Atasi EUDR, Malaysia Gandakan Ekspor Minyak Sawit ke China

Foto: Antara

Pemerintah Malaysia akan melipatgandakan ekspor minyak sawit ke China menjadi 500.000 ton per tahun. Langkah itu ditempuh sebagai perlawanan atas pembatasan ekspor yang dilakukan Uni Eropa (UE) terhadap komoditi yang dipakai untuk beragam kegunaan ini, mulai dari makanan sampai kosmetik.

Rencana itu diumumkan dalam Pameran China-ASEAN ke-20 di selatan kota Nanning, China, di mana perwakilan dari kedua negara menandatangani investasi bernilai 19,84 miliar ringgit (4,23 miliar dolar AS) untuk membangun pergudangan, logistik dan pembangkit listrik dari sampah di Malaysia.

Di antara kesepakatan yang diteken adalah nota kesepahaman (MoU) antara BUMN Malaysia Sime Darby Oils International dengan GuangXi Beibu Gulf International Port Group senilai 2,5 miliar ringgit untuk membangun pusat perdagangan dan distribusi minyak sawit olahan di kota Qinzhou, China. Fasilitas ini akan memiliki volume transaksi tahunan sebesar 500.000 ton guna memenuhi permintaan yang terus tumbuh di seluruh China.

China merupakan salah satu importir minyak sawit besar dari Malaysia — produsen CPO terbesar kedua setelah Indonesia — bersama dengan India, Turki, Kenya dan Jepang.

Sejak 2009, China merupakan mitra dagang utama Malaysia. Tahun lalu, angka ekspor jiran Indonesia ini ke China tumbuh 9,4% menjadi 210,6 miliar ringgit.

Selain itu, kedua negara juga sama-sama telah membangun kawasan industri di masing-masing negara guna meningkatkan hubungan.

China telah mengalihkan perdagangannya ke Asia Tenggara seiiring dengan meningkatnya ketegangan dengan AS dan negara-negara maju lainnya.

“Malaysia yakin bahwa hubungan perdagangan dan ekonomi kita dengan China hanya akan tumbuh lebih kuat melalui berbagai inisiatif strategis,” kata Perdana Menteri Anwar Ibrahim dalam kunjungan resminya menyaksikan ekspo tersebut, demikian dilaporkan kantor berita Bernama yang dikutip Nikkei Asia, Senin (18/9).

Anwar mengatakan, Malaysia akan melipatgandakan ekspor minyak sawitnya ke China dari volume ekspor saat ini sebesar 250.000 ton.

Kesepakatan perdagangan minyak sawit ini akan membantu melindungi sektor perkebunan sawit, termasuk petani kecil, tambah Anwar, di saat Malaysia dan Indonesia berjuang melawan aturan Uni Eropa yang lebih ketat melalui Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR).

Pada Mei, Indonesia dan Malaysia mengirim misi bersama ke Brussels untuk menyampaikan penentangan mereka atas EUDR yang diputuskan tahun lalu itu. Berdasarkan aturan ini, eksportir dilarang menjual atau mengekspor 7 komoditi ke pasar UE — antara lain minyak sawit, kedele, kopi, kakao, karet — yang ditanam di lahan deforestasi setelah Desember 2020.

Sektor minyak sawit sudah lama menjadi sasaran tembak dan kritikan kelompok lingkungan yang mengatakan perkebunan sawit yang luas telah menimbulkan deforestasi dan mengancam habitat satwa liar.

Pada Juni, Florika Fink-Hooijer, dirjen lingkungan hidup Komisi Eropa mengatakan kepada Nikkei Asia bahwa UE telah membentuk gugus tugas bersama antara Malaysia dan Indonesia untuk mengatasi kekhawatiran mengenai EUDR dan diperkirakan akan menggelar pertemuan di Kuala Lumpur pada Desember.

Dalam semester I/2023, laba perusahaan minyak sawit Malaysia menukik tajam, di mana pendapatan perkebunan FGV Holdings rontok 97% menjadi 13,76 juta ringgit.

Menurut data Malaysian Palm Oil Board, produksi dalam negeri dari Januari sampai Juni 2023 turun 2,3% menjadi 8,08 juta ton. AI