Akademisi Nilai Saatnya Bertindak, Bukan Wacana

* Kendalikan Alih Fungsi Lahan

Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian (Irjen Kementan), Jan Samuel Maringka mengajak jajaran aparat penegak hukum (APH) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Jawa Timur untuk membangun sinergi dan komitmen.

Sinergi dan komitmen tersebut terlihat dari Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas) Bidang Ketahanan Pangan dengan tema “Sinergi APIP dan APH Mengawal Program Pertanian dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Provinsi Jawa Timur” di Surabaya, belum lama ini.

“Jawa Timur adalah salah satu lumbung pangan nasional dan menjadi success story bagaimana mengelola pertanian di Indonesia sehingga harus bisa bertahan menghadapi krisis pangan yang dihadapi oleh berbagai negara-negara di dunia,” katanya.

Karenanya, Itjen Pertanian terus berupaya meningkatkan pengawalan terhadap program pembangunan pertanian. Salah satu langkah yang diambil dengan melakukan kolaborasi melalui Program Jaga Pangan, Jaga Masa Depan.

“Bersama-sama agar program-program pertanian kita bisa berjalan tepat waktu tepat mutu dan tepat sasaran,” papar Jan Maringka.

Berdasarkan data yang dihimpun Kementan, dari total luas lahan sawah 7,46 juta hectare (ha), terdapat 659.200 ha yang mengalami alih fungsi lahan sawah. Rinciannya, seluas 179.539 ha terbangun infrastruktur maupun perumahan, dan 479.661 ha menjadi perkebunan.

Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak pun mengapresiasi kegiatan sinergi ini untuk ketahanan pangan di Jawa Timur.

“Bicara ketahanan pangan, password-nya adalah Lahan dan SDM. Bicara tentang lahan, permasalahannya adalah alih fungsi, sedangkan SDM kaitannya produktivitas. Produktivitas bisa dicapai maksimal kalau kesejahteraannya (petani) terpenuhi,” tuturnya.

Mengenai alih fungsi lahan pertanian, Wagub Emil Dardak mengakui hal tersebut tidak bisa terhindari dari daerah yang tengah membangun infrastruktur.

“Tapi di Jawa Timur ini ada Perda Lahan Pangan Pertanian Berkelanjutan (LP2B) dan Perda Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD),” tuturnya.

Mengenai penegakan hukum pelanggaran aturan perda mengenai LP2B maupun LSD, Emil mengungkapkan aparat hukum, seperti Polisi dan Satpol PP, perlu bersinergi bersama. “Karenanya, sinergi sangat penting, duduk bersama dalam pengendalian alih fungsi lahan,” tegasnya.

Melansir data dari BPS Jawa Timur, hasil panen padi pada tahun 2022 masih cukup besar dengan total 9,69 juta ton GKG, Angka itu memang penurunan sebesar 1,05% dari tahun sebelumnya yang mencapai 9,79 juta ton GKG.

Namun, kabar baiknya adalah, pada tahun 2023 Pemerintah Provinsi Jawa Timur menargetkan produksi padi meningkat drastis menjadi 10,5 juta ton gabah kering giling (GKG), setelah produksi tahun sebelumnya hanya mencapai 9,53 juta ton GKG.

Rakorwas ini melibatkan 340 peserta dari dinas yang membidangi pertanian, Bapeda, ATR/BPN, Kepolisian, Kejaksaan dan akademisi dari Universitas Gajah Mada.

Beberapa poin yang dibahas adalah mempercepat penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam Perda RTRW kabupaten/kota serta mendorong kabupaten/kota untuk melengkapi data spasial atas LP2B yang telah ditetapkan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah memberikan mandat kepada Inspektorat Jenderal (Itjen) untuk mengeksekusi program program pertanian berjalan di lapangan, termasuk pengendalian alih fungsi pertanian.

“Melalui Inspektorat Jenderal, Kementan terus berupaya meningkatkan pengawalan di sejumlah sentra produksi nasional,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menyebutkan, Pemerintah Daerah (Pemda) telah banyak menetapkan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (K/LP2B) di dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Selain itu, ada pula Pemerintah Daerah/Kota yang menetapkan Perda LP2B tersendiri. Begitu juga di tingkat provinsi, norma K/LP2B juga ditetapkan dalam Perda RTRW.

Dirjen menyebutkan, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sudah banyak yang tetapkan LP2B. “Penetapan oleh Pemda bisa dilakukan melalui Perda LP2B tersendiri atau penetapan K/LP2B dalam Perda RTRW,” tegasnya.

Bertindak

Sementara itu, Akademisi UGM, Prof. Nurhasan Ismail mengatakan, dalam perlindungan lahan pertanian, sudah saatnya bertindak, bukan lagi berwacana untuk menjamin ketersediaan lahan pertanian demi kemandirian dan kedaulatan pangan.

