ALISHTER Lanjutkan Pelatihan Penggunaan Pestisida Terbatas

Pestisida masih pegang peran penting dalam mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Aliansi Stewardship Herbisida Terbatas (ALISTHER) sejak berdiri 2015 sudah melatih 12.207 petani di seluruh Indonesia. Tahun ini pelatihan masih akan dilanjutkan.

Ketua ALISTHER, Mulyadi Benteng mengatakan, ALISTHER dibentuk karena waktu itu pemerintah melihat pelatihan yang dilakukan pemegang pendaftaran pestisida bahan aktif herbisida paraquat masih kurang.

“ALISTHER hadir dengan program kerja pelatihan penggunaan herbisida terbatas bagi petani agar mampu mengaplikasikan dengan aman, benar dan bertanggung jawab,” katanya di sela Musyawarah Besar ALISTHER 2019 di Jakarta, belum lama ini.

Sepanjang tahun 2018, aliansi ini telah berhasil melatih 4.260 petani dengan pengetahuam dan keterampilan yang diperlukan di 41 kabupaten dari 25 provinsi serta melengkapi mereka dengan sertifikasi kecakapan. Tahun 2019, ALISTHER menargetkan 46 pelatihan di Indonesia. Jumlah ini naik sekitar 12% dari tahun sebelumnya.

Bulan Februari ini akan dilaksanakan pelatihan petugas lapangan yang mewakili 27 provinsi sebagi pelatih di setiap provinsi tempat pelatihan.

Mulyadi mengapresiasi pemerintah c.q. Kementerian Pertanian yang sudah melakukan penelitian soal paraquat, yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk Conference of Parties (COP) IX tahun 2019 Basel, Rotterdam, Stockholm Convention di Rotterdam.

Pada COP 2017 di Jenewa, Indonesia menolak paraquat masuk annex III. Karena itu, COP 2019 harus menyampaikan hasil penelitian, dan hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Diatur pemerintah

Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Muhrizal Sarwani, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Lolita, Kasubdit Pestisida menyatakan, peran pestisida dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari gangguan hama penyakit tanaman masih sangat besar, terutama bila telah melampaui ambang batas pengendalian atau ambang batas ekonomi.

Namun demikian, mengingat pestisida punya risiko terhadap keselamatan manusia dan lingkungan, maka pemerintah berkewajiban mengatur perizinan, peredaran, dan pemanfaatannya agar dapat digunakan secara bijaksana.

Penggunaanya tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Setiap orang yang menggunakan pestisida terbatas wajib memiliki sertifikat penggunaan pestisida terbatas.

Sertifikat diberikan pada orang yang sudah lulus pelatihan. Pelatihan dilakukan oleh pemegang nomor pendaftaran sesuai petunjuk teknis dan berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida Provinsi.

Melihat apa yang sudah dilakukan ALISTHER — yang sudah melatih 12.207 petani di 26 provinsi, meliputi 111 kabupaten/kota — ini menunjukkan apa yang digariskan dalam pasal 10 Permentan nomor 39 tahun 2015 sudah dijalankan.

Paraquat diklorida ditetapkan sebagai salah satu pestisida terbatas. Dari COP Basel, Rotterdam, Stockholm Convention tahun 2017 di Jenewa ada usulan untuk memasukkan EC-5SL Paraquat diklorida dalam listing annex III.

Indonesia menolak karena bahan aktif ini masih banyak diproduksi dan dipakai masyarakat luas, sehingga akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani dan upaya pemerintah Indonesia mencapai ketahanan pangan.

Pertimbangan pemerintah Indonesia adalah Formulasi Paraquat masih banyak digunakan, alternatif yang hemat biaya belum tersedia, serta adanya potensi implikasi pada perdagangan produk mengandung paraquat di masa depan. Selain itu, WHO hanya memasukkan parakuat kelas II moderately hazardous, sehingga Convention BRS harus mengumpulkan data lebih lanjut; masih diperlukan kajian sosial ekonomi ecotoxologi dan lingkungan masuknya formulasi paraquat dalam annex III.

Sebagai komitmen pemerintah Indonesia, Kementan tahun 2018 dengan anggaran Rp2 miliar telah melakukan kajian dampak penggunaan paraquat diklorida terhadap kesehatan dan lingkungan di Indonesia. Hal itu dilakukan di 9 provinsi, yakni Jatim, Jateng, Jabar, Kalsel, Lampung, Sumut, Riau, Sulsel, dan Sulbar.

Penelitian pengaruh aplikasi pestisida berbahan aktif paraquat diklorida sudah dilakukan terhadap keamanan hayati, tanah dan lingkungan pada budidaya jagung oleh ITB; budidaya padi oleh UGM; budidaya kelapa sawit oleh IPB. Sedangkan pengaruh pada tanah, air dan tanaman oleh Balai Penelitian Lingkungan, Balai Besar Sumber Daya Lahan, Balitbang Kementan.

Hasil kajian menunjukkan, aplikasi penggunaan paraquat diklorida pada budidaya jagung, padi, kelapa sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisika dan kimia tanah, jumlah spesies, indek dominansi dan keanekaragaman spesies arthopoda tanah, komunitas fungi dan bakteri tanah. Hasil penelitian analisis residu menunjukkan masih aman digunakan.

Kajian ini akan disampaikan pada Kementerian lain anggota Komisi Pestisida. Kemudian akan dibuat jurnal penelitian supaya bisa diakses semua yang berkentingan. Kementan juga sudah menyampaikan ke Kemenlu hasil pengkajian ini untuk dipersiapkan dalam COP Rotterdam.

Perusahaan pestisida yang belum bergabung dalam asosiasi diminta bergabung dengan asosiasi yang sudah ada atau membentuk asosiasi sendiri. Pemerintah hanya akan berkomunikasi dengan asosiasi, bukan dengan masing-masing perusahaan. PSP