Waspada, Harga Pangan 2022 Tetap Tinggi

Foto: ANTARA

Kalangan ilmuwan memperingatkan, kerusakan panen di sejumlah sentra pangan global yang disebabkan oleh perubahan iklim akan memicu aksi penimbunan maupun restriksi perdagangan.

Berbagai peristiwa cuaca ekstrem tahun 2021 telah memicu kenaikan harga komoditas pertanian, yang tetap tinggi sampai memasuki tahun 2022 ini, akibat kondisi tak biasa yang merusak panen sehingga menimbulkan kekurangan berkelanjutan.

Harga barang-barang, termasuk kopi Brasil, kentang Belgia dan kacang polong kuning Kanada — yang jadi substitusi protein dari produk makanan nabati — meningkat tajam tahun lalu sebagai respons atas suhu ekstrem dan banjir.

Ilmuwan sudah mengingatkan bahwa kondisi ini akan makin sering terjadi dan makin intens seiring dengan percepatan perubahan iklim.

Masalah-masalah logistik dan perubahan perilaku konsumsi akibat pandemi COVID-19 juga ikut mendorong naiknya harga bahan pangan pokok seperti gula dan gandum pada 2021 lalu.

“Pertanian merupakan salah satu sektor paling rentan terhadap paparan perubahan iklim,” baik dari peristiwa cuaca ekstrem saja maupun akibat perubahan jangka panjang pola iklim, demikian laporan yang dilansir Stockholm Environment Institute, seperti dikutip Financial Times.  Risiko-risiko tersebut “jauh lebih besar” ketimbang peluang yang ada di sektor ini, tulis laporan itu.

Serangkaian peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di seluruh dunia selama pertengahan 2021 telah menghancurkan berbagai tanaman, yang buntutnya mendorong kenaikan harga.

Embun beku parah menghajar sentra produksi kopi Brasil pada Juli, yang memicu kenaikan harga tinggi dalam 7 tahun terakhir. Gangguan pada rantai pasok global serta krisis peti kemas juga mengerek naik harga pada akhir tahun lalu.

Cuaca buruk di Brasil terus tak menentu, yang meningkatkan kekhawatiran terjadinya kerusakan panen lebih lanjut.

Pola cuaca La Nina terbaca telah berkembang untuk tahun kedua secara berturut-turut pada akhir 2021. Fenomena ini diperkirakan bakal meningkatkan curah hujan serta memicu kekeringan di bagian dunia lainnya.

“Jika kita tahu bahwa La Nina akan terjadi tahun ini, maka kita sudah bisa melihat reaksi harga lebih dulu, bahkan sebelum fenomena cuaca itu benar-benar terjadi,” ujar ekonom senior Organisasi Pangan Dunia (FAO), Mario Zappacosta.

Hal ini bisa menimbulkan “efek berantai,” di mana harga pangan substitusi juga ikut naik, tambahnya.

Sementara itu, gelombang panas dan kekeringan tak terduga di Kanada selama pertengahan 2021 telah memukul produksi dan menerbangkan harga kacang polong. Harga kacang ini bahkan lebih dari dua lipat, sehingga mempengaruhi produsen daging nabati yang mengandalkan bahan baku dari kacang tersebut.

Harga kentang Belgia juga melonjak tajam setelah banjir menghajar Eropa selama musim panas di benua Biru tersebut.

Dalam laporannya, para peneliti Stockholm Environment Institute mengatakan perubahan iklim akan “berdampak dramatis terhadap produksi pertanian di seluruh dunia,” dan akan mengurangi hasil panen di wilayah-wilayah tertentu.

Produksi gula tebu global bisa anjlok 59% dalam tiga dasawarsa terakhir sampai tahun 2100, dibandingkan dengan produksi selama periode 1980-2010. Sementara produksi kopi arabika dan jagung masing-masing akan turun 45% dan 27%, demikian estimasi mereka.

“Ini merupakan celah yang besar dalam perencanaan kita untuk adaptasi iklim,” papar Magnus Benzie, salah satu penulis laporan. Produktivitas yang lebih rendah dan harga yang makin mahal bisa menimbulkan kerawanan pangan di negara-negara yang kurang tangguh dan tergantung pada impor, serta bakal mendorong naik harga juga buat konsumen di seluruh dunia, katanya.

Bagaimana negara-negara di dunia menanggapi perstiwa ekstrem dan kekurangan yang ada — apakah melakukan aksi penimbunan atau menerapkan pembatasan perdagangan — bisa memperburuk krisis yang terjadi, tambahnya.

Krisis yang terjadi bersamaan, seperti kekeringan berturut-turut atau serentak, kemungkinan juga bakal memperdalam kekurangan yang terjadi, dan diperkirakan bakal makin biasa terjadi ketika suhu dunia meningkat, papar Benzie. AI