Kabar rusaknya keramba jaring apung (KJA) buatan Norwegia yang dipasang di Pangandaran, Karimunjawa dan Sabang membuat prihatin akademisi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas Padjadjaran (Unpad).
Dekan FPIK, Unpad, Yudi Nurul Ihsan mengaku memang belum tahu persis kondisi KJA di lokasi percontohan: Pangandaran, Karimunjawa dan Sabang. Namun pihaknya sudah mencatat banyak informasi tentang KJA buatan Norwegia yang rusak. Karena menguar dalam Focus Group Discusion Regional Meeting Tata Kelola dan Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya Berkelanjutan yang digelar Unpad, Selasa (10/7/2018).
Yudi pun punya saran untuk pemerintah. “Ke depan kami berharap KKP memiliki perencanaan yang lebih baik dan bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama akademisi pelaku bisnis dan masyarakat setempat,” ujar Yudi sewaktu dihubungi Agro Indonesia, Kamis (12/7/2018).
Intinya, lanjut Yudi, segala sesuatu harus berdasarkan riset. Tidak bisa serampangan membuat program. “Hasil riset yang baik harus dipublikasikan di jurnal. Kemudian stakeholder menggunakan publikasi tersebut. Kalau hasil riset tidak dipublikasikan maka tidak bisa dipertanggung jawabkan,” kata Yudi.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), KKP pada waktu itu dijabat M. Zulficar Mochtar menjelaskan penentuan titik lokasi pembangunan KJA offshore sudah disusun dalam naskah akademik.
Tim penyusun melibatkan jajaran BRSDM KP, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan Budidaya, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut. Uji kelayakan juga dilakukan tim Norwegia dari aqua competanse.
“Secara fisik, biologis dan kimiawi telah dilaporkan dalam kajian tersebut. Sehingga, titik lokasi yang saat ini dipasang KJA offshore merupakan titik final yang paling sesuai untuk dipasang KJA offshore. Demikian pula dengan 2 lokasi lain, baik Sabang mau pun Karimunjawa,” papar Zulficar yang kini menjabat Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, KKP.
Dijelaskan, kajian tersebut mempertimbangkan aspek kelayakan fisik seperti gelombang, arah dan kecepatan arus serta pasang surut, kekeruhan air. Bahkan sampel tanah di dasar perairan diambil untuk mengetahui jenis organisme yang ada di dasar perairan calon lokasi KJA lepas pantai tersebut. Sedangkan secara kimiawi, dilakukan pengukuran kualitas air.
Meski terletak jauh di lepas pantai, kata Zulficar, arus dan gelombang di 3 lokasi percontohan masih dalam batas toleransi yaitu masing-masing antara 0,5 – 1 meter per detik dan 1 – 3 m. “Beberapa negara seperti Australia dan Vietnam juga telah berhasil menerapkan teknologi serupa,” jelasnya.
Zulficar memastikan pembangunan KJA offshore di 3 lokasi percontohan ini tidak berada di kawasan konservasi, tidak menganggu alur pelayaran dan tidak mengusik alur migrasi biota laut. Jadi lokasi sarana budidaya laut ini sudah sesuai dengan peruntukkannya dan tidak berdampak kepada lingkungan sekitar.
Pakar perikanan budidaya laut, Muhibbuddin Koto mengungkapkan KJA Pangandaran yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 April 2018 lalu sudah mengalami kerusakan di sana-sini.
“Sekarang orang KKP sudah panik. Setiap hari ada yang harus diperbaiki,” ungkap Muhibbuddin seraya menambahkan pemerintah hanya mencari pembenaran untuk pembangunan KJA di Pangandaran.
Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia, Wajan Sudja mengungkapkan teknisi senior dari Balai Budidaya KKP sudah menyampaikan pendapat ahlinya bahwa 3 lokasi yakni Pangandaran, Karimunjawa dan Sabang tidak layak untuk KJA.
“Namun sehari setelah menyampaikan pendapatnya, yang bersangkutan langsung dinon jobkan,” kata Wajan seraya menambahkan KJA Norwegia itu rusak akibat diterjang gelombang dan arus laut.
Fenny