Hanya kurang dari dua bulan sejak diresmikan Presiden Joko Widodo pada 24 April 2018 lalu, keramba jaring apung (KJA) teknologi Norwegia di Pangandaran sudah mengalami kerusakan.
Kritik pun datang dari kalangan akademisi. Menurut Kepala Pusat Studi Bencana, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Yonvitner, SPi, MSi sejatinya pemerintah mendorong penggunaan produk nasional yang sudah mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk dikembangkan dalam negeri.
“Jika ada modifikasi, produk dalam negeri akan lebih cepat beradaptasi termasuk scale up design yang dibutuhkan, jika memang konsep offshore marikultur dianggap tepat,” ujar Yonvitner, kelahiran 25 Agustus 1975 di Jorong Rageh, Kenagarian Bukik Sikumpa, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
Kendati demikian, Yonvitner yang juga staf pengajar di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB ini tetap menghargai upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang membangun industri perikanan agar maju.
Untuk mengetahui pandangan akademiknya terhadap pembangunan KJA Norwegia di Pangandaran, berikut penuturan doktor pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan kepada Agro Indonesia beberapa waktu yang lalu.
KJA buatan Norwegia yang dibangun di Pangandaran kabarnya rusak. Apa pemilihan produk KJA-nya salah?
Ada dua proses yang harus diperhatikan terlebih dahulu dalam hal ini. Proses pertama, administrasi dan kedua, proses transfer teknologi. Kalau proses administrasi pasti mengikuti standar proses kerjasama yang disepakati dan mengikuti koridor administrasi umum.
Proses kedua secara seksama adalah proses alih teknologi KJA. Dalam proses alih teknologi ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Pemilihan jenis KJA, model KJA, bentuk dan konstruksi KJA yang akan diintroduksi. Spesifikasi KJA yang dipilih harus memenuhi standar lingkungan yang akan ditempati seperti dampak dari suhu tropis, arus, pergerakan dan tinggi gelombang.
Kita harus memiliki data umur fisik barang dengan kondisi lingkungan kita. Jadi yang lebih utama dipahami sesungguhnya adalah kemampuan KJA beradaptasi terhadap dinamika lingkungan perairan tropis.
Menjadi tidak tepat apabila kita menggunakan produk luar, sementara dalam negeri sendiri juga sudah ada teknologi yang sudah banyak digunakan, tinggal proses scale up saja.
Bagaimana dengan lokasi penempatannya?
Terkait dengan penempatan perlu memperhatikan berbagai potensi resiko yang ditimbulkan. Makin besar unit KJA yang kita bangun, makin besar tumpuan untuk menjaga posisi KJA agar struktur dan posisi KJA tidak berubah jika ada pengaruh arus dan gelombang besar. Harus dipastikan bahwa KJA mampu menahan daya dorong gelombang 1,5-5 meter selama berapa bulan. Untuk mengantisipasi ini penting untuk memperhatikan kriteria seperti keterlindungan, paparan gelombang dan arus serta kekuatan substrat jika ada proses penguatan terhadap substrat.
Jadi penempatan KJA dengan kondisi long distance pressure dari arus akan sangat berbahaya terhadap daya tahan KJA. Kriteria-kriteria ini yang kami kenal sebagai kriteria penilaian resiko dan kerentanan kawasan dalam kaitannya dengan investasi.
Pangandaran sempat dihantam tsunami. Tapi pemerintah keukeuh memasang KJA Norwegia di sana. Apa ini pemborosan atau justru bentuk pemberdayaan masyarakat ala KKP yang tidak peduli dengan bencana yang pernah terjadi di sana?
Pangandaran termasuk kawasan yang berada pada posisi ring of fire. Daerah potensi gempa, tsunami, pergerakan lempeng yang sangat tinggi kemungkinannya terjadi. Pengembangan KJA di Pangandaran tentunya akan selalu dibayangi oleh resiko tsunami seperti yang pernah terjadi tahun 2006 sebelumnya. Resiko karena tekanan arus, gelombang tinggi dan pengaruh berbagai parameter lingkungan sudah pasti.
Dalam cara pandang bisnis usaha perikanan dengan prinsip long life sustainability, maka sebaiknya potensi resiko terhadap kemungkinan tsunami diantisipasi. Investasi di daerah beresiko bencana adalah sesuatu yang mahal. Mitigasinya juga menjadi mahal.
Untuk itu angka keberhasilan harus lebih tinggi lagi. Kita belum bisa mendorong atau share resiko ini kepada masyarakat atau konsumen. Ujung-ujungnya risiko masih akan ditanggung pemerintah. Berapa banyak rupiah yang harus dikeluarkan setiap waktu untuk perbaikan KJA, maintenance, pengawasan, mitigasi resiko lainnya. Angka-angka tersebut bisa menjadi sebuah belanja besar (high cost) dan boros bagi sebuah lembaga pemerintah. Jika dilakukan oleh swasta maka resiko tersebut tentunya akan ditanggung swasta dan pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya.
Dalam konteks pemberdayaan, perlu ada yang diluruskan. Karena pemberdayaan ada dua arah. Pertama, memberdayakan pembudidaya yang sudah ada, dengan mengajak mengembangkan usaha yang sudah dilakukan. Kedua, memberdayakan masyarakat dengan membangun sistem usaha baru sebagai respon pemerintah untuk memajukan sektor maritim. Tetapi yang harus dipahami bahwa pemberdayaan yang berhasil adalah pemberdayaan yang memberikan ruang kepada masyarakat mengembangkan usaha mereka dengan memberikan pendampingan dan pembinaan khusus.
Jadi sesungguhnya pemberdayaan yang dimaksudkan adalah pemberdayaaan masyarakat yang mana? Dalam konteks KJA ini yang kita lihat di sini usaha budidaya dikembangkan dalam sebuah sistem usaha dengan padat modal dan padat karya. Masyarakat kecil tidak akan mampu mengelola usaha ini karena modal awal, modal operasional pasti akan sangat tinggi. Ke depan pemerintah melalui perusahaan perikanan BUMN yang akan mengelola ini dan masyarakat akan mengambil bagian sebagai pekerja. Jadi sistem yang dibangun sama seperti usaha yang ada sebelumnya yaitu sistem pengupahan.
Pemberdayaan masyarakat seperti ini sebetulnya lebih mudah jika dilakukan oleh institusi swasta atau BUMN. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa sebenarnya pemberdayaan di sini dalam skala industri besar yang tentunya tidak akan memberikan kesempatan pada pembudidaya kecil terlibat.
Jadi dengan skema ini keterlibatan masyarakat kelihatannya masih sebatas sebagai tenaga pekerja. Pemberdayaan disini baru sebatas membuka lapangan pekerjaan yang dinamikanya sangat ditentukan oleh keberhasilan dan resiko akan ditimbulkan dari alam. Satu sisi sangat baik bagi para pekerja, karena tidak perlu ikut menanggung resiko finansial mau pun operasional.
Apa perlu dibentuk SOP KJA offshore atau sudah ada tapi tidak dijalankan pemerintah?
Budidaya KJA Offshore seharusnya dilakukan berdasarkan roadmap yang terstandar untuk kepentingan nasional. Roadmap inilah yang kemudian jadi SOP secara umum, karena menyangkut banyak hal. Lokasi harus dinilai layak, konstruksi KJA harus yang sudah standar SNI, pasar harus sudah terskema dengan baik dan impact terhadap masyarakat juga sudah terdesain baik.
Roadmap inilah yang kemudian menjadi standar acuan utama. Kemudian standar operasional akan lebih detail pada standar penempatan, proses pemasangan, standar barang yang disesuaikan terhadap tekanan dan angin serta standar kompetensi nelayan atau pekerja.
Satu lagi standar yang tidak boleh lupa adalah standar pakan dan kualitas pakan, agar pertumbuhan ikan terpenuhi untuk kegiatan budidaya.
Fenny YL Budiman