Salah satu tindakannya adalah dengan menetapkan LP2B berupa Perda RTRW maupun Perbup/PerWali. “Jika belum, pemerintah pusat bahkan provinsi harus mendorong dan memfasilitasi Pemda kab kota serta DPRD dalam penyusunan atau perubahan Perda,” tuturnya.

Termasuk membangun kesadaran kolektif agar pimpinan daerah dan DPRD untuk menempatkan kepentingan mempertahankan ketersediaan lahan pangan sebagai kepentingan strategis nasional.

Seperti diketahui, untuk menjamin keberlanjutan keberadaan lahan pertanian, seperti yang diamanatkan oleh UU No.41 Tahun 2009, dihadapkan pada kondisi dilematis.

“Seharusnya, ketika lahan pertanian yang telah ada dialihfungsikan untuk pembangunan infrastruktur dan bersifat publik, maka tanah pertanian itu harus diganti. Namun, sayangnya, tanah pengganti lahan pertanian itu semakin terbatas,” tuturnya.

Perwakilan Kanwil BPN Jawa Timur, Arifin Siregar mengatakan, khusus untuk sawah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi walidata lahan di daerah-daerah. “ATR BPN siap mengawal Jaga Pangan di depan,” tegasnya.

Provinsi Jawa Timur masih menyusun Perda RTRW terbaru dari revisi Perda No. 5 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur 2011-2031.

Arifin menjelaskan, dari RTRW sekarang jika dibandingkan Perda 05/2012, dalam draft RTRW terbaru ada pengurangan 43,51 ha atau sekitar 10% pengurangannya dari luasan 476,526 ribu ha yang tersebar di 38 kab/kota se-Jatim.

“Nilai pengurangan ini berbahaya. Apalagi Jatim menjadi tulang punggung dan lumbung pangan produksi beras nasional. Jika tidak diatur, bisa kebablasan,” tegasnya.

Sinergi

Untuk melindungi lahan pertanian di Jawa Timur, kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang bekerja di sektor pemerintahan dan Aparat Penegak Hukum (APH), seperti Kepolisian tingkat Polda hingga Kejaksaan Tinggi (Kejati), harus bersinergi.

Perwakilan dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim, Subdit 1 Industri Perdagangan dan Asuransi (Indagsi), Kompol Yoni mengatakan, Ditreskrimsus diberikan wewenang sebagai penyidik untuk penegakan hukum sesuai dengan undang-undang.

Seperti UU 1/2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman. Apabila mendirikan pemukiman di luar kawasan perumahan dan pemukiman bisa dipidana denda Rp2 miliar atau pidana kurang dari 2 tahun. Termasuk jika berbentuk badan hukum seperti developer dan lainnya, hukumnya pidana dengan denda maksimal Rp5 miliar.

“Namun, untuk melakukan upaya penegakan hukum terkait penetapan lahan sawah yang dilindungi, harus ada sinergi dengan APIP, sehingga aparat penegak hukum di kabupaten kota setempat bisa melakukan pemantauan untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian,” tuturnya.

Sinergitas ini juga menjadi sorotan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Ardito Perwadi. “Sinergitas ini menjadi sesuatu yang dilakukan profesional untuk mewujudkan good and clean governance,” sebutnya.

Ditegaskan, bagi APH selalu harus kordinasi dan gandeng APIP sejak awal dalam penanganan Dumas (Pengaduan Masyarakat).

Untuk itu, bagi APH ke depan, hilangkan ego sectoral. Begitu juga APIP selalu utamakan kriteria dan dapat membedakan adminitrasi dan pidana, kecuali OTT (Operasi Tangkap Tangan) tidak membutuhkan pendampingan APIP dan dapat mengabaikan PKS (Perjanjian Kerja Sama) oleh APH.

Begitu pula diungkapkan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Timur, Abul Chair. Sinergi dan kolaborasi pengawasan sangat penting untuk dilakukan guna memastikan kemanfaatan program yang telah didesain dapat optimal dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat.

Dikatakan, pentingnya keselarasan antara program pemerintah pusat dengan daerah khususnya dalam program prioritas nasional termasuk di dalamnya program lumbung nasional yang juga melibatkan beberapa provinsi di lndonesia.

“BPKP telah merancang pengawasan atas akuntabilitas perencanaan dan penganggaran di daerah sebagai sarana membantu pemda guna memastikan efektivitas, efisiensi rancangan program kegiatan sampai dengan sub kegiatan. Dan tentunya pengawasan ini melibatkan APIP (aparat pengawas intern pemerintah),” katanya. PRP/SW