Kawasan transmigrasi merupakan kawasan budidaya dengan fungsi tak sekadar permukiman, tapi juga tempat usaha masyarakat dalam satu sistem pengembangan berupa wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Ketransmigrasian No. 29 Tahun 2009 serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 Tahun 2014.
Permukiman sekaligus tempat usaha itu terlihat di Kawasan Transmigrasi Lokasi Tanjung Cina, Desa Baras, Kecamatan Bambakaro, Mamuju Utara. Lokasi transmigrasi ini telah ditetapkan melalui SK Bupati Mamuju Utara No. 1060/Kpts/X/2007, berikut pencadangan lahan seluas 320 hektare (ha) dengan daya tampung 250 Kepala Keluarga (KK) berupa Satuan Permukiman (SP) Pugar.
SP Pugar merupakan bagian dari Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) penduduk setempat, yang dipugar menjadi satu kesatuan dengan permukiman baru dengan pola usaha tambak. Komoditas unggulan tambak warga di sini adalah udang vanamei (Littopenaeus vannamei).
Pembangunan Kawasan SP Tanjung Cina ini terbangun dengan mekanisme sharing dana APBN dan APBD. Beberapa Rumah Transmigran dibangun dengan mekanismse dana APBN, sedangkan fasilitas pendukung lainnya dibangun melalui mekanisme dana APBD. Sampai dengan saat ini, sudah 25 KK telah ditempatkan di lokasi itu. Bahkan, mulai Oktober 2022 ini akan ditempatkan kembali transmigran sebanyak 50 KK dengan komposisi Transmigran Penduduk Setempat (TPS) 60% dan Transmigran Penduduk Asal (TPA) 40%.
Beberapa sarana fasilitas umum yang telah terbangun di antaranya Kantor UPT 1 unit, Rumah Petugas (2 unit), Rumah Ibadah (1 unit), Puskesmas Pembantu (1 unit), Balai Desa (1 unit), Gudang Unit (1 unit), Tambak Percontohan (3 unit), dan Tambak Warga (75 unit). Sedangkan Prasarana yang telah terbangun berupa Jalan Poros/Penghubung sepanjang 9 km, Jalan Desa 3,5 km, Jembatan 2 unit, drainase 500 meter, gorong-gorong 350 meter.
Budidaya udang
Yang patut dicatat, pembangunan transmigrasi bisa berjalan sukses jika mendapat dukungan dan ditopang oleh Kementerian/Lembaga terkait. Dengan dukungan tersebut, maka ke depannya daerah transmigrasi, khususnya Tanjung Cina, akan mampu berkembang, maju dan mandiri. Hal ini sesuai dengan amanat dari Perpres No. 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi.
Sesuai amanat Perpres tersebut, koordinasi dan integrasi penyelenggaraan transmigrasi merupakan upaya yang dilaksanakan oleh Kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, akademisi, dan stakeholder terkait untuk membaurkan dan menggabungkan program dan kegiatan guna keselarasan, keserasian, dan keterpaduan dalam mendukung penyelenggaraan Program Transmigrasi.
Dalam hal pengadaan sarana tambak, pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Beberapa pelatihan terkait budidaya udang vanamei dan ikan air tawar juga telah dilaksanakan guna membantu para transmigran dalam pengelolaan Lahan Usaha. Selain berkolaborasi dengan KKP, pengembangan udang vanamei ini juga berkoordinasi dengan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) agar lahan seluas 320 ha di Lokasi Tanjung Cina dijadikan Kawasan budidaya udang vanamei dan ikan air tawar.
Sebanyak 3 unit Lahan Percontohan telah dibangun sejak tahun 2019 dan telah mampu menghasilkan udang vanamei sebanyak 250 kg — dengan estimasi harga Rp80.000/kg. Untuk sementara, hasil panen udang yang disebut juga udang kaki putih atau udang raja ini dipasarkan secara lokal.
Ke depannya, bukan tidak mungkin produk udang ini bisa terus ditingkatkan, baik kualitas maupun pengelolaannya sehingga mampu menembus pasar global. Jika itu terwujud, maka kawasan ini akan menjelma menjadi shrimp estate, di mana budidaya udang vanamei dilakukan dengan skala besar serta proses produksinya didukung oleh teknologi agar hasil panen lebih optimal, mampu mencegah penyakit, serta lebih ramah lingkungan sesuai konsep budidaya terintegrasi. Sampai saat ini, berbagai upaya terus dilakukan untuk membantu warga transmigran dalam meningkatkan taraf hidupnya.
Dengan adanya hasil nyata dari pelaksanaan program Transmigrasi di Lokasi Tanjung Cina ini, maka stigma negatif dari pelaksanaan program transmigrasi selama ini pun mampu dijawab. Tegasnya, pelaksanaan Transmigrasi mampu memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan nasional.
Ke depan, program Transmigrasi di Indonesia dapat berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan perubahan era yang terjadi pada suatu masa. Selain itu, kondisi kelembagaan dan sumberdaya yang dimiliki oleh pemangku kebijakan transmigrasi juga berpengaruh terhadap keberhasilan program Transmigrasi ke depan.
Beberapa permasalahan krusial yang menghambat program transmigrasi di era sekarang ini adalah terkait permasalahan lahan. Permasalahan lahan ini sebenarnya sudah ada sejak dulu. Permasalahan ini dapat terselesaikan dengan adanya koordinasi teknis antara pusat dan daerah yang baik, sehingga program pembangunan transmigrasi dapat berjalan beriringan dengan baik, menyesuaikan dengan perencanaan wilayah kota masing masing daerah.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mendapatkan legalitas lahan Areal Penggunaan Lain (APL) Tanjung Cina dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga ke depannya program Transmigrasi Tanjung Cina dapat berjalan dengan baik tanpa terkendala permasalahan Lahan. Armah