itu, petani juga akan tergencet karena penggilingan padi kecil pasti mencari gabah yang lebih murah.
“Pada akhirnya petani juga yang dirugikan, karena penggilingan padi kecil mencari gabah yang lebih murah untuk mencapai HET tersebut,” kata Dede Samsudin, Ketua Gabungan Kelompok Tani, Sri Asih, Desa Ciptamarga, Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat.
Menurut dia, penetapan HET beras tidak banyak berdampak terhadap petani, juga terhadap pengendalian harga. “Soal harga, hukum pasar masih berlaku. Jika permintaan banyak, suplai terbatas, harga pasti akan bergejolak naik,” tegasnya kepada Agro Indonesia, Kamis (31/8/2017).
Dia mengaku masih akan melihat perkembangan harga beras, awal bulan September 2017. “Kita lihat saja harga beras setelah tanggal 1 September ini, apa seperti yang diharapkan pemerintah atau tidak,” tegasnya.
Dede, yang juga pengusaha penggilingan padi ini mengatakan, sebenarnya harga di pasar sulit untuk diatur. Jika harga beras misalnya mau stabil, mestinya pasokan beras ke pasar yang harus diatur. “Kalau produksi gabah kita memang surplus, mestinya suplai beras ke pasar lancar dan harga beras stabil alias tidak mahal,” tegasnya.
Ketua Umum Perhimpunan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, pemerintah tidak serta merta menetapkan HET beras medium Rp9.000/kg seperti yang direncanakan semula. “Perpadi malah mengusulkan HET beras Rp9.450/kg. Dengan harga ini, maka harga gebah kering panen (GKP) petani Rp4.600/kg. Ini jauh di atas HPP yang ditetapkan pemerintah Rp3.700/kg,” ungkapnya.
Menurut dia, yang perlu diperhatikan pemerintah dalam HET ini adalah kondisi harga gabah di tingkat petani. Saat ini harga gabah di sentra produksi sudah mencapai Rp4.600/kg-Rp5.000/kg. “Jadi, pemerintah harus lihat dulu kondisi harga gabah yang terjadi,” tegasnya.
Penetapan HET untuk beras berlaku mulai 1 September 2017. Tujuannya untuk melindungi konsumen dari gejolak harga dan HET dibagi berdasarkan wilayah.
Perpadi bantah
Sutarto mengatakan, penetapan HET beras ini sama sekali tidak mematikan usaha penggilingan padi skala kecil. Bahkan sebaliknya dapat mendorong penggilingan padi kecil lebih solid. “Tidak benar kalau ada isu yang menyebutkan HET beras mematikan penggilingan padi skala kecil. Bahkan justru sebaliknya, bisa terbentuk sinergi antar penggilingan skala kecil dengan besar,” tegas mantan Kepala Bulog ini.
Dia mengatakan, sebagian orang menilai kebijakan HET beras sulit untuk dipenuhi penggilingan padi skala kecil, karena tidak mempunyai alat pengering, sehingga sulit memenuhi syarat yang sudah ditentukan.
Namun, lanjut Sutarto, untuk mengatasi masalah ini, penggilingan padi skala kecil bisa bekerjasama dengan penggilingan padi skala besar. Dengan demikian, terjalin kerjasama yang baik. “Hal ini harus diciptakan, biar penggilingan skala kecil tetap eksis,”tegasnya.
Selain itu, kata Mantan Dirjen Tanaman Pangan Kementan ini, pemerintah hendaknya memberikan bantuan alat pengering kepada penggilingan padi skala kecil, memberikan modal serta membuka akses agar penggilingan skala kecil bisa menjual beras ke Bulog.
“Pemerintah bisa melakukan ini. Buktinya, pemerintah memberikan bantuan alat dan mesin pertanian kepada Gapoktan atau kelompok tani. Hal yang sama mestinya juga bisa dilakukan kepada penggilingan padi, seperti memberikan alat penggering,” lanjutnya.
Sutarto menyebutkan, jumlah penggilingan padi skala kecil tercatat sekitar 172.000 unit, skala besar sebanyak 200.000 unit dan penggilingan padi skala sedangan 800.000 unit. Untuk skala kecil, perlu diberikan bantuan alat pengering, modal dan akses menjual ke Bulog.
“Jika ini dilakukan pemerintah, maka penetapan HET memberi dampak yang positif baik bagi dunia usaha maupun petani,” katanya.
Sutarto mengharapkan dampak yang didapat petani dengan HET beras ini adalah naiknya harga gabah atau di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“Kebijakan HET beras ini jelas berdampak terhadap harga gabah di petani. Hitungan Perpadi, jika harga beras Rp9.450/kg, maka harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani bisa mencapai Rp4.600/kg. Harga ini jauh lebih tinggi dari HPP yang hanya Rp3.700/kg,” tegasnya.
Dia menilai penggilingan padi di desa kurang mendapat perhatian pemerintah, terutama dalam aspek kredit. Padahal, mereka adalah penggerak ekonomi. Hal ini yang menurutnya harus dibina dan dibangunkan agar menjadi kekuatan ekonomi.
Evaluasi empat bulanan
Sementara Ketua Koperasi Perpadi Jaya Raya, Nellys Soekidi mengatakan, pemerintah sudah menghitung dengan cermat HET beras. Memang, dengan adanya HPP dan HET beras, harga komoditi pangan pokok bangsa Indonesia itu tidak akan terlalu rendah yang menyebabkan petani rugi, atau terlalu tinggi yang memberatkan konsumen.
“HET yang ditetapan pemerintah sudah mempertimbangkan semua aspek,” katanya. Apalagi, dalam pembahasan bersama beberapa waktu lalu pemerintah akan melakukan evaluasi tiap empat bulan dengan indikator di antaranya luas panen dan produksi padi. Artinya, HET beras di musim hujan dan kemarau akan berbeda. Selain itu, HET juga membedakan kondisi wilayah produksi dan non produksi padi.
Dengan begitu, harga beras di tingkat konsumen akhir hitungan HET-nya di suatu wilayah dengan wilayah lainnya bisa saja berbeda karena memperhitungkan biaya transportasi dan logistik.
Namun, Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (Kopic), Zulkifli berpendapat, pemerintah terlalu jauh melakukan intervensi terhadap pasar beras, dan tidak boleh pedagang untung Rp200/kg.
Dia menyebutkan, di Pasar Induk Cipinang (PIC) tidak hanya pedagang beras besar yang ada, tapi juga pedagang beras kecil yang menyewa kios ukuran 2×2 meter dan menjual hanya 30-50 ton/bulan. Jika keuntungan mereka Rp100/kg, maka dengan menjual 30 ton hanya mendapat Rp3juta/bulan. “Padahal, pedagang beras kecil itu harus bayar kontrak kios, listrik dan biaya yang lain,” katanya.
Tidak ganggu
Sementara itu Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengklaim, kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas beras tidak akan mengganggu serapan beras yang dilakukan Perum Bulog.
Mentan optimis kebijakan HET tidak akan mengganggu pasokan beras yang ada saat ini. “Ini tidak akan mengganggu pasokan. Sekarang stok ada 1,7 juta ton. Tadi malam kami periksa serapan Perum Bulog sebanyak 8.000 ton. Itu kami cek setiap hari. Kami akan upayakan serapan bisa di atas 10.000 ton/hari dan sampai akhir tahun ada 1 juta ton lagi yang terserap. Kami yakin Bulog bisa melakukan itu,” ujar Mentan di Jakarta, Kamis (24/8/2017).
Mentan mengatakan regulasi yang diambil oleh Mendag pasti sudah didasarkan pada berbagai perhitungan yang mengakomodasi kepentingan seluruh pihak terkait, khususnya para petani. Yang paling penting adalah para petani sudah dijaga. Pemerintah sudah melindungi petani.
“Berbagai kebijakan sudah diterapkan. Sekarang ada harga pembelian pemerintah (HPP). Bahkan, dulu, produksi gabah yang di luar kualitas saja dibeli pemerintah. Itu bukti cinta kami kepada petani. Sebisa mungkin semua diserap,” terangnya. Jamalzen
Permentan Beras Premium Belum Tuntas
Meski aturan HET sudah berlaku per 1 September 2017, namun masalah mutu beras premium ternyata belum final. Bahkan, Kementerian Pertanian (Kementan) mengusulkan pengetatan syarat butir patah (broken) menjadi 10% dari 15% yang telah dibuat Kementerian Perdagangan.
Hal itu terungkap aalam public hearing yang dilakukan Kementan, Kamis (31/8/2017). Usulan ini kontan mendapat penolakan. Sampai akhir pekan lalu, Permentan mengenai mutu beras medium dan premium pun belum juga terbit.
Ketua Koperasi Perpadi Jaya Raya (KPJR), Nellys Soekidi menyampaikan, komponen mutu butir patah beras premium 15% bukan 10% yang dikeluarkan Kementan. “Kalau diubah lagi jadi 10% akan ramai lagi. Kalau memang sudah kesepakatan, harusnya dituangkan dalam surat keputusan, bahwa beras premium butir patahnya 15%,” kata Nellys di acara public hearing.
Menurut dia, jika broken 15%, maka beras kepala menjadi 85%. Hal ini menjadi koreksi karena sudah disosialisasikan. “Saya berharap, broken 15% yang menjadi kesepakatan bersama untuk tidak lagi diubah karena prosesnya sudah cukup lama dalam rapat,” katanya.
Dia menyebutkan, rapat pembahasan mengenai mutu beras premium sudah 7 kali, terakhir sepakat broken 15%. Kalau diubah jadi 10% akan merubah lagi proses kerja, packing dan efeknya kalau 10% berarti HET-nya naikkan lagi. “Jangan diubah-ubah lagi. Kami tetap berharap 15% karena bikin beras itu susah,” tegasnya.
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), Arief Prasetyo Adi mengatakan, beras premium yang disebutkan Kemendag disepakati broken-nya 15% sekarang diperketat menjadi 10%. “Sudah di-lock oleh Kemendag harganya Rp12.800/kg dengan spesifikasi tertentu, yakni broken 15%. Kalau butir patahnya diganti 10%, berarti beras kepalanya naik,” katanya.
Arief menyatakan, pembahasan sebenarnya sudah dibicarakan dari hulu sampai hilir dengan angka Rp12.800/kg dengan spesifikasi broken 15%, sehingga jika diubah akan berdampak pada semua lini. “Mulai dari penggilingan padi besar, kecil, dan ritel semua terkena dampaknya,”jelasnya.
Arief menambahkan, kondisi lapangan harga gabah di Karawang sudah di atas Rp5.500/kg. Ada sejumlah faktor kenaikan harga gabah ini, seperti Bulog masuk membeli gabah petani dengan harga yang cukup tinggi, ada serangan wereng dan tikus, yang mengakibatkan produksi menurun. Sabrina
Baca juga